Konflik

24 1 0
                                        

Cinta dan Mata Angin

Orific by Aomine Sakura

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tempat, latar dll hanyalah kebetulan. Tidak berniat menyinggung siapapun ataupun unsur sara.

Dilarang copas dan plagiat dalam bentuk apapun!

Selamat Membaca.

"Lo serius?" tanya Wendy menatap Tara. "Kita mau main lagu ini?"

"Emang kenapa?" Tara menatap Wendy, merasa tidak ada yang salah akan apa yang ia lakukan.

"Bukan apa-apa."

Wendy menatap kertas yang dipegangnya. Disana terdapat lirik lagu Hujan Turun milik Sheila On 7. Band ternama Indonesia. Lagu yang pertama kali ia nyanyikan di ruang musik sebelum Tara menariknya bergabung.

Menutup mulutnya, otaknya mulai mencerna semuanya. Jangan bilang, jika Tara mendengarnya bernyanyi sembari memainkan gitar hari itu, lalu pemuda itu menariknya masuk ke dalam bandnya. Jika memang begitu, maka semuanya menjadi masuk akal.

"Wen? Lo baik-baik aja?" tanya Ethan.

"Iya."

Semua yang dilakukan gadis itu tak luput dari pengamatannya. Menghisap rokoknya, Tara mengambil mikrofon yang ada sebelum mengetes suaranya.

"Kalau begitu, bisa kita mulai?"

...

"Aku lelah."

Zely meletakan kepalanya di atas meja sembari menghela napas panjang. Matanya melirik Atan yang masih membaca buku. Dia heran, mengapa Atan tidak memiliki lelah seperti manusia lainnya.

"Kakak tidak lelah?" tanya Zely.

"Hmm? Tidak." Atan memandang gadis di sampingnya. "Kenapa? Kamu sudah lelah?"

"Sedikit."

Atan tertawa. Tidak menyangka jika Zely yang terkenal rajin ternyata bisa lelah dalam hal belajar. Atau hanya dirinya, yang tidak lelah ketika belajar.

Sejak kecil, tidak ada yang ia lakukan selain membantu kakeknya dan belajar. Maka dari itu, ia menyukai belajar hingga saat ini. Karena dengan belajar, ia bisa melupakan segala kesedihannya.

"Ini sudah hampir pukul sebelas dan Wendy belum pulang juga." Zely memandang jam yang ada di dinding rumahnya.

"Benar juga. Apa perlu aku menelpon Tara?" Atan mengeluarkan ponselnya sebelum menelpon kembarannya. "Tidak di angkat."

Tak berapa lama, terdengar suara motor. Wendy masuk ke dalam dengan ekspresi wajah lelah. Gadis itu bahkan tidak menengok sedikit pun dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya.

"Ada apa?" Atan memandang kembarannya.

"Apa?" tanya Tara. "Gua kagak ngapa-ngapain dia."

Menghela  napas panjang, Atan segera memasukan bukunya ke dalam tasnya. Ini bukan waktunya untuk berdebat. Dia akan menanyakan kondisi gadis itu jika bertemu di sekolah besok.

"Kalau begitu kami pamit pulang dulu." Atan tersenyum. "Sampaikan salam untuk Mamamu."

Zely menganggukan kepalanya dan tersenyum memandang Atan dan Tara. Menghela napas panjang, Zely menutup pintu rumahnya sebelum menguncinya.

Cinta dan Mata AnginTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang