15 - The Past

885 102 28
                                    

Last Part #thepast 🖤

▪️▪️▪️

Aku menyeka air mata di sisi mataku. Aku tidak bisa menjelaskan apa yang aku rasakan saat ini. Sudah sejak tiga hari yang lalu aku merasa perutku terus bergejolak naik turun, seolah ingin memuntahkan semua makanan yang berusaha masuk.

Rasanya tidak lebih baik meski sudah menerima obat yang Sowon berikan. Kini aku harus bolak balik berlari menuju toilet menuntaskan rasa mualku.

"Hei, Bi. Kau baik-baik saja?"

Aku mendengar suara Umji, menepuk punggungku. Dia baru saja tiba saat aku masih memuntahkan air.

"Aku...aku tidak tahu. Aku merasa tidak enak badan." Aku menjawab dan menyiram toiletnya dengan tangan gemetar.

"Ya, aku bisa melihatnya. Sudah hampir 5 hari kau seperti ini. Ayo pergi ke dokter, Bi. Kita harus tau apakah yang ada disana, didalam perutmu." Saran Umji menatapku iba.

Aku menggelengkan kepalaku pelan. Entah bagaimana menjelaskannya pada umji dan yang lain, ada sesuatu di dalam diriku yang mengatakan bahwa aku tidak boleh pergi. Aku takut. Sangat takut.

"Kau tidak bisa memaksakan dirimu untuk terus tampil dalam keadaan seperti ini. Sowon eonnie sudah memanggil manajer untuk memberimu istirahat. Setelah jadwal kita hari ini, aku akan segera membawamu ke dokter."

Aku berdiri dan duduk di tempat tidurku. Aku meletakkan kedua tanganku di wajahku, semudah itu aku menangis hingga Umji menatapku heran dari posisi tegaknya.

"Aku...Aku takut, Ji." Aku berhasil berkata meski suaraku terdengar parau.

Umji seolah mengerti situasinya, dia lantas duduk di sampingku dan memelukku.

Rasanya bukan hal yang sulit ditebak. Setelah aku kembali dari liburan bersama Jungkook, begitu banyak perubahan dalam caraku berekspresi dan suasana hati. Kesehatanku juga patut dipertanyakan. Para anggota mengamati bahwa aku tidak merasa baik-baik saja, beberapa minggu terakhir ini, mereka mulai menyimpulkan hal-hal yang tidak ingin aku pahami. Tepatnya hal yang tidak ingin aku pahami demikian. Karena aku takut itu nyata.

"Bi, bagaimana jika.."

"Tidak." Aku memotongnya dengan suara lemah.

"Dia tidak menginginkan kabar ini, Ji. Dia sedang berada di puncak karirnya. Ini tidak akan mudah baginya."

"Apakah kariernya lebih penting daripada anak itu?!" Sahut Sowon dari depan pintu. Suaranya hampir seperti teriakan. Aku tahu dia juga frustasi dengan semua yang terjadi padaku. Karena dia adalah kakak pertama, dia yang memikul tanggung jawab untuk menjagaku dan empat yang lainnya. Tentu ini juga beban baginya.

"Jawab aku sinb. Apa dia tidak peduli dengan kehamilanmu?!" Panggilnya lagi. Aku menggelengkan kepalaku. Aku masih menyangkal berpikir bahwa aku benar-benar hamil.

"Aku tidak hamil, eonnie." Aku bersikeras, meski suaraku tetap gemetar.

"Kalau begitu pergilah ke dokter! Kau harus tahu apa sebenarnya yang ada di perutmu itu!" Dia berteriak frustasi.

Lalu kemudian menghela napas dan mengusap wajahnya dengan gusar, "Kau tahu, kami sangat khawatir Sinb. Kalian harusnya sudah bisa memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya." Katanya lebih pelan.

"Tidak ada waktu untuk menyesalinha lagi, Bi. Sekarang ayo kita ke dokter. Eonnie dan Umji akan mengantarmu. Tidak ada penolakan." Finalnya.

Alih-alih menjawab kembali. Aku hanya berbaring di tempat tidurku, menutupi wajahku menggunakan bantal dan menangis begitu keras.

If It's Not With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang