"Ada apa dengan mereka?" tanya lord dengan dingin, si pembawa pesan langsung terduduk karena saking takutnya ketika melihat tatapan elang itu.
"Mereka meledakkan markas kita yang ada di Semarang."
Rayya mengernyitkan dahinya, perasaan kemarin markas di Semarang baik baik saja.
"Siapa mereka lord?" tanya Rayya.
"Jaga markas," titah lord pada Rayya, kemudian bergegas keluar tanpa menjawab pertanyaan dari Rayya.
"Kenapa banyak orang yang suka misterius di sini." Rayya berjalan keluar ruangan.
🗡💉🗡
Adit dan Gara menelusuri lorong sekolah, entah kenapa Gara melihat Adit pagi ini banyak diam tidak seperti biasanya.
"Woii!!" Suara melengking itu tepat di telinga Gara, Adit menatap Gara dengan pandangan yang sangat menjengkelkan bagi Gara.
"Napa lu dit? Dari parkiran, gue liat muka lo murung terus. Lo abis di putusin sama pacar yang namanya Sinti itukan?" cerca Rayya.
"Sintia bukan Sinti Ray."
Gara hanya menyimak, sambil memerhatikan wajah Rayya yang menurutnya menggemaskan.
"Iya, gue abis putus sama dia. Dia yang minta putus, yaudah gue turutin. Eh taunya dia malah marah marah kagak jelas...."
Rayya tertawa saat mendengar cerita Adit. Adit yang notabenya gak pernah pacaran, eh sekali pacaran cuma beberapa hari.
"Kasian sohib gue galau, ckckck." Rayya berdecak dengan nada menyebalkan menurut Adit.
"Noh, si Sinti udah punya gebetan. Lebih cakep dari lo anjirr." Rayya menunjukan keberadaan Sintia di area parkiran, terlihat ia baru turun dari mobil bermerk.
"Benar kata orang dahulu, kasih jangan keterlaluan. Sayang, biarlah sederhana takut engkau merana." Rayya bernyanyi untuk meledek Adit.
"Diem lu satt!"
"Oke, gue kunci dulu mulut gue."
"Nah."
Rayya beralih ke Gara, Adit sudah tidak bisa di ajak kompromi.
"Gar," panggil Rayya.
"Hmm."
"Kok kemarin malam gue liat lo di supermarket sama cewek." Gara yang mendengarnya hanya mengernyitkan dahinya.
"Terus?" tanya Gara.
"Bukannya lo pacar gue? Ya, walau gue jarang ngabarin lo karena gue gak punya nomor patner gue yang ini," ucap Rayya sambil menodongkan ponselnya yang sudah masuk ke aplikasi kontak.
Gara mendengus, ia kemudian menuliskan nomornya. Gadis ini sepertinya agak gengsi untuk meminta nomornya, makanya dia memakai alasan lain. Padahalkan Gara malam itu tidak ke supermarket.
"Modus." Rayya hanya nyengir saat mendengar ledekan dari Adit.
"Gak apa-apa Dit, lagian gue juga sekarang jarang sekolah. Entah kenapa Anggara selalu larang gue," gerutu Rayya sambil menghentakkan kakinya.
"Terus... gue nanya gitu?"
"Lo kok makin ngeselin sih!"
Gara memberikan ponsel Rayya, kemudian berjalan kembali. Karena sebentar lagi jam pelajaran akan segera dimulai.
"Woi mas pacar! Tunggulah!"
Lagi dan lagi Gara berdecak tak suka, tapi jantung dan hatinya berkata lain.
"Lo jalan apa lari sih?! Perasaan cepet banget, sampe gue kewalahan ngejajarin lamgkah lo itu," sungut Rayya ketika berhasil menyamakan langkahnya, sedangkan Adit dia pergi ke toilet.
Mereka berdua tiba di kelas. Anehnya, saat mereka datang semua murid yang ada di dalam kelas sedang diam.
Rayya berjalan sambil memerhatikan mereka satu persatu, wajah mereka membuat Rayya menahan tawa. Entah apa penyebabnya, mereka yang biasanya ribut mendadak diam.
"Ly," bisik Rayya pada teman yamg duduk di depannya. Orang yang di panggil oleh Rayya pun menggerakkan kepala 90 derajat ke belakang.
"Apa," lirihnya.
"Ada apa sih? Kok kalian pada diem-diem bae sih? Biasanya kalian pada ribut."
"Jamal sama penggitar handal kit-"
"Emang ada apa dengan Jamal sama Nathan?"
"Mereka mati dalam keadaan tubuh yang sudah tidak utuh. Menurut polisi, pembunuhnya bisa saja yang punya jiwa psikopat," jelas Lily dangan pandangan kosong. Rayya tahu, pasti sulit bagi Lily, apalagi Jamal adalah kekasihnya.
"Psikopat," lirih Rayya.
"Iya, mereka begitu sadis. Sampai menghilangkan nyawa orang yang tidak bersalah," geram Lily dengan mata yang mulai memerah.
"Awas saja kalau ketemu, gue habisin dia." lanjut Lily dengan tangan terkepal.
Entah kenapa Rayya punya perasaan yang tidak nyaman di hatinya, seperti akan ada hal yang lebih mengejutkan. Tapi apa?
"Terus? Lo tahu gimana kronologisnya?"
"Sedikit. Yang gue tahu, 5 hari yang lalu mereka mau pergi ke tempat biasa nongkrong. Dan itu, gue tahu dari Jamal sebelum dia menghilang..."
"Gue awalnya biasa saja saat dia gak ngechat gue lagi, tapi saat Jamal udah gak ada kabar selama tiga hari itu, gue mulai ada yang kosong. Biasanya Jamal akan chat gue walau gue gak pernah bales, gue sedikit menyesal. Bahkan ibunya Jamal sampe ke rumah gue, buat mastiin kalau Jamal disitu...." Lily tidak sanggup menahan air matanya, ia ingin sekali menemui Jamal dan memeluknya untuk terakhir kalinya.
"Terus, kenapa lo gak kerumah Jamal sekarang?"
"Gue dilarang sama ibunya Jamal, katanya gue penyebab kecelakaan itu." Lily semakin terisak ketika ia mengingat saat diusir oleh ibunya Jamal, padahal ia hanya ingin melihat Jamal untuk terakhir kalinya.
"Terus Nathan?"
"Gue gak tahu, karena kita tidak tahu asal usul Nathan." Benar kata Lily, Nathan orangnya terlalu tertutup. Saking tertutup, keluarga dan alamat rumahnya pun kami tidak tahu.
"Lo harus terbiasa tanpa adanya Jamal di hidup lo lagi."
"Tapi ini sulit, gue sama dia tuh udah belasan tahun kenalnya Ray."
Rayya yang mendengarny hanya bisa menepuk bahu Lily, seolah ia memberi kekuatan. Sedangkan di otaknya, ia berpikir keras. Siapa pelaku di balik ini semua? Dan apa motif pelaku itu? Untungnya apa membunuh teman sekelasnya? Apakah Jamal dan Nathan mempergoki oramg yang sedang membunuh? Atau ada yang lain?
Hapus sedihmu dan nyanyikan na na na na
Hanya mengingatkan kalo besok senin
Tertanda
Calon suaminya mas blasteran surga.🤗😍
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYYA (Selesai)
Teen Fiction(FOLLOW COMMENT AND VOTE) Warning⚠ Banyak adegan berdarah!! "Gue maunya lo gimana dong!" "Gak! gue gak bisa!" tolak lelaki di hadapan gadis berpakaian hitam itu. "Lo cuma bilang gak bisa bukan gak mau ...." "So, lo mau dong sama gue!" "Lo pikir mana...