dua puluh tiga

122 24 2
                                    

mereka sudah sampai di tempat itu. tempat semuanya berawal. tempat yang merubah lo-gue menjadi aku-kamu. tapi sayangnya mereka kembali menjadi lo-gue kali ini.

banyak hal yang jay sesali saat mobilnya terparkir di tempat ini. momen-momen bahagia itu kembali teringat lagi. bau bunga yang ia beli dadakan itu terngiang lagi. dan yang pasti, senyuman luna saat itu tergambar lagi.

sungguh ia tidak mau semua berakhir seperti ini. ia sudah merangkai sebuah rencana untuk mereka ke depannya. namun ternyata semua tidak berjalan seperti yang ia inginkan.

detik ini ia berharap bahwa ia bisa memutar waktu. ia berharap, untuk tidak pernah melibatkan perasaan di tantangan bodoh yang mereka bikin ini.

"entar ada anak ppt juga."

langkah luna berhenti, "kok gak bilang-bilang sih?!"

"maaf. mereka yang maksa kesini, emang kenapa?"

"takut awkward aja nanti." balas luna.

"kan waktu itu udah pernah main bareng dirumah."

"oiya. yaudahlah ayuk!"

jay bohong. ia yang mengundang mereka, bukan mereka yang insiatif datang. ia yang sekarang merasa canggung berada dekat luna.

mereka berdua duduk bersampingan. dengan rehan dan jaka di depan mereka dan hesa di samping kiri.

suasana canggung. tidak ada yang buka suara di antara mereka.

"kenapa pada diem aja? ga nyaman ya ada gue?" luna buka suara.

"engga kok, engga." jaka cepat-cepat membantah. "justru kita gak enak sama elu lun."

"santai aja kali, gue biasa aja kok."

jaka mengangkat satu tangannya, "gua mau nanya."

"kan waktu itu lu bilang 'kalo gua percaya sama orang kaya lu, gua yang bego' yakan? berarti maksud lu disitu, lu udah tau sifatnya dia dari awal apa gimana?"

"bisa dibilang gitu. banyak yang nyuruh gue jangan deket-deket sama dia." luna menyenggol tangan jay.

"siapa?" hesa penasaran.

"abang gue."

"gua baru tau lu punya abang lun. namanya siapa?" jaka tidak kalah penasaran.

"damar."

mereka berdua menelan ludah. bertatapan dengan satu sama lain.

"damar.... damar arda? damar arda revano? bukan dong...." jaka mencoba menenangkan dirinya.

"iya bener. damar arda revano."

"GOBLOK! LU MILIH ORANG KAGA LIAT-LIAT DULU BACKGROUNDNYA." bisik jaka dengan emosi.

"ELU JUGA MAIN SETUJU-SETUJU AJA! MANA GUA TAU DIA ADEKNYA BANG DAMAR!" bisik hesa balik.

akhirnya dua orang itu selesai dengan bisik-bisikan mereka karena jaka menyadari sesuatu– dua orang lainnya terlihat sangat santai.

"ngemeng-ngemeng lu berdua ngape santai begitu, JANGAN BILANG..." jaka menutupi mulutnya dengan kedua telapak tangannya.

"lu kira pipi gua bonyok karena siapa?" jay menunjuk ke arah plaster di wajahnya.

pandangannya beralih ke arah rehan.

"waktu mpls gua pernah liat bang damar nganter luna." jawabnya santai

"YA BILANG DONG ANAK GANTENG, IH GUA ULEK JADI RUJAK JUGA LU BERDUA. kalo ketawan bang damar bisa dipenggal kita."

"gak lah, santai aja gua gak bakal ngadu kok. entar yang ada lo semua yang di ulek jadi rujak."

mendengar itu jaka makin menjadi dramatis. memang seharusnya mereka tidak memulai semua ini, karena sekarang semua jadi berantakan.
sampai disitu perbincangan mereka soal damar karena perut mereka sudah tidak bisa diajak berkompromi. memang dari awal tujuan mereka kesini adalah untuk makan.

saat semua sudah selesai memesan, luna masih sibuk membolak-balikan menu. ia tidak yakin harus memesan minum apa.

"coba lemonadenya aja lun, gua juga pesen itu kok." rehan mencoba membantu.

"luna gak suka lemon. sparkling waternya aja satu mas." kata jay ke pelayan.

setelah itu mereka menikmati hidangan dalam diam.

"ngeri banget kartunya warna item." ledek jaka saat jay mau membayar.

"bukan maen emang tuan muda kita." hesa menimbrungi.

"brisik. bukan duit gua juga ini. gua ke toilet dulu."

balik dari toilet jay bisa melihat rehan mendekati luna untuk berbicara sesuatu. tidak seharusnya ia merasa seperti ini. tapi mau gimana lagi, ia tidak bisa menahan perasaannya.

"dia berangkat sama gua, pulang juga sama gua. udah ya gua balik." ia langsung menggandeng luna keluar dengan muka datarnya.

hari ini moodnya terlihat tidak bagus. mau sekeras apa ia coba untuk menutupinya. tapi mereka semua pasti tau, bahwa jay sedang tidak baik-baik saja.

"main bareng kaya tadi seru ya." luna mencoba mencairkan suasana.

"biasa aja tuh." jawabnya singkat.

"lu dari tadi kenapa sih? lagi gak bagus moodnya?"

"gak kok."

"kaya cewe lu 'gak kok' bilang aja kenapa, hm? masih sakit pipinya? atau apa?"

"jangan nanya terus lun, entar gua salah paham lagi."

akhirnya luna terdiam. jay juga terdiam. sepanjang perjalanan mereka sibuk bertengkar dengan kepala masing-masing.

three months, jayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang