Bagian 1

57 12 4
                                    

Sepotong cakar harimau yang telah dikeringkan diletakkannya di atas secarik potongan kain putih kecil yang sudah tidak terlalu putih lagi, kain bekas pakai. Beberapa kalimat dalam aksara Arab gundul telah dituliskan pada potongan kain itu, doa-doa keselamatan dan perlindungan. Sepasang tangannya yang kekar namun telah sedikit keriput kemudian melipat kain putih kecil dihadapannya untuk membungkus cakar harimau itu dengan hati-hati, dan berkali-kali hingga bungkusan itu tinggal berukuran seujung jari kelingkingnya saja. 

---

Hilda sedang berjalan menyusuri jalan setapak di bawah rindangnya pohon-pohon Meranti di sebelah selatan kampus ketika sahabatnya, Ayu, menepuk pundaknya lembut dari belakang.

"Hai," seru Ayu ceria, "Kemana?" gadis berambut panjang itu menjejeri langkah Hilda berjalan di trotoar.

"Tuh," Hilda mengangkat dagunya sedikit menunjuk ke arah tempat tujuannya, kedua tangannya di saku, "Biasa, ATM."

"Ikut ya."

"Yuk, pake nanya. Biasanya kamu juga ikut aku kemana-mana."

Ayu tertawa, digamitnya lengan sahabatnya manja, "Kayaknya kamu perlu beli lagi sweater baru buat dibawa ke Getas deh."

"Aku dah packing jaket, khan. Semalam kamu juga dah nemenin aku packing."

"Iya, maksudku, jaket satu tuh kurang. Denger-denger, praktek umum di Getas tuh berat. Kamu mesti begadang tiap malem di teras ngerjain laporan kelompok. Jadinya kamu perlu bawa tambahan sweater, atau jaket. Masak tiga minggu disana kamu pake jaket yang sama terus. Hiiyy..."

"Oke deeh, ntar habis pembekalan kamu temenin aku shopping."

"Siaaapp, Boss."

Praktek Umum Getas atau biasa disebut PU Getas adalah praktek untuk mahasiswa S1 Kehutanan yang sudah mengambil minimal 100 SKS, biasanya diambil oleh mahasiswa semester lima atau enam. Hilda mengambil 4 SKS PU Getas itu semester ini. 

Menurut senior-senior di kampus, PU Getas ini adalah praktek paling berat untuk mahasiswa kehutanan. Peserta PU Getas akan tinggal di asrama kampus di tengah hutan di Getas, Ngawi selama 20 hari, karena itu acara PU ini selalu dijadwalkan pada saat liburan semester. Selama 20 hari itu mereka tidak diperkenankan pulang ke Jogja. 

Di Getas, setiap hari mereka harus ke petak-petak hutan yang ditentukan untuk mengerjakan tugas praktek yang bisa memakan waktu dari pagi sampai sore, kemudian kuliah klasikal di malam hari dari jam 7 sampai jam 10 dan sesudah itu masih harus mengerjakan laporan kelompok tentang acara lapangan hari itu untuk dikumpulkan keesokan paginya sebelum ke lapangan lagi. 

Jatah petak untuk acara lapanganpun selalu diundi setiap pagi sebelum berangkat, jadi, bisa jadi satu kelompok mendapatkan petak yang jauh setiap hari jika undiannya kurang menguntungkan.

Ruang kelas untuk pembekalan Praktek Umum Getas sudah hampir penuh siang itu. Hilda terpaksa duduk di depan karena hampir semua mahasiswa yang datang lebih dulu akan memilih tempat duduk di belakang. Ayu mengambil tempat duduk di sebelah kiri Hilda. Jam 13.00 tepat, Pak Andri, dosen koordinator PU masuk ke ruangan bersama beberapa co-assisten PU. Seorang mahasiswa gondrong, yang setahu Hilda adalah kakak kelas, hampir terlambat masuk dan segera mengambil tempat duduk di sebelah kanan Hilda. Tinggal kursi itu yang tersisa. Cowok itu sempat melirik ke arah Hilda tajam sebelum duduk.

"Kirain co-ass," batin Hilda, "Ternyata peserta juga."

Acara pembekalan PU itu pertama-tama diisi dengan pembagian kelompok, kebetulan sekali Hilda harus satu kelompok dengan cowok kakak angkatan di sebelahnya yang ternyata bernama Rizal. Sebelumnya, bukannya Hilda tidak kenal, hanya saja Hilda malas menghapal nama kakak angkatan yang tidak jadi co-ass di praktikumnya. 

Setiap kelompok berjumlah lima sampai enam orang, dengan masing-masing tiga cowok dan dua atau tiga cewek. Jumlah mahasiswa perempuan memang lebih sedikit dari mahasiswa laki-laki di Fakultas Kehutanan. Ayu satu kelompok dengan Hilda tentunya. Hilda tentu saja kenal anggota kelompok yang lain, karena selain mas rambut gondrong itu, semua teman satu angkatannya.

Co-assisten yang masuk kelas bersama dengan Pak Andri masing-masing memperkenalkan diri di hadapan kelas. Satu co-ass akan mengampu dua kelompok dan seluruhnya ada lima co-ass, empat laki-laki dan satu perempuan. Co-ass PU Getas ternyata berbeda dengan co-ass praktikum biasanya. Mereka spesial karena senior-senior. Sebagian sudah lulus S1 atau minimalnya sedang skripsi. Co-ass yang mengampu kelompok Hilda bernama Mas Dian. Orangnya tinggi, kurus, berkaca-mata dan terlihat serius.

Acara pembekalan diakhiri dengan tanya jawab. Pak Andri mempersilahkan para mahasiswa untuk bertanya apa saja tentang PU. Awal-awal, beberapa mahasiswa bertanya tentang hal yang serius-serius, seperti tentang laporan. Tapi kemudian ada juga yang mulai bertanya tentang hal-hal yang nyleneh.

"Maaf, Pak. Kalau yang saya dengar dari cerita-cerita senior, kampus Getas angker ya Pak, sampai sering ada yang kesurupan?" yang bertanya seorang gadis berambut pendek yang duduk di pojok belakang.

Suara mahasiswa dalam kelas langsung riuh rendah menanggapinya.

Pak Andri tersenyum tipis, "Tenang, adik-adik... Jadi, sebenarnya begini."

"Ssst...ssttt..," beberapa co-ass memberi kode agar para mahasiswa tenang untuk mendengarkan penjelasan Pak Andri.

Para mahasiswa mulai tenang.

Pak Andri meneruskan penjelasannya, "Jadi, saya kira semua tahu bahwa selain manusia ada makhluk lain yang tinggal bersama kita di bumi ini, misalnya tumbuhan ataupun hewan. Ada juga, makhluk lain, yang kalau dalam agama Islam dijelaskan sebagai jin, yang meski hidup bersama-sama dengan manusia namun sebenarnya memiliki alamnya sendiri. Oleh karena itu, saya rasa penting untuk mengingatkan kita semua bahwa di manapun kita, tidak hanya saat kita di Getas besok, kita punya norma-norma dan sopan-santun yang harus kita jaga. Nah, norma atau sopan santun ini tidak hanya kepada sesama manusia, tetapi juga kepada makhluk-makhluk Allah yang lain. Alangkah baiknya jika kita tidak saling mengganggu. Mengganggu ini yang seperti apa? Misalnya ya, anak laki-laki di hutan mungkin suka pipis sembarangan di bawah pohon."

Para mahasiswa langsung riuh rendah lagi bersorak-sorak mendengarkan penjelasan Pak Andri. Celetukan saling mengejek terdengar bersahutan.

"Hmm...hmm," Pak Andri berdehem untuk menarik perhatian massa di hadapannya agar tenang kembali. Penjelasannya belum selesai, "Kemudian, diharapkan adik-adik juga tidak berlaku aneh-aneh saat di Getas besok, misalnya aneh-aneh dengan bermain jaelangkung. Atau juga tidak usah aneh-aneh dengan membawa-bawa jimat, misalnya."

Hilda mengernyitkan keningnya. Pada saat mengucapkan kalimat terakhirnya itu, dirasakannya pandangan mata Pak Andri menatapnya dengan tatapan yang aneh.

Indigo Dua WajahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang