22. Sandiwara atau Bukan?

6.6K 655 130
                                    

SIANG SEMUAAAAA!!! JANGAN LUPA KOMENNYA YA!
.
.
.

Orang tua Jeffriyan, tersenyum lebar melihat putra bungsu mereka datang ke rumah sambil bergandengan tangan dengan wanita yang pernah menjadi menantu di keluarga mereka, dan mungkin akan segera kembali menjadi menantu mereka lagi. “Mikaya!” Nia menyambut kedatangan Mikaya dengan gembira, memeluk Mikaya bak putri sendiri. “Duh kangennya nak Mama sama kamu.”

Mikaya tersenyum. Dia membalas pelukan Nia. “Aku juga kangen sama Mama.” Mikaya menarik diri. “Mama gimana kondisinya? Sehat 'kan?”

Nia mengangguk. “Sehat. Kamu sendiri gimana sama calon cucu Mama?” Nia mengusap perut Mikaya yang semakin hari semakin membesar.

“Sehat.”

“Siapa dulu yang jagain? Jeffriyan gitu lho.” Jeffriyan menyahut dengan sombongnya.

Nia tersenyum usil. Dia memukul lengan Jeffriyan. “Nikahin lagi cepet,” katanya.

“Sabar dong Ma, masih proses,” balas Jeffriyan.

Jordan berdehem. “Rencana Papa gak buruk 'kan buat deketin kamu sama Mikaya lagi? Terbukti kamu sekarang udah mulai punya rasa sama Mikaya.”

Jeffriyan melihat Mikaya. Dirangkulnya kembali tangan sang mantan oleh Jeffriyan. “Makasih ya Pa buat rencananya, gara-gara ini aku jadi sadar kalau Mikaya berharga buat aku.”

“Bagus kalau kamu sadar, Mikaya jauh lebih baik dari Medina, Mikaya sopan, sayang sama kamu tulus. Sedangkan Medina? Mama liat matanya aja udah gak suka. Kamu udah putus hubungan sama perempuan itu bukan?” tanya Nia memastikan.

Jeffriyan mengangguk. “Udah Ma.”

“Lega Papa sama Mama dengernya,” ujar Jordan. “Oh ya, kamu gak bareng Jendra ke sininya?”

“Enggak Pa, Mas Jendra berangkat duluan tadi. Emangnya belum sampai?” tanya Mikaya. Sebelum berangkat ke rumah orang tua Jeffriyan, Mikaya sempat mengajak Jendra berangkat bersama. Namun lelaki itu menolak tanpa memberikan alasan yang jelas. Mikaya tahu, penyebab Jendra bersikap demikian adalah karena keributan yang sempat terjadi kemarin.

“Tuh Jendra.” Nia menunjuk ke arah mobil yang baru memasuki halaman rumahnya. Melihat mobil kakaknya, Jeffriyan berdecak malas. Dia dan Jendra belum berbaikan. Jeffriyan tidak akan meminta maaf lebih dulu sebelum Jendra yang meminta maaf.

“Ma, Pa, aku sama Mikaya masuk duluan. Mikaya pasti pegel kelamaan berdiri,” kata Jeffriyan.

“Oh ya masuk aja, keluarga yang lain juga udah pada ngumpul di dalam,” balas Jordan.

Acara kumpul keluarga besar seperti ini rutin dilakukan tiga atau empat bulan sekali oleh keluarga Jeffriyan untuk sekedar memperat hubungan, juga berjumpa sanak saudara yang banyak sibuknya. Kehadiran Mikaya yang notabenenya bukan lagi bagian dari keluarga besar Jeffriyan, mengundang beberapa omongan tak mengenakan dari keluarga Jeffriyan, terutama para tantenya. Mereka beranggapan jika Mikaya tak berhak bergabung lagi dengan acara keluarga mereka. “Kalau ngomongin orangnya tuh ya di depan dong Tante,” celetuk Jeffriyan. Tak sengaja mendengar adik dari sang mama yang sedang membicarakan Mikaya di dapur selagi menyiapkan makan siang.

Jeffriyan pergi ke dapur dengan tujuan mengambilkan air hangat untuk Mikaya yang duduk di ruang keluarga. Namun dia malah mendengar kedua tantenya sedang membicarakan Mikaya.

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang