Rayya-26

82 27 20
                                    

"EKHEMM!"

Gara membalikkan badannya, ia langsung membelakakkan matanya ketika sebuah pisau hampir mengenai lehernya.

"Kamu mau bawa kemana Rayya?!" Tanya lord dengan penuh penekanan.

"Saya hendak membawanya ke rumah saya."

"Terima kasih, tapi tidak perlu repot repot Gemintang!" Tolak lord dengan senyum yang begitu manis.

Tapi, bagi Gara, itu bukan senyum yang manis, tapi seperti menyeringai.

"Tapi saya di suruh oleh bunda saya untuk membawa Rayya," ucap Gara dengan tenang, ia sama sekali tidak takut pada orang yang berada di hadapannya ini.

"Tidak bisa, Rayya harus bersama saya!"

"Anda siapa?!"

"Saya? Kamu tidak perlu tahu!"

"Saya harus tahu, karena ini demi kepentingan Rayya!"

"Oh really? Tapi menurut saya, Rayya lebih aman bersama saya."

"Oh yah? Terus kenapa anda baru datang sekarang?!"

"Apa urusannya dengan anda?"

"Jelas ini urusan saya! Saya adalah pacarnya Rayya!"

"Bukankah itu hanya sekedar pura- pura tuan Gemintang?!"

"Darimana anda tahu?"

Gara sebenarnya penasaran dengan wajah orang yang sedang mengobrol eh-ralat, beradu argumen dengannya.

"Saya juga tahu tentang anda."

"Saya rasa, anda sudah sangat tidak sopan." Gara tentu saja kesal dengan orang yang ada di hadapannya ini.

"Dimana titik tidak sopannya?!"

"Mengorek informasi pribadi seseorang!"

"Bukankah anda juga sama terhadap musuh anda?!"

"Darimana anda tahu!" Kali ini Gara mengucapkannya dengan penuh penekanan.

"Itu tidak penting! Saya tahu, anda hanya memanfaatkan Rayya hanya untuk menghindari perjodohan dari kakek anda, bukan?"

Gara menghela nafas pelan, ia mencoba untuk tenang dan tidak terbawa emosi.

"Terserah anda." Akhirnya Gara mengalah untuk beradu mulut yang tidak berguna ini. "Gue seperti cewek aja dah," pikir Gara.

"Dari tadi kek!" Lord mengambil Rayya dari mobil Gara.

"Eh-" ucapan Gara terpotong.

"Anda tidak perlu mengucapkan terima kasih."

"Dih pede kali dia," gumam Gara.

Gara mau tak mau pulang dengan tangan kosong kembali, ia juga heran pada bundanya, kenapa harus Rayya yang di bawa ke rumah.

"Siap siap jadi daging cincang gue."

Gara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, anggap saja ia sedang menghemat bensinnya.

Ia berhenti di warung makan untuk mengisi perutnya yang lapar. "Bude!" Panggil Gara.

"Iya den?"

"Seperti biasa bude."

"Nasi putih, pake ikan asin, urab daun singkong di tambah sambal goreng sama jengkolkan den?"

"Iya bude, minumnya es teh, tapi jangan dingin yah."

"Lah gimana den? Es teh tapi enggak dingin?" Tanya bude sambil menatap Gara bingung.

"Iya bude, es teh tapi jangan yang dingin."

"Nih yah den, dimana mana ada kata es pasti ada kata dingin, dan dimana mana ada dingin, pas-" jeda bude.

"Pas apa bude?"

"Bude lupa konsepnya."

"Yaudah bude bikinin makanan Gara yah, cacing Gara udah minta jatah nih."

"Okelah kalo gitu."

Gara membuka hpnya, ia mencari berita terhangat yang sedang di bicarakan. Ia penarasan dengan hilangnya seorang gadis, kenapa polisi sampai saat ini belum bisa melacak keberadaannya.

"Perasaan gue kagak pernah ngebunuh orang yang tidak berdosa deh," gumam Gara.

"Ini pesanannya den."

"Iya, makasih bude," ucap Gara.

"Sama sama, kalo gitu bude ke dapur dulu yah," pamit bude.

"Iya."

Gara masih fokus kepada hpnya, kali ini ia sedang menonton si pemilik kantong ajaib.

Ting

Unknow

Bersenang senang dahululah, sebelum saya memulai tanggal permainannya. GEMINTANG!

Gara hanya menatap pesan itu dengan malas, mungkin yang ada di pikiran orang itu Gara akan takut.

"Bicit!"

Gara menyimpan ponselnya, kemudian ia makan dengan tangan walau sudah di sediakan sendok oleh bude. Tapi menurut Gara, makan dengan tangan adalah hal terenak walau makanannya hanya sederhana.

"Makanan yang tiada tandingnya," gumam Gara dengan sedikit tersenyum saat makanan itu masuk ke mulutnya.

"Isi energi dulu sebelum tidur dan memulai hidup dengan baik esok pagi."

Gara terus berbicara dengan dirinya sendiri, untung saja warung bude sedang tidak ramai.

"Eh, ini minumnya mana?" Tanya Gara ketika tidak menemukan minuman yang ia pesan, malah ia hanya mendapatkan segelas air putih.

"Bude!" Panggil Gara dengan berteriak.

"Iya den!" Sahut bude dengan teriakan pula.

"Es teh yang Gara pesen mana?!" Tanya Gara.

"Tehnya abis, jadi bude ganti air putih aja."

Mendengar itu tentu saja Gara sedikit tidak percaya, perasaan tadi ia melihat teh masih banyak di dalam toples.

"Oh!"

Gara mau tak mau meminum air putih itu, lumayan kalo hanya air putih gratis.

"Bude! Semuanya berapa?!" Tanya Gara.

"Apa den?!"

"Bude sini deh! Gak enak teriak- teriakan gini!"

Bude akhirnya memunculkan dirinya. "Astaga!" Ringis Gara saat melihat bude  memakai setengah masker wajah.

"Kenapa den?"

"Semuanya berapa?" Tanya ulang Gara.

"25 rebu aja kok den," jawab bude sambil berkaca.

"Bude lagi ngapain?"

"Lagi maskeran! Kamu ganggu aja tadi, jadi gini deh cuma setengah. Setengahnya tumpah ke lantai," jelas bude.

"Yaudah nih Gara ganti, cukupkan?" Tanya Gara sambil memberikan beberapa lembar uang berwarna merah.

"Berhubung bude lagi butuh, bude terima aja deh." Bude menerima dengan malu malu, tentu saja Gara tahu itu hanya akting.

"Kalo gitu Gara pulang yah bude."

"Iya den, hati-hati di jalannya."

"Oke bude."

"Kapan kapan mampir ke sini lagi yah den."

"Iya bude, iya."


Selamat minggu malam, semoga besok hari senin adalah hari yang bahagia.

Guys jangan lupa tinggallan jejak.

RAYYA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang