55. Papa Jeffriyan?

8.5K 745 95
                                    

.
.
.

“Nenek, Opa, di rumah Eyang, Saki suka ambil singkong lho, main ke sawah, main layangan, Saki juga pernah masuk ke parit.” Tak henti-hentinya Saki menceritakan pengalaman dirinya selama tinggal di desa pada nenek dan opanya. Nia dan Jordan agak kebingungan siapa eyang yang Saki maksud, tetapi keduanya tidak menanyakan hal tersebut pada Saki. Mereka ingin menikmati lebih lanjut cerita sang cucu. “Di rumah Eyang juga ada mobil, tapi bukan mobil kayak punya Papa. Mobil Eyang buat angkut sayuran.”

“Papa?” Jordan menggumam. “Jeffriyan ya Ma maksudnya?” tanyanya pada Nia.

“Memang siapa lagi?” Nia bertanya balik.

“Oh iya Nenek, Sina sama Saki juga punya pohon mangga. Buahnya banyaaaaak banget,” cerita Sina.

“Oh ya? Nenek mau dong.” Nia menanggapi.

“Nanti kalau Sina ke rumah Eyang ya Nek.”

“Saki, Sina.” Dari ambang pintu kamar, Jeffriyan memanggil. Di samping lelaki itu Mikaya berdiri. Saki dan Sina bergegas turun dari ranjang, berlari menghampiri Jeffriyan.

“Iya Om?” tanya Saki yang membuat Nia dan Jordan saling bertatapan, terkejut mendengar panggilan Saki pada Jeffriyan.

“Kalian mau es krim gak?” tawar Jeffriyan.

“Mau!” sahut si kembar kompak.

Jeffriyan terkekeh, gemas melihat tingkah anak-anaknya. “Yaudah kita beli es krim yuk.”

“Mommy ikut?” tanya Sina.

Mikaya menggeleng. “Enggak, kalian aja ya sama...” Mikaya menatap Jeffriyan, merasa kurang nyaman memanggil mantan suaminya. “Om Jeffriyan.”

Jeffriyan tersenyum. Tapi tak menghilangkan kepahitan yang dia rasakan. Jeffriyan mendekatkan diri pada Mikaya, akan membisikkan wanita itu. “Mama sakit bukan salah kamu, jangan terlalu dipikirin apa yang Kak Joana bilang,” pesannya. “Ayo Sina Saki kita jajan!” Kemudian Jeffriyan berlalu, meninggalkan Mikaya di ambang pintu. Langkah pelan Mikaya menghampiri Nia dan Jordan.

“Om Jeffriyan? Kamu gak memperkenalkan Jeffriyan sebagai ayahnya anak-anak?” tanya Jordan.

Mikaya menggeleng.

Jordan menghela napas berat. Sementara Nia terdiam paham.

“Untuk sekarang Mikaya belum membuat keputusan tentang itu Pa, Ma,” kata Mikaya.

“Iya Kay, Mama paham. Gak apa-apa,” sahut Nia.

Sedikit kaget Mikaya mendengar respon Nia. Biasanya para orang tua membela anaknya, tetapi Nia menerima keputusan Mikaya, menghormati pilihan wanita itu tanpa mencoba membela Jeffriyan, putra kandungnya. Semakin besar rasa bersalah Mikaya pada Nia dan Jordan. “Mama kenapa masih baik sama Mikaya setelah apa yang Mikaya lakuin?” tanya Mikaya.

“Karena kamu anak Mama.” Jawaban Nia mengundang air mata Mikaya.

Mikaya memeluk Nia untuk kesekian kalinya di hari ini. “Mikaya tau Mama bosen denger kata ini, tapi Mikaya gak tau harus bilang apa lagi, maafin Mikaya Ma. Maaf. Harusnya hari itu Mikaya gak kabur ke mana-mana selain ke pelukan Mama. Gara-gara Mikaya Mama jadi sakit gini. Mikaya nyesel gak pernah ngabarin Mama.”

“Gak apa-apa sayang. Jangan salahin diri kamu sendiri.”

Mikaya mendongak, menatap bola mata Nia. “Mama jangan bilang gak apa-apa terus, marahin Mikaya Ma, omelin, bentak aku.”

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang