PAGI! KOMENNYA JANGAN LUPA!!!!
.
.
.Hari itu, dua bulan lalu, Mikaya menuju rumahnya setelah dua minggu tidak pulang sebab pekerjaannya di luar kota. Siaran radio mengisi keheningan di mobil selama perjalanan pulang. “Pak Daris, tolong matiin radionya.” Mikaya lelah, dia menjadi sensitif pada bunyi-bunyian, sekalipun radio itu sedang memutar lagu dari band kesukaannya, Sheila On 7. Pak Daris, si supir kantor mematikan radio mobil, menuruti permintaan atasannya. Mikaya menghela napas panjang, agak sedikit pening memikirkan pekerjaannya di luar kota yang tidak berjalan lancar, adanya ketidaksesuaian kontrak antara dia dan perusahaan lain membuat Mikaya gagal mendapatkan investor.
Dalam hal ini, ingin rasanya Mikaya mengadu pada sang papa. Seperti yang sering dia lakukan sebelum kedua orang tuanya meninggal. Mikaya selalu dibantu dan dibimbing oleh kedua orang tuanya, terutama Papanya dalam menjalankan perusahaan, setiap kali masalah datang, Papanya akan sesegera mungkin membantu Mikaya, setidaknya mengatakan pada wanita itu bahwa akan ada jalan lain, tak perlu memaksakan diri.
Ting!
Bunyi notifikasi singkat di ponselnya membuyarkan lamunan Mikaya. Tersenyum dia saat membaca pesan yang baru saja masuk.
Calon suamiku : By masih di mana?
Calon suamiku : Mas kangen, mau peluk kamu
Mikaya : Malam ini aku pulang, ini lagi di jalan
Mikaya : Mau ketemuan sekarang?
Calon suamiku : Besok aja deh, kamu pasti capek
Calon suamiku : Langsung istirahat ya sayang begitu sampe rumah
Calon suamiku : Love you❤
Pesan itu ditutup dengan Mikaya yang membalas perasaan cinta Jeffiriyan. Setidaknya kini ada Jeffriyan yang mengisi kekosongan di hati Mikaya selepas kepergian orang tuanya. Jeffriyan menjadi sosok teman, kekasih, dan orang tua bagi Mikaya. Hanya Jeffriyan satu-satunya tempat untuk Mikaya bersandar.
Lebih sering pulang dengan wajah tertekuk, Mikaya mendadak sumringah kala mendapati sesosok laki-laki jangkung berdiri di depan pintu rumahnya sambil membawa buket yang berisikan coklat, tak menyangka kehadiran Jeffriyan malam ini, padahal lelaki itu bilang mereka akan bertemu besok. Mikaya berlari ke arah Jeffriyan, dengan sigap lelaki itu menangkap tubuh calon istrinya yang dua bulan lagi akan dia nikahi. Jeffriyan menggendong tubuh Mikaya bak koala. “Hai sayang,” sapa Jeffriyan.
Mikaya tersenyum penuh kegembiraan. Wajah lesu Mikaya yang sejak tadi tercetak, menghilang seiring bibirnya dan bibir Jeffriyan bersentuhan, saling memangut. Jeffriyan membuka pintu menggunakan punggungnya, membawa masuk Mikaya ke dalam rumah. Tanpa melepaskan pautannya, mata Jeffriyan memindai, mencari tempat sepi yang terdekat yang tidak dijangkau oleh asisten rumah tangga. Ruang tamu, menjadi pilihan Jeffriyan membawa Mikaya. “Mas ke kamar aku aja,” kata Mikaya, menyudahi persatuan kecilnya dan sang kekasih.
Jeffriyan tertawa kecil. “Di sini aja deh, kamar kamu ada di lantai dua. Pegel Mas gendong kamu ke sana.”
Mikaya memukul pelan bahu Jeffriyan. “Aku gak minta digendong ya.”
“Emang enggak, Mas sendiri yang mau. Biar Mas puas meluk cantiknya Mas.”
Lagi-lagi Mikaya tersenyum, obat ampuh penghilang pusingnya adalah Jeffriyan. “Miss you so much. Selama dua minggu kita jarang komunikasi, kamu sibuk sama kerjaan, Mas juga,” tutur Jeffriyan.
“Mau kangen-kangenan?” tanya Mikaya malu-malu.
“Perlu kamu nanya gitu sama Mas? Ya maulah!”
KAMU SEDANG MEMBACA
TARUHAN
Fanfiction[17+]Bagi Mikaya, Jeffriyan adalah kesalahannya. Dan bagi Jeffriyan, Mikaya hanya sebatas wanita taruhannya.