Makan siang

203 34 9
                                    

Awas typo

.
.
.
.

Entah bagaimana awalnya, kini Metawin dan Samuel sedang duduk bersama dengan dua wanita yang memiliki usia jauh di atas keduanya bersama satu orang pria dewasa yang kebetulan Samuel kenal.

"Ah, kebetulan yang cukup mengejutkan ya. Paman tidak menyangka jika ibumu masih cukup muda El." Tawan berkata dengan senyum lebar di kedua belah bibirnya.

"Kamu mengenalnya mas?" Tanya wanita yang rambutnya di ikat ke belakang dengan jepit berbentuk bulat, mempercantik ikatan rambutnya yang hitam legam.

Tawan tertawa pelan dengan anggukan kepala pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang di layangkan oleh ibunya.

"Ini Samuel mi, dia punya saudara kembar perempuan yang kebetulan kerja di cafe milik mas." Mendengar jawaban yang diberikan oleh Tawan, tentu saja membuat Metawin mengernyit. Samuel sedikit terkejut ketika dia lupa jika perihal Samantha yang bekerja sebagai penyanyi cafe adalah sesuatu yang mereka rahasiakan dari sang mami.

"Kerja? Maksud anda?" Metawin menyela pembicaraan antara Tawan dan ibunya dengan penuh rasa tanya.

Tawan mengangguk dan menatap Samuel sejenak dengan tatapan meminta maaf karena tanpa sengaja membocorkan rahasia mereka. Kemudian bibirnya menyuguhkan senyum manis pada wanita yang dia tebak lebih muda darinya itu dengan rasa bersalah.

"Iya, kamu tidak tahu? Samantha seorang penyanyi di cafe milik saya. Dan permainan gitarnya juga cukup bagus sehingga dia memiliki fans." Jelas Tawan lagi yang tentu saja membuat Metawin kembali terkejut.

Jadi selama ini? Kedua anaknya sudah membohonginya? Metawin menatap putranya dengan sorot mata yang menuntut sebuah penjelasan.

Dan Samuel hanya bisa tertunduk sebagai tanda bahwa dirinya merasa bersalah.

"Bukan hanya Samantha, Samuel pun tak kalah banyak fansnya. Tak jarang mereka selalu menerima banyak hadiah dari para pengunjung cafe." Belum selesai, Tawan kembali mengatakan hal yang sama sekali tidak pernah Metawin tahu.

"Mami..." Samuel menyentuh lengan sang ibu yang sejak tadi terdiam. Samuel tahu ibunya pasti sangat shock dengan apa yang di dengarnya. Ibunya pasti merasa kecewa karena telah di bohongi, dan Samuel tahu jika ibunya sangat tidak suka jika dibohongi.

"Oh ya? Tidak heran melihat bagaimana wajahmu, pasti banyak kaum hawa yang tertarik padamu, nak." Wanita yang duduk tepat di samping Metawin ikut menimpali sambil sesekali memperhatikan wajah Samuel dengan seksama.

"Karena kamu persis sekali dengan anak saya. Selain wajah, anak saya juga memiliki banyak penggemar saat masih sekolah hingga dia kuliah." Ceritanya dengan senyum bangga.

"Sebenarnya jika dia sedikit terbuka, saya yakin pasti saat ini dia sudah menikah atau bahkan memiliki anak. Tapi sayangnya, dia sangat tertutup dan tidak tertarik untuk menjalani hubungan dengan siapapun. Padahal banyak sekali yang ingin dekat dengannya. Tapi anak itu selalu bersikap dingin." Senyum yang tadinya menunjukkan sebuah kebanggaan kini berganti dengan senyum masam.

"Bukankah kau sudah memiliki calon menantu untuknya?" Ibu Tawan menimpali curhat dadakan Davina.

"Tapi dia tidak mau menerimanya. Haah... Tante iri sekali denganmu Wan, di usia sekarang kamu sudah memiliki anak perempuan yang cantik." Tawan dan ibunya tertawa pelan penuh keanggunan dan wibawa layaknya orang-orang konglomerat.

"Oh iya, kelas berapa sekarang anakmu, Wan? Pasti sudah  besar ya?" Lagi Davina bertanya dengan antusias pada anak sahabatnya itu.

"Nessa kebetulan temannya Samuel dan mereka juga seumuran, benarkan El?" Tawan menjawab seraya meminta pembenaran atas jawabannya pada pemuda yang sejak tadi memilih diam mendengarkan obrolan ketiga manusia di depannya, sama seperti maminya.

Samuel & SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang