7. Keep Staying

178 101 11
                                    

Aku up malam Minggu buat ngeganti hari Rabu kemarin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku up malam Minggu buat ngeganti hari Rabu kemarin.
Selamat membaca dan selamat malam Minggu buat kalian...

Selamat membaca dan selamat malam Minggu buat kalian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin meninggalkannya lagi untuk kesekian kalinya. Kali ini ia yang salah, telah menyembunyikan kehamilannya—dimana seharusnya Jimin mengetahuinya.

Tidak ada gunanya juga Jikyung menyalahkan dirinya sekarang setelah semuanya sudah terjadi. Hanya akan sia-sia saja.

“Baiklah, Ji. Kau harus kuat dan dapat bertahan di dunia yang sangat kejam ini. Dimana realita sangat pahit.” ucapnya pada dirinya sendiri. Setidaknya ia harus menguatkan dirinya jika orang lain tidak bisa.

Ia bersiap-siap untuk memulai pagi yang sama—seperti pagi sebelum-sebelumnya. Melewatkan sarapan pagi bukan hal baru bagi Jikyung. Setelah apa yang terjadi pada rumah tangganya ia sudah jarang sekali sarapan atau sekedar memasak, bahkan Jimin saja bangun dan pergi ke kantor sebelum Jikyung bangun.

Jikyung menghela napas sesaat sebelum mendudukkan dirinya di ruang tengah. Dirinya gagal menggali informasi dari Jihyun, sebab kemarin Hyun kecil itu malah membuat ulah—dan berakhir dirinya di usir dari rumah.

Oh ayolah.. lupakan untuk masalah Jihyun. Jikyung masih memiliki hal yang harus ia urus sebelum sidang perceraiannya besok.

Perasaan takut dan tidak nyaman datang ke dalam dirinya secara bersamaan. Takut karena ia akan kehilangan Jimin pada akhirnya.

Jikyung mengusap pelan kelopak matanya yang mulai basah. Mengingat hari ini adalah hari terakhirnya tinggal di rumah yang Jimin belikan untuk kado pernikahan mereka. Jikyung memilih pergi dari pada menetap. Semua barang miliknya sudah ia masukkan ke dalam koper setelah Jimin pergi.

“Nyonya anda memanggil saya?”

Jikyung merapihkan rambutnya dan buru-buru menghapus sisa air mata. “Iya, tuan, Jang. Tolong bawakan barang-barang ku ke apartement lama. Aku akan ambil sebentar. Tuan Jang bisa menunggu disini.”

“Baik nyonya.”

Tuan Jang adalah supir pribadi yang di tugaskan Jimin untuk Jikyung, namun perempuan itu lebih memilih membawa mobil sendiri atau meminta Jiyeon menjemputnya. Tidak suka di antar-antar oleh supir. Dan lagi ia hanya seorang karyawan biasa tidak seperti suaminya.

Tidak lama Jikyung turun dari lantai atas dengan dua satu koper besar di tangan kanan dan di sisi lainnya, tas yang cukup besar.

“Tuan Jang, ini barangnya. Anda bisa mengantarnya sekarang. Tapi, sebelum itu antar aku ke kantor terlebih dulu.” ucap Jikyung sembari mengambil tasnya.

Tuan Jang mengambil alih koper dan tas itu, segera membawanya ke arah mobil dan menaruh di bagasi belakang. Membukakan pintu mobil untuk Jikyung setelahnya.

Apa ini pilihan yang tepat?

Ia sendiri bingung dengan keputusannya.

Apa Jikyung harus merubahnya? Mendengarkan apa kata pria Hyun itu.

Tapi, rasanya akan sangat sulit. Lagi pula Minnie memiliki ibu kandungnya.

“Apa nyonya dan tuan akan pindah ke apartement lama?” tanya tuan Jung yang melihatnya lewat kaca kecil di atas mobil.

“Tidak. Hanya aku yang akan pindah.” jawabnya. “Tuan Jang jangan memberitahu Jimin tentang ini ya. Biar aku yang bilang sendiri padanya nanti.”

“Baik nyonya.”

***

Jimin tidak berharap lebih pada Jikyung sekarang. Jika memang perempuan itu ingin bercerai dengannya ia akan mencoba untuk menerima.

Ia menatap dengan lekat Jikyung yang terduduk di depannya di temani Jiyeon.

Saat Jimin hendak bicara pada Jikyung, tiba-tiba saja sang ibu datang bersama Jihyun dengan terburu-buru menghampiri mereka. Jikyung langsung bangkit ketika nyonya Hyun berada di hadapan mereka.

“Apa-apan ini!” ucap Hyun Minjae—ibu Jimin dengan marah. “Kalian akan bercerai tanpa memikirkan perasaan ibu dan ayah?”

“Bu.. Jikyung bisa jelaskan.”

“Ji, Jimin sudah menjelaskannya kemarin malam pada ibu. Mangkannya ibu datang kemari untuk menentangnya.” ucap Minjae.

Jikyung menatap Jimin yang sedari tadi melihat kearahnya dengan datar.

“Boleh ibu bicara berdua denganmu? Sebelum sidangnya di mulai.” tanya mertuanya.

Jikyung mengangguk, mengikuti langkah ibu mertuanya menjauh dari sana.

“Jikyung.” panggil Minjae sembari memegang kedua tangan milik menantunya tersebut. “Ibu tahu ini berat untukmu. Tapi, percaya pada ibu jika Jimin hanya mencintaimu saja.”

“Jimin sengaja memberi tahu ibu semalam tentang perceraian kalian. Agar ibu bisa datang dan menghentikannya. Ji, tentang mantan kekasih Jimin, jujur ibu sendiri tidak terlalu begitu mengenalnya karena memang Jimin tidak mengenalkan dia pada kami.” jelas Hyun Minjae.

“Aku tahu bu, Jikyung sendiri bingung harus bagaimana.”

Hyun Minjae menghela napas. “Ibu mohon bertahanlah sebentar lagi, jika kau tidak mau bertahan demi Jimin setidaknya bertahanlah demi ibu dan ayah, Jikyung.”

Jikyung sudah menganggap kedua orang tua Jimin sebagai orang tuanya sendiri, apa ia harus mendengarkan perkataan mertuanya.

“Bu.. apa boleh Jikyung tahu apa yang Jimin ceritakan pada ibu kemarin malam. Mungkin Jikyung akan memikirkan ulang tentang ini.” ucap Jikyung yakin.

“Jimin hanya mengatakan jika kau ingin bercerai darinya karena kehadiran matan kekasihnya kembali dan kau tahu Tentang masa lalu mereka. Hanya itu. Ji, seharusnya kau tidak cemburu, bagaimana pun kaulah cintanya, Jimin. Ibu bisa melihat Jimin begitu sedih dengan keputusanmu ini.” jawab Minjae.

Itu artinya Jimin tidak mengatakan yang sebenarnya pada ibunya tentang Minnie dan alasan lain di balik keputusan Jikyung untuk bercerai.

“Tapi aku tidak bisa memberi ibu cucu.”

Pernyataan tersebut benar-benar menyakiti hati Jikyung sendiri. Bahkan Hyun Minjae sendiri terdiam menatap Jikyung dengan tatapan sendu.

“Tidak masalah, Jikyung. Yang terpenting kau menjadi alasan Jimin bahagia itu sudah lebih dari cukup untuk ibu. Ibu bisa mendapatkan cucu dari Jihyun jika kau tidak bisa. Jadi, jangan bersedih.” Minjae mencoba untuk mengerti dan menerima semuanya.

Jikyung mengahapus air matanya, lalu tersenyum tipis.

Kini ia memiliki jawaban dan keputusan yang akan ia ambil untuk ke depannya.

Tetap tinggal atau pergi.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

REMINISCENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang