.
.
.
.
.
.Prank
Metawin terlonjak kaget ketika sikunya tidak sengaja menyenggol mangkok beling yang berisi remukan sereal yang akan digunakan untuk dessert.
Tak hanya dirinya, Acha dan juga Jennie yang sedang kebagian menjaga kasir berlari menghampirinya.
"Ada apa?!" Tanya Jennie dengan raut wajah yang menunjukkan rasa terkejutnya. Acha berjalan pelan untuk memunguti pecahan beling yang berserakan. Sedangkan sang pelaku terdiam.
Dadanya terasa begitu sesak, rasa tak nyaman juga takut yang menggelayutinya beberapa hari ini semakin memberatkan dadanya.
"Hey, Meta... Kamu tidak apa-apa?" Tanya Jennie pelan karena sejak dirinya datang ke dapur wanita itu malah diam.
"Aku harus menghubungi Sam, dimana ponselku?" Bukannya menjawab pertanyaan rekan kerjanya tersebut, Metawin justru menanyakan hal lain. Dengan bingung Jennie mengatakan jika ponselnya ada di laci kasir. Menghiraukan serpihan beling yang masih ada disekitar kakinya, wanita itu berjalan terburu-buru tanpa mempedulikan jika punggung kakinya yang hanya sejak tadi memakai sandal terkena serpihan beling hingga membuatnya terluka.
Acha memekik tertahan ketika atasan yang sudah dianggap seperti kakaknya itu berjalan begitu saja menginjak beling-beling mangkok tersebut.
Dengan tangan gemetar Metawin menunggu seseorang mengangkat panggilannya. Dengan tidak sabaran, lagi Metawin mengulang panggilannya dan masih tetap sama. Kedua nomor yang dihubunginya tidak aktif, kedua anaknya tidak bisa dihubungi sama sekali.
Kemana mereka? Tidak seperti biasanya Sam ataupun El mematikan ponsel mereka. Metawin menggeram tertahan, tubuhnya bolak-balik sedari tadi. Mengabaikan dua pelanggan yang sejak tadi memperhatikannya. Selang beberapa menit kemudian pengunjung lain datang, tiga anak sekolah yang masih menggunakan seragam. Metawin melirik sekilas, dia tahu ketiganya pasti akan mengerjakan tugas sekolah seperti seminggu sebelumnya.
"Kasian sekali, aku harap dia baik-baik saja." Ketiga siswa tersebut duduk di bangku pojok dekat jendela dengan obrolan yang sepertinya cukup serius.
"Semoga saja, karena yang kudengar Damar menusuknya sebanyak empat kali. Jahat sekali" sahut yang lain.
"Aku heran kenapa si Damar tidak berhenti untuk membuat ulah? Apalagi sekarang korbannya Samuel. Kalian tahukan dia adik kelas yang punya kembaran itu.." Metawin yang memang sejak tadi berdiri tidak jauh dari ketiga siswa tersebut, terdiam kaku ketika nama anaknya disebutkan.
Metawin dengan cepat memperhatikan ketiga siswa tersebut dan dia baru menyadari jika seragam yang dipakai oleh ketiganya adalah seragam yang sama persis dengan milik anak-anaknya.
Maka tanpa ragu Metawin menghampiri ketiganya untuk bertanya maksud dari obrolan mereka tadi.
"Siapa yang kalian maksud?" Ketiga siswa yang kini sudah membuka buku tugasnya masing-masing terkejut ketika Metawin dengan tiba-tiba bertanya yang membuat ketiganya tidak mengerti.
"Maksudnya kak?" Tanya yang duduk paling ujung. Metawin menatap dengan wajah ketakutan.
"Orang yang kalian bicarakan tadi, siapa? Katakan padaku.." ketiganya saling melempar pandang bingung, sedangkan Metawin yang melihatnya semakin tidak sabaran.
"Oh, yang tadi?" Satu diantaranya mulai mengerti apa yang dimaksud olehnya. Ketika mulut siswa itu akan mengucapkan sesuatu.
Seseorang terdengar memanggil namanya.
"Bisa kami bertemu dengan ibu Metawin?" Merasa namanya dipanggil, wanita itu mengalihkan pandangannya ke arah meja kasir. Disana ada dua orang polisi. Ada apa? Kenapa ada polisi yang mencarinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Samuel & Samantha
Romancehanya imajinasi author yang lagi bucin bucinnya sama couple brightwin. SG Marriage life family drama