"Apakah pasien akhir-akhir ini tidak meminum obat yang sudah saya sarankan?"
"Obat?" tanya seorang pria yang memakai jas abu-abu dengan paduan dasi hitam.
"Iya. Apakah Anda tidak tahu masalah ini?"
tanya dokter kembali"Saya tidak tahu. Apa dokter bisa memberitahu saya?"
"Pasien mengalami penyebab kanker hati staduim akhir. Penyebab kanker hati adalah mutasi atau perubahan sel-sel pada organ hati, yang berakibat tidak terkendalinya pertumbuhan sel, sehingga membentuk tumor. Kendati demikian, penyebab dari mutasi sel tersebut belum diketahui secara pasti."
"Apakah masih bisa disembuhkan?"
"Sayangnya tidak bisa. Kemungkinan kecil pasien bisa sembuh dari penyakit ini. Apalagi, pasca kecelakaan ini." Pria berjas abu-abu itu langsung bangkit dari duduknya, kemudian pergi dari ruangan dokter. Hatinya sangat sakit saat mendengar kabar yang sangat menyedihkan seperti ini. Padahal, ia baru beberapa bulan bertemu dengan Athanya. Tapi, kenapa takdir kembali ingin merengutnya lagi dari dirinya? Apakah ia dan Athanya memang tidak berjodoh? Tapi mengapa?!.
Membuka pintu ruangan yang di tempati oleh Rayya dengan pelan, dengan segera ia memeluk tubuh yang dipakaikan beberapa alat rumah sakit. Kalau bisa, ia saja yang seperti ini. Jangan Rayya. Ia menyesal akibat tidak bisa menjaga Rayya tadi, tidak mengikutinya saat ia mengetahui kondisi Rayya yang sangat kacau, dan membiarkan Rayya mengendara motor sendiri.
"Anggara sialan!" umpatnya, ia kesal pada Anggara juga dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga Rayya.
"Ayya, Kak Fakih disini. Maafkan kakak yang tidak menemuimu secara langsung. Setelah kecelakaan waktu itu, aku dibawa ke Singapura Ay. Padahal aku tidak mau, tapi Mama memaksanya. Aku bilang, aku tidak ingin jauh denganmu. Aku hanya ingin berada disisimu, hingga rambut kita berdua dipenuhi dengan uban. Tapi, Mama bilang, kau tidak peduli denganku. Bahkan saat aku koma, kau tidak menemuiku. Hati ini sangat sakit saat mendengar kabar itu. Aku tidak pernah percaya dengan ucapan itu Ay."
Fakih menggenggam tangan Rayya erat, air matanya meluncur begitu saja tanpa permisi. "Cepat sembuh sayang," ucapnya sambil mencium punggung tangan Rayya.
Fakih merebahkan kepalanya di atas punggung tangan Rayya, air matanya tidak pernah berhenti. Ah, sepertinya ia harus mengabari Anggara tentang ini.
Angga
Rayya kecelakaan, sekarang ia berada di rumah sakit Citra.Setelah mengabari Anggara, ia beranjak dari duduknya. Kemudian ia pergi untuk mencari makan. Semalam, ia cemas dan tidak sempat untuk makan.
Ting
Suara lift yang terbuka. Dengan segera, Fakih memasuki lift tersebut dan menekan tombol satu. Tak lama, ia sampai di lantai satu, ia pergi ke arah kantin yang masih ramai.
"Nasi uduk satu, sama susu hangatnya."
"Ditunggu Mas."
Fakih mencari tempat duduk yang kosong setelah mendapatkan makanan yang ia pesan tadi. Perutnya sudah tidak bisa menahan lapar lagi. Dengan cepat, ia mencuci tangan dan memakan nasi uduk itu. Sudah lama, ia tidak memakan nasi ini. Ia merasa kembali pada masa lalunya, saat ia masih tinggal di panti asuhan.
Setelah selesai dengan makanannya, ia pergi keluar rumah sakit. Hari ini, ia sedikit sibuk dengan beberapa pekerjaan kantor dan lainnya.
"Anggara!" panggil Fakih saat ia melihat Anggara sedang melepas helm dari kepalanya.
Anggara menoleh, ia menyipitkan matanya. Karena siang ini, sinar matahari begitu panas.
"Kak?"
"Jaga Rayya sebentar, kakak ada urusan."
"Oh, oke."
Setelah mendapatkan jawaban dari Anggara, Fakih menghela napas dan melanjutkan langkahnya yang tadi tertunda.
Anggara berlari menuju ruangan Rayya, jantungnya berdetak begitu kencang, ia bahkan tidak bisa mengendalikannya. Anggara merutuki dirinya sendiri, ia begitu ceroboh karena lupa membawa helm untuk Rayya. Andai saja ia tidak lalai begini, pasti Rayya sekarang baik-baik saja.
Ia menerobos masuk saat tiba di ruangan Rayya. Terlihat, Rayya dengan beberapa alat rumah sakit berada di tubuhnya. Air mata Anggara mulai menampakkan dirinya, hingga menyentuh pipi di temani dengan air hidung yang mulai keluar.
"Maaf Ra. Kalau jarum jam bisa gue putar, gue gak akan lalai kek gini," lirih Anggara dengan satu tangan yang ia gunakan untuk mengusap air di hidung. Sedangkan satu tangannya lagi, ia gunakan untuk menggenggam buah apel yang ada di nakas Rayya.
"Gue minta buahnya satu yah. Soalnya, balik dari markas gue langsung ke sini. Gak keburu makan."
Anggara makan buah apel tersebut. Satu persatu, buah yang ada di piring pun habis tanpa sisa. Anggara bahkan tidak menyadari, kalau dirinya menghabiskan lima buah apel.
"Kenyang banget perut gue, padahal makan cuma beberapa buah doang."
Perlahan, mata Anggara mulai menandakan kedatangan tamu atau biasa disebut mengantuk. Anggara merebahkan kepalanya dipinggir kasur, dekat dengan tangan Rayya. Semalam, ia harus membereskan kasus sendirian. Hingga ia tidak bisa tidur.
"Cepat bangun Ray, gue rindu candaan kita. Rindu juga sama senyuman lo," ucapnya, lalu ia pergi ke alam mimpi. Semoga dalam mimpinya, ia akan melihat Rayya. Doanya dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAYYA (Selesai)
Teen Fiction(FOLLOW COMMENT AND VOTE) Warning⚠ Banyak adegan berdarah!! "Gue maunya lo gimana dong!" "Gak! gue gak bisa!" tolak lelaki di hadapan gadis berpakaian hitam itu. "Lo cuma bilang gak bisa bukan gak mau ...." "So, lo mau dong sama gue!" "Lo pikir mana...