dua puluh dua

118 22 0
                                    

"ngapain lu kesini?" kata laki-laki itu.

"gua cowoknya luna, elu sendiri ngapain disini bang?" jay bertanya balik.

dia tertawa remeh, "perlu dikasih paham ni. gua abangnya luna, mau apa lu?"

jay spontan melotot, "bang damar kakaknya luna? mampus gua."

"oh abangnya hehe, gua gak tau bang lagian gak pernah keliatan di rumah." katanya basa-basi.

"maklum lah ya, kan gua sibuk kuliah. gini-gini gua ketua himpunan di kampus gua." damar menyombongkan dirinya.

"tapi luna nya lagi gak dirumah, lu cabut aja sana."

"gua tunggu aja bang–"

tiba-tiba ojek online yang ditumpangin luna tiba. ia turun dengan mata sembab, jalan melewati mereka berdua dan langsung masuk ke rumah.

damar yang tadinya memfokuskan pandangannya ke luna sekarang perlahan beralih ke jay.

jay yang sudah memilili feeling tidak enak langsung mencela, "sabar dulu bang, gua bisa jelas–"

dia langsung menarik kerah jay. mengangkatnya sedikit ke atas sehingga membuatnya kesulitan bernapas.

"lu apain adek gua, hah?"

jay berusaha melepaskan cengkraman damar dari kerahnya, "lepasin dulu bang lepasin! gak bisa napas!"

akhirnya damar melepaskannya. ia masih dengan ekspresi marahnya sedangkan jay masih batuk-batuk karena kesulitan bernapas.

"jawab lu apain adek gua?" tanyanya sekali lagi.

"sumpah gua juga bingung banget bang. tadi gua sama dia baru putus–"

mendengar kata putus damar spontan melempar satu pukulan ke arah muka jay.

"AAK! SABAR DULU BANG GUA LAGI JELASIN JANGAN NONJOK DULU!"

"tapi dia gak ada nangis sama sekali dan langsung pergi karena katanya ada urusan. terus pas gua ikutin ternyata dia ke makam seseorang sambil nangis-nangis bawa kue. gua justru kesini mau nanya ke lunanya langsung." lanjutnya lagi panjang lebar dengan napas terengap-engap.

mendengar cerita jay, damar langsung mereda. dia mengerti sekarang, alasan kenapa luna menangis. dan memang bukan karena jay.

"gua lepasin lu sekarang, sekali lagi adek gua pulang dengan mata sembab kayak gitu, beneran abis lu sama gua. pergi sana!" ancamnya.

"tapi gua harus ngomong sama luna dulu bang."

"pergi gak gua bilang! mau pipi sebelah lu gua hajar juga?"

"IYA IYA IYA! INI GUA CABUT!"

bukannya mendapat jawaban, jay malah mendapat memar di pipi kanannya.

luna yang sedari tadi mengintip percakapan mereka dari jendela kamarnya hanya menahan tawa. ternyata jay masih punya takut juga, pikirnya–selain wahana lotte world kemarin.

***

hari ini pertama kalinya luna berangkat ke sekolah sendiri, setelah hampir setiap hari berangkat bersama jay.

sulit untuk diakui, tapi jujur dari hati kecilnya ia merasa sedikit kehilangan. setiap mendapat pikiran-pikiran seperti itu, luna langsung mencoba untuk mengalihkan pikirannya. sebegitu gengsinya ia untuk mengakui bahwa ia sudah nyaman dengan kehadiran jay disisinya.

"tumben sendirian aja, anak buah lu pada kemana." luna menghampiri jay yang duduk sendirian di kantin.

melihat presensi luna, jay merasa tidak nyaman. entah kenapa, bahkan untuk menatap matanya aja sulit, bagaimana untuk berbicara atau bahkan bercanda-bercanda seperti dulu.

"ruang bk." jawabnya singkat.

"ga kaget sih gue."

"eh gimana lima jutanya udah dapet belom?" tanya luna antusias.

di sisi lain jay sangat bingung. ada apa dengan reaksi luna? mengapa ia terlihat saat antusias, yang seharusnya luna sudah menjauh dan membencinya sekarang.

"udah kok."

"YES! jangan lupa traktir gue, awas lu sampe boongin gue. gitu-gitukan kalo bukan karena gue awet-awetin, lu ga akan berhasil."

lagi-lagi jay yang merasa terluka, dan bukan luna. selama ini luna hanya bersandiwara demi keberhasilan tantangan dari anak ppt.

"btw kemaren lu kenapa pulang-pulang mata sembab?" tanya jay.

"hmmm itu.... hmm... gue.... abis nonton drama! iya, kemaren gue diajak ke rumah jihan buat nonton drama. terus sedih banget sampe sembab mata gue, hehe."

satu hal yang jay sadari dari luna setelah putus, sifatnya berubah tiga ratus enam puluh derajat. ia menjadi banyak omong, dan bawaannya lebih santai. sangat beda dengan luna yang dulu. lebih kaku dan selalu ngomong seadanya.

"emang nonton apa?"

"vincenzo."

luna bohong, jay tau luna bohong.

"setau aku– gua itu drama action."

"shit, kok dia bisa tau sih. ketawan boong dong gue."

"gue tuh terharu liat mukanya song joongki, sangking tampannya jadi nangis gue. iya gitu."

jay hanya mengangguk mendengar alasan luna.

"oiya nih gue bawa obat tadi dari uks, maafin abang gue ya. emang orangnya rada brutal gitu, hehe."

luna beralih tempat duduk dari yang tadinya di depan jay, menjadi ke samping kanannya.

luna menepis jarak diantara mereka. mendekatkan mukanya ke arah luka jay. meneliti setiap garis mukanya. dengan teliti mengoleskan salep dan menepel plaster di atasnya.

"kalo gini caranya, gimana gua caranya gua move on lun."

"dah, selesai."

"LUNAAA!" panggil jihan dari kejauhan.

"kamu kemaren pulang sekolah kemana aja, kok gak jadi ke rumah aku?"

hi! sorry aku ngilang berminggu-minggu. rencananya aku mau nyelesain semua draft, supaya nanti tinggal publish semua. tapi belakang ini lagi buntu banget buat nulis.

btw aku juga ganti covernya, sorry kalo kurang bagus. nanti rencananya bakal aku ganti yang lebih mateng, ini buat sementara aja.

cuman mau bilang terima kasih aja buat yang masih baca story ini sampe sekarang, i appreciate every single one of you♡♡

three months, jayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang