Rayya-20

115 36 80
                                    

Sudah hampir satu minggu lamanya, Rayya masih betah menutup matanya di rumah sakit. Anggara merasa aneh, Rayya hanya pinsan, tapi kenapa bisa sampai koma?

"Ya, kapan lo bangun? Gue kangen kita beradu mulut tahu!" Lirih Anggara.

"Kamu harus nyelesain tugas yang belum beres dulu."

"Tapi Rayya..."

"Dia aman bersama saya."

"Tap-"

"Kamu ingin saya potong gaji kamu?"

"Tentu saja tidak!"

"Ya sudah lakukan saja, malam ini harus sudah siap!"

"Beri saya 24 jam dong!"

"Baiklah, besok pagi selesai."

"Ter-"

"Kamu jangan khawatirkan dia dulu, bila Anya sudah sadar, saya akan hubungimu."

"Ya sudah."

Saat hendak melangkah, Anggara melihat pergerakan jari jari Rayya.

"Lord Rayya...."

"Dia kenapa? Tadikan saya sudah bilang-"

"Bukan, dia sadar! Cepat panggil dokter!"

"Kamu berani menyuruh saya?!"

"Ini keadaan darurat!"

"Pencet tombol yang ada di samping mu saja."

"Ah iya yah, hehehe maaf lord."

"Merepotkan!"

"Hilih!"

Tak lama, dokter pun datang. "Bisa keluar sebentar."

"Baik." Mereka berdua keluar, walau salah satu di antaranya tidak ikhlas.

"Lebih baik kamu kerjakan tugas dahulu!"

"Ta-"

"Setelah tigas selesai, kamu saya kasih kesempatan satu minggu free!"

"Tapi ini mas-"

"Saya tahu, ini sudah hari ke-6 kematian Fakih. Tapi kita belum menemukan petunjuk apa pun," sela lord.

"Ta-"

"Sekali lagi kamu bicara tapi, saya beri gelas pecah untuk kamu perbaiki."

"Gila!"

"Kamu yang gila, kamu telah melalaikan tugasmu selama 6 hari ini."

"Ta-eh maksudnya gimana yah lord saya menjelaskannya."  Anggara menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Gaji berkurang 50 persen dan tidak ada libur dalam 2 bulan kedepan!" Tegasnya.

"Baiklah baiklah."

"Sana pergi!"

"Apa-apaan! Saya juga bisa sendiri dong, tanpa di usir sekali pun."

Anggara melangkah keluar area rumah sakit dengan wajah tak rela, padahal dia ingin ada saat Rayya membuka matanya.

"Huh, sialan! Dasar lord anj!" Umpat Anggara.

"Saya masih bisa mendengarnya Ang!"

"Dam it! Gue lupa matiin penghubung ke lord!" Gerutu Anggara dengan suara sekecil mungkin.

"Hee, maaf lord."

"Ya."

Lord menunggu dengan kesal, sungguh baru kali ini dia menunggu hampir satu jam. Biasanyakan anak buahnya yang menunggu saat dia siap-siap, ini sungguh merepotkan.

RAYYA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang