.
.
.
Jeffriyan termenung di balkon kamarnya, menatap kosong langit gelap yang tak ada satu bintangpun berpijar malam ini. Helaan napas panjang lelaki itu terdengar. Jeffriyan sakit, terluka dengan jawaban Mikaya beberapa jam yang lalu, jawaban yang membuat jantung Jeffriyan seperti mencelos. Dia sempat berhenti bernapas selama beberapa detik begitu mendengarnya. Mikaya telah menikah kembali, memulai yang baru tanpa memberitahu si masa lalu. “Udah berapa lama?” Jeffriyan bertanya lagi meski tahu setiap pertanyaan yang dia ajukan akan lebih menyakiti dirinya.“Tiga tahun yang lalu. Udah 'kan gak ada yang mau lo tanyain lagi?”
Bagaimana Jeffriyan bisa bertanya lagi, mulutnya sudah terkatup rapat oleh jawaban Mikaya. Enam tahun berpisah bukan waktu yang sebentar, wajar jika Mikaya sudah menikah kembali, melupakan Jeffriyan begitu saja. Apalagi Jeffriyan bukan laki-laki baik yang harus Mikaya kenang selamanya, Jeffriyan bukan pahlawan. Tetapi berat bagi Jeffriyan menerima kenyataan ini. Harapannya untuk kembali bersama Mikaya telah hancur berkeping-keping. Jeffriyan harus berlapang dada, membiarkan wanita yang dicintainya bahagia bersama orang lain. “Kay...” Jeffriyan terisak, dia menutup wajahnya sendiri. Malu menatap semesta yang mungkin sedang mengejeknya terkena karma.
Suara klakson mobil terdengar, perlahan Jeffriyan melihat ke arah rumah di sampingnya. Sebuah mobil hitam yang beberapa hari belakangan selalu Jeffriyan lihat di rumah Mikaya, kembali terparkir di sana. Sebelumnya Jeffriyan bertanya-tanya, mengapa mobil itu selalu ada di sana setiap malam, dan pertanyaannya telah terjawab. Memang sudah sewajarnya mobil itu di sana karena itu rumah tuannya, Gema.
Jeffriyan mengepalkan tangannya, debaran jantungnya semakin menggebu ketika Gema turun dari mobil dan disambut oleh Mikaya di depan pintu. Pelukan hangat yang dilakukan Mikaya dan Gema, mendidihkan hati Jeffriyan. Rasa cemburu, iri, kesal, Jeffriyan telan bulat-bulat. Jadi begini yang Mikaya rasakan ketika melihat Jeffriyan bersama Medina dulu? Jeffriyan benar-benar tak sanggup menatap lebih lama lagi Mikaya dan Gema. Jeffriyan memalingkan wajahnya, masuk ke dalam kamarnya dan membanting pintu balkon.
“Maaf Mas aku peluk mendadak.” Mikaya menjauh dari pelukan Gema.
“Jeffriyan ya?” tanya Gema.
Mikaya mengangguk. “Dia ada di balkon.” Mikaya menatap balkon yang kini tidak ada siapa-siapa.
Gema menghela napasnya. “Kamu berusaha membuat Jeffriyan cemburu?”
“Enggak,” sangkal Mikaya. “Aku aja gak yakin apa dia pernah cinta sama aku.”
“Terus?”
Mikaya mengedikkan bahunya. “Gak tau, aku cuma ngikutin apa kata hati aku. Yaudah masuk Mas, aku udah masakin makan malam buat kamu.”
“Kay, gak usah repot-repot, aku bisa order sendiri.”
Mikaya melepaskan jas kerja Gema. “Ini permintaan Ibu Mas, kamu gak boleh makan sembarangan. Ayo.” Ditariknya tangan Gema oleh Mikaya ke dalam rumah. Mikaya menyajikan makan malam untuk Gema, hal yang rutin Mikaya lakukan setelah kembali ke Jakarta beberapa hari yang lalu. Ratih memberinya amanat agar Mikaya selalu memastikan Gema tidak makan sembarangan. “Besok hari pertama Sina sama Saki sekolah, mereka pengen di antar kamu,” tutur Mikaya seraya menuangkan air minum ke gelas Gema.
“Iya, aku pasti antar. Aku juga udah janji ke mereka.”
Mikaya tersenyum. “Makasih Mas.”
Kedua sudut bibir Gema ikut terangkat. “Sini duduk, ikut makan sama aku.”
“Enggak, aku diet.”
“Diet? Buat apa sih Kay diet lagi? Badan kamu udah tipis kayak tisu.” Bahu Gema menjadi sasaran empuk pukulan Mikaya. “Aduh sakit.”
KAMU SEDANG MEMBACA
TARUHAN
Fanfiction[17+]Bagi Mikaya, Jeffriyan adalah kesalahannya. Dan bagi Jeffriyan, Mikaya hanya sebatas wanita taruhannya.