hubungan

302 45 33
                                    

Hati-hati typo ya

.
.
.
.

Adakah yang bisa menolong Bright dari situasi yang menjebaknya saat ini? Berada di antara dua keluarga. Keluarganya juga keluarga seorang wanita yang duduk tepat di depannya, wanita yang dipilih oleh ibunya untuk menjadi bagian dari hidupnya, walaupun Bright telah menolaknya berapa kali pun. Bright memutar mata jengah ketika netra kelamnya melihat ke arah wanita yang sejak tadi tidak lelah memasang wajah sumringah.

Bukan hanya wanita yang empat tahun lebih muda darinya saja yang memasang wajah bahagia, tapi juga kedua keluarga tersebut. Hanya dirinya yang sejak tadi memasang wajah masam, tidak menikmati acara tersebut. Sama sekali tidak memiliki ekspresi apapun. Dan berdoa dalam hati semoga acara ini cepat selesai dan ia bisa segera pergi dari sana.

"Nak Bri, bagaimana pekerjaanmu? Paman dengar dari ayahmu, kalau sekarang kau sedang mengerjakan proyek besar dengan bekerjasama dengan perusahaan BUMN." Pria yang seumuran dengan ayahnya itu bertanya dengan wajah berseri.

"Semuanya berjalan lancar" hanya jawaban singkat yang Bright berikan, terlalu malas untuk memulai sebuah percakapan. Karena itu akan menghambat acara sialan ini untuk segera selesai.

Luke, yang duduk di samping kirinya menyenggol tangan adiknya itu dengan siku. Berusaha menarik perhatian Bright tanpa menarik perhatian yang lainnya.

"Cobalah untuk tersenyum." Bright hanya melirik sekilas pada kakaknya, menghiraukan apa yang diminta oleh Luke. Sedangkan Tu, wanita yang mengenakan gaun hitam itu sejak tadi tidak pernah mengalihkan perhatiannya dari seorang Bright.

"Saya percaya, dengan keberhasilan nak Bright. Anak-anak kita pasti akan menjalani kehidupan rumah tangga yang sangat bahagia." Bright tersenyum berdecih, raut wajah yang ditunjukkan terlihat mencemooh kala mendengar ibu dari calon tunangan yang sama sekali tidak ia inginkan, mengucapkan sebuah bualan yang membuatnya muak.

Bright berdehem ringan sebelum mengeluarkan satu kalimat yang membuat semua orang yang ada di meja tersebut terdiam menatapnya dengan tatapan kebingungan.

"Saya fikir anda wanita yang memiliki perasaan yang lembut. Cih, tapi ternyata saya salah. Anda cukup realistis dalam menilai kehidupan berdasarkan kesuksesan dan banyaknya materi dalam mengukur sebuah kebahagiaan." Wanita yang duduk di sisi lain Bright menatap putranya tidak suka.

Menurutnya, apa yang baru saja dikatakan oleh putra bungsunya itu sangat tidak sopan. Apalagi lawan bicaranya adalah orang yang memiliki usia jauh di atasnya.

Ibunda dari Tu itu tersenyum tapi tidak bisa menutupi kebingungan yang hadir di wajahnya.

"Maksud nak Bright, bagaimana?" Bright menghela nafasnya sejenak. Tubuh tegapnya dia sandarkan pada punggung kursi yang didudukinya, satu tangannya memainkan gelas berisi cairan red wine yang di minumnya sedikit demi sedikit.

Menikmati sensasi pahit dan manis yang terasa membakar tenggorokannya, walau setelahnya kehangatan sesaat yang di rasakan tubuhnya.

"Anda yakin jika saya dan putri kesayangan anda akan bahagia menjalani rumah tangga bersama saya?" Tanyanya dengan tatapan yang begitu tajam, menghunus tepat pada manik lawan bicaranya yang terlihat semakin kebingungan.

"Meskipun saya tidak pernah menyukainya? Tidak pernah menginginkan kehadirannya dalam hidup saya? Saya tidak akan menjanjikan kebahagiaan yang kalian sebut dari tadi." Kedua orang tua Tu cukup terkejut dengan rentetan kalimat yang keluar dari mulut seorang pria yang mereka percayai sebagai laki-laki dengan attitude yang baik. Nyatanya jauh dari ekspektasi keduanya.

"Apa maksudmu, Bright?" Kini pria berkacamata mata yang duduk di sisi kiri Tu angkat bicara.

"Anda cukup pintar sebagai seorang CEO dari perusahaan besar. Jadi saya yakin anda cukup mengerti apa maksud dari kalimat yang sejak tadi saya sampaikan." Atensi Bright berpindah pada ayah Tu, yang termasuk salah satu rekan bisnisnya juga.

Samuel & SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang