sebuah kebetulan

180 37 22
                                    

Tidak akan pernah ada yang tahu bagaimana Tuhan memainkan takdir seorang hamba, tidak ada yang tahu kapan takdir itu akan terjadi. Namun, satu yang harus kita ketahui semua akan dimainkan di waktu yang tepat.

Berbagai ekspresi dan tanya menghinggapi wanita berusia setengah abad yang sejak tadi terdiam di dalam mobilnya.

Netra yang sudah memiliki keriput di sekitar kelopaknya itu menatap lurus jalanan yang basah karena di guyur hujan sejak sore tadi.

Ingatannya kembali tertarik ke belakang, ketika dirinya di datangi seorang anak remaja yang mengaku menemukan dompetnya yang terjatuh.

"Maaf Bu, ini dompetnya tadi jatuh di depan kasir."

Davina, wanita yang merasa terpanggil itu mengalihkan atensinya dari wanita yang di gadang-gadang akan menjadi calon menantunya itu pada pemuda yang mengenakan kaos putih di lapisi kemeja sekolah yang sudah terbuka semua kancingnya.

Kernyitan di dahi adalah respon yang Davina tunjukkan ketika melihat sosok yang berdiri di samping mejanya.

Namun, gumaman yang berasal dari wanita muda di depannya menarik perhatiannya kembali.

"Kenapa sayang?" Tu yang sedikit terkejut ketika Davina menyentuh punggung tangannya seraya menatapnya penuh tanya.

Tu Tontawan melirik Davina dan pemuda itu bergantian kemudian menggeleng cepat.

"Aah, tidak apa-apa tante." Davina tersenyum mendengar jawaban calon menantunya itu. Kedua netranya kembali pada pemuda yang masih berdiri dengan dompet miliknya yang belum juga di ambil.

"Ah, terimakasih ya.. untung ada kamu nak." Davina mengambil alih dompet berwarna cream itu dari tangan si anak muda.

"Sama-sama Bu, kalau begitu saya permisi." Ketika pemuda tersebut hendak berbalik Davina mencegahnya terlebih dulu.

"Nak, tunggu sebentar.. ini untuk jajan." Pemuda tersebut menatap dua lembar uang berwarna merah yang di sodorkan padanya kemudian beralih menatapnya datar.

Dengan sopan santun, pemuda itu justru mendorong uluran tangan Davina. Menolak pemberiannya.

"Maaf Bu, saya ikhlas menolong ibu. Permisi.." pemuda itu menundukkan kepalanya sebentar sebelum pergi meninggalkan mejanya.

Wanita tua itu terdiam menatap kepergian si pemuda, keningnya kembali mengernyit ketika pemuda tersebut menghampiri dua gadis yang juga mengenakan seragam yang sama.

Namun bukan itu yang membuatnya penasaran, tapi wajah salah satu gadis yang juga memiliki kemiripan dengan pemuda yang baru saja menemukan dompetnya.

Senyum tipis hadir di bibirnya yang berwarna merah pekat.

"Sepertinya anak tadi kembar." Ucapan Davina mengundang tanya di wajah Tu. Wanita itu menghentikan suapannya ketika mendengar apa yang di katakan oleh Davina.

"Kenapa Tante?" Davina kembali memusatkan perhatiannya pada calon menantunya dengan senyum lebar.

"Anak laki-laki tadi, sepertinya dia kembar. Tadi Tante lihat temannya yang perempuan juga wajahnya mirip." Ucap Davina yang entah kenapa terdengar begitu semangat.

Tu Tontawan menatap bingung calon mertuanya tersebut.

"Memangnya kenapa kalau kembar Tante?" Ada rasa sanksi dari tanya yang di ajukan oleh wanita yang muda.

Davina menatap penuh arti wanita di depannya.

"Tante harap, ketika kamu menikah dengan anak Tante. Kalian bakal kasih Tante cuci kembar." Tanpa Tedeng aling-aling Davina to the point mengutamakan keinginannya pada calon menantu yang entah benar akan di nikahi oleh Bright atau tidak.

Samuel & SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang