7. Taruhan

13.5K 1K 271
                                    

150 komen baru next lagi, Babay!!!
.
.
.

Kehamilan adalah hal umum yang diidam-idamkan oleh pasangan suami istri. Jauh sebelum ikatan pernikahan terjadi, sudah pasti ada bahasan mengenai momongan. Tak terkecuali pada Jeffriyan dan Mikaya. Sering keduanya berbicara tentang anak, bahkan sudah menyusun rencana masa depan calon anak-anak mereka sebelum adanya pernikahan. Mikaya senang, membayangkan betapa bahagianya dia dan Jeffriyan membesarkan anak mereka bersama-sama. Namun melihat betapa tajamnya tatapan Jeffriyan dari sofa tunggal yang mengarah kepadanya, menyadarkan Mikaya jika lelaki itu tak pernah mengharapkan adanya anak dari pernikahan singkat mereka.

Suasana di ruang keluarga rumah Joana yang berada di lantai dua, mendadak tegang. Semua orang yang hadir di ruangan ini menunjukkan wajah serius mereka.

“Rujuk,” ujar Jordan memecah keheningan. Semua menatapnya, menunggu ucapan Jordan selanjutnya. “Mikaya dan Jeffriyan jelas harus rujuk.”

“Pa!” Jeffriyan bersuara. Dia sampai berdiri, sangat amat keberatan dengan keputusan tersebut.

“Kamu mau bilang apa hah?” tanya Jordan.

“Aku sama Mikaya gak bisa rujuk. Aku punya Medina, sebentar lagi aku bakal nikahin dia.”

Sakit. Sesak. Mikaya merasakan itu sekarang. Hatinya serasa dicabik-cabik, Jeffriyan bahkan tidak berpikir panjang untuk membela Medina dibanding Mikaya.

“Siapa yang bakal ngerestuin hubungan kamu dan Medina?! Papa? Mama? Kak Joana? Gak akan ada yang ngerestuin hubungan kalian!” Wajah Jordan memerah, emosinya pada si bungsu meledak-ledak. “Kamu dan Medina gak berhak bahagia di atas penderitaan Mikaya. Kamu harus menikahi Mikaya, Jeffriyan. Tanggung jawab, besarkan anak kamu, rawat dia bersama Mikaya.”

“Mikaya hamil, Jeffriyan. Ngurus anak sendiri itu gak mudah.” Joana menimpali.

Nia mengangguk. “Sekalipun kamu gak mencintai Mikaya, kamu harus tetap menikahi dia lagi. Mama yakin, cinta itu bakal tumbuh seiring berjalannya waktu.”

“Tante, Om, dari tadi kalian meminta Jeffriyan menikahi Mikaya, apa kalian gak mikirin gimana perasaan aku sebagai orang yang dicintai dan mencintai Jeffriyan?” tanya Medina.

“Apa?” tanya Nia tak mempercayai apa yang didengarnya. “Medina, apa kamu gak punya malu bilang begitu di depan kami? Kamu sendiri gimana, apa gak mikirin perasaan Mikaya dan calon cucu saya hah? Mikaya mencintai Jeffriyan, dan sekarang dia sedang mengandung anak Jeffriyan. Satu-satunya jalan mereka harus rujuk. Kalau kamu punya hati, baiknya kamu pergi tinggalin Jeffriyan, biarkan anak saya menikah kembali dengan mantan istrinya, Mikaya.”

“Aku gak mau! Aku cuma cinta sama Medina.” Jeffriyan meraih tangan Medina, menggenggamnya erat tak ingin terpisahkan.

“Aku tau.” Sejak tadi hanya menahan diri dan menikmati perdebatan yang menyerang hatinya bertubi-tubi, Mikaya akhirnya bersuara. Dia memandangi Jeffriyan dan Medina bergantian. “Aku tau kalian berdua saling cinta, beda sama aku yang mencinta sendirian. Mas Jeffriyan, kamu gak perlu menikahi aku, aku bisa besarin anak ini sendirian. Kamu jalanin aja kehidupan kamu yang sekarang sama Medina.”

“Kay...” lirih Joana.

Mikaya tersenyum tipis. Senyum kepalsuan yang dia hadirkan untuk menutup luka. “Aku bilang soal kehamilan ini bukan untuk minta pertanggung jawaban Jeffriyan, aku cuma pengen Mama, Papa, Kak Joana, dan tentu Mas Jeffriyan sendiri tau kalau aku lagi mengandung darah dagingnya, itu aja. Soal pertanggung jawaban, kalau Mas Jeffriyan gak mau aku gak masalah.”

“Gak masalah buat kamu, tapi masalah buat Papa, Mikaya,” kata Jordan. “Kalau Jeffriyan masih kukuh sama pendiriannya dan gak mau menikahi Mikaya, Papa akan hapus dia dari daftar keluarga ini, Jeffriyan gak akan mendapat fasilitas apapun dari Papa, termasuk penghapusan namanya sebagai salah satu pewaris Papa.”

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang