59. Spill

5.9K 638 63
                                    

HAI GAESSS
.
.
.

Naege doraogiga eoryeopgo himdeun geol ara
(Sulit dan lelah untuk kembali padaku, aku tahu)

Ije deoneun sangcheobatgiga duryeopgo sireun geol ara
(Sekarang setelah Anda takut, Anda tidak ingin terluka lagi, saya tahu)

Nega tteona beorin geunaredo
(Pada hari Anda pergi)

Mojin mallo neol ulligo
(Aku membuatmu menangis dengan kata-kata kasar)

Dwidora seoseo huhoehae mianhae
(Saya minta maaf segera setelah saya berbalik, maaf)

Lagu dari penyanyi asal Korea Selatan G-dragon untitled berputar, menemani perjalanan Mikaya dan Jeffriyan di dalam mobil menuju kediaman Danela. Jeffriyan tidak membawa mobilnya saat ke tempat pernikahan, dia pergi bersama Erlangga. Dan ketika pulang, Jeffriyan meminta pada Mikaya agar mengizinkannya bisa pulang bersama. Mengingat hari sudah larut, kendaraan minim yang lewat, Mikaya tak menolak permintaan Jeffriyan, dia membiarkan lelaki itu membawa mobilnya. Hitung-hitung Mikaya berterima kasih pada Jeffriyan sebab Jeffriyan sudah menemukan pengasuh baru untuk Sina dan Saki dalam waktu singkat.

Jeffriyan melirik Mikaya yang duduk di sampingnya. Teringat kembali pengakuan mantan istrinya satu jam lalu yang membuat Jeffriyan terkejut bukan main, Mikaya tidak pernah menikah dengan Gema. Harusnya Jeffriyan senang mendengar kabar ini, tandanya dia masih memiliki secercah harapan kembali bersama Mikaya. Namun mengetahui alasan Mikaya belum menikah lagi adalah karenanya, Jeffriyan merasa sangat bersalah dan menyesal. “Secara gak sadar, aku pernah menoreh luka yang buat kamu berujung trauma,” ujar Jeffriyan. Dari ucapan Mikaya sebelumnya, Jeffriyan mengambil kesimpulan jika Mikaya trauma untuk menjalin hubungan serius dengan laki-laki. “Sekali lagi aku minta maaf.”

Mikaya menghela napas panjang. “Gak perlu dibahas lebih lanjut Mas, lo fokus nyetir aja. Sina sama Saki pasti udah nungguin gue.”

Jeffriyan terdiam paham. Dia menambah kecepatan mengemudinya, membelah jalanan ibu kota yang lengang di waktu malam.

Sesampainya di rumah Danela, Mikaya mendapati anak-anaknya telah tertidur.

“Mau langsung pulang Kay?” tanya Danela.

Mikaya mengangguk. Dia akan mengangkat tubuh kedua anaknya, membawa mereka ke dalam mobil.

“Kamu gendong Saki, aku gendong Sina,” kata Jeffriyan kemudian menggendong Sina hati-hati, tak mau membangunkan putri kecilnya. Jeffriyan tersenyum tipis melihat wajah terlelap Sina, hatinya damai sejenak dari kesemrawutan.

“Jeffriyan kelihatan sayang banget sama anak-anaknya,” bisik Danela pada Mikaya.

Mikaya memandangi punggung Jeffriyan yang semakin menjauh darinya. Danela benar, Mikaya tidak bisa mengabaikan perhatian yang Jeffriyan berikan pada Sina dan Saki. Jeffriyan kelihatan tulus setiap kali bersama si kembar, matanya selalu memandang penuh kasih sayang pada Sina dan Saki. Belum lagi akhir-akhir ini Jeffriyan bersikeras ingin andil dalam merawat si kembar. “Gue pulang dulu ya Dan, makasih udah mau gue repotin,” pamit Mikaya.

“Santai aja. Tapi gue harap lo bisa ambil keputusan yang baik buat hubungan Jeffriyan dan anak-anak kalian ke depannya. Jeffriyan tulus sama Sina dan Saki, gue yakin dia gak akan nyakitin mereka. Enam tahun Jeffriyan yang gak berhenti nyariin lo dan anak-anak jadi bukti betapa sayangnya dia sama kalian.”

Sepanjang perjalanan pulang, ucapan Danela berputar di otak Mikaya. Mikaya meragukan keputusannya sendiri yang tidak akan memperkenalkan Sina dan Saki pada ayah kandung mereka. Semakin ragu ketika Sina menahan tangan Jeffriyan agar tidak pergi saat lelaki itu membaringkan tubuh Sina di ranjang. “Sina kenapa bangun sayang?” tanya Mikaya seusai menaruh Saki di ranjang sebelah.

“Papa belum pulang ya Mommy?” tanya Sina parau.

Mikaya menggeleng. “Papa masih kerja.”

“Kalau gitu Sina mau bobo sama Om Jeffriyan. Boleh 'kan Om?” Sina menatap Jeffriyan.

Jeffriyan tersenyum. Dia membelai rambut Sina. “Boleh, Om temenin Sina bobo ya.” Sina membalas senyuman ayah kandungnya, matanya kembali terpejam saat Jeffriyan mengusap keningnya lembut.

“Mas lo pulang—”

“Iya nanti aku pulang setelah Sina tidur,” sela Jeffriyan cepat.

Mikaya tak membantah. Dia berjalan keluar dari kamar anak-anaknya, meninggalkan Jeffriyan bersama Sina dan Saki. “Maafin Daddy, sayang.” Jeffriyan menggumam. “Daddy sudah mematahkan hati wanita yang paling kita cintai.” Seberapa jauh Jeffriyan berlari, sekuat apapun dirinya bersembunyi, Jeffriyan tidak bisa menghindar dari rasa bersalah pada Mikaya.

Jeffriyan menunduk, mengecup kening Sina dan Saki bergantian. Yakin kedua anaknya sudah terlelap kembali, Jeffriyan keluar dari kamar. Dia lalu mencari keberadaan Mikaya, ingin berpamitan.

“Ada Jeffriyan di dalam.” Jeffriyan mendengar suara dari luar rumah. Lantas dia keluar, ada Mikaya dan Gema di teras.

“Eh Jeff,” sapa Gema.

Jeffriyan tersenyum, membalas sapaan rekannya.

“Sina udah tidur, aku mau pamit pulang,” kata Jeffriyan pada Mikaya. “Dan untuk nannynya besok pagi bakal dateng ke rumah kamu.”

Mikaya mengangguk paham. “Tunggu sebentar Mas.” Mikaya mencegah Jeffriyan yang akan pergi.

“Iya?”

“Gue gak akan membatasi lo buat ketemu anak-anak. Terserah lo mau temuin mereka tiap hari, itu malah bagus. Supaya kalian makin akrab dan gue gak bakal susah ngejelasin sama mereka kalau lo ayah kandung mereka.”

“Maksud kamu?” tanya Jeffriyan.

“Sina dan Saki harus kenal ayah kandungnya bukan?”

Jeffriyan tak bisa menahan senyumnya lagi.

“Gue berhak benci lo, gue berhak kecewa sama lo. Begitupun dengan anak-anak yang punya hak untuk tau siapa orang tua kandung mereka sebenarnya. Silahkan perkenalkan diri lo sebagai Daddy di depan mereka, bukan Om.”

Gema ikut mengulas senyum. Dia tahu Mikaya akan mengambil keputusan ini. Mikaya wanita yang baik, sebenci apapun dirinya pada orang lain, masih tersisa belas kasihan pada orang tersebut. Setelahnya Mikaya masuk ke dalam rumah, menyisakan Gema dan Jeffriyan yang hampir menangis.

“Selamat Jeff,” ucap Gema seraya mengusap bahu Jeffriyan.

“Makasih Ma.”

“Gue tau Mikaya bakal begini. Hatinya yang baik gak akan pernah bisa jahat.”

Jeffriyan mengangguk setuju. “Tapi kayaknya bakal susah ngasih pengertian ke Sina dan Saki soal hubungan gue sama mereka.” Jeffriyan menatap Gema. “Apalagi mereka mengenal lo sebagai Papa.”

“Sebenernya, apa hubungan lo dan Mikaya Ma? Dan kenapa anak-anak gue bisa manggil lo Papa?” tanya Jeffriyan.

Gema tersenyum. “Gue numpang ngerokok di rumah lo boleh?”

Sementara di dalam kamarnya, Mikaya melepaskan perhiasan yang sempat dipakainya, mengganti gaun pestanya menjadi gaun tidur, lalu berbaring di ranjang besarnya. Lega perasaan Mikaya kini setelah mengizinkan Jeffriyan lebih dekat dengan anak-anak mereka. Mikaya harap Jeffriyan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang telah diberikan olehnya. “Lo boleh bikin gue trauma Mas, tapi kalau anak-anak lo bikin nasibnya sama kayak gue, gue gak akan tinggal diam.”










Pendek ya? Yaudah gapapa hehe

TARUHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang