HAI HAI HAIIIIIII
.
.
.“Mikaya.” Jeffriyan mengetuk pintu rumah Mikaya. Tak perlu menunggu lama, si tuan rumah langsung membukakan pintunya. Jeffriyan mengulas senyum, Mikaya nampaknya sudah siap bekerja dilihat dari pakaiannya. “Mau berangkat kerja sekarang?”
“Belum, masih sarapan sama anak-anak. Habis itu nganter mereka, baru kerja,” jelas Mikaya. Kemudian tatapannya tertuju pada tiga wanita yang berdiri di belakang Jeffriyan. “Siapa Mas?”
“Ini Kay, pengasuh anak-anak sama yang bakal bantu-bantu kamu masak dan bersihin rumah.”
“Pagi Bu, saya Dayu.” Salah seorang wanita berambut sebahu dengan tubuh tak terlalu tinggi memperkenalkan diri.
“Saya Siti Bu.” Lainnya menimpali.
“Kalau saya Cici. Saya bisa masak, bersih-bersih rumah, dan semua pekerjaan yang menyangkut rumah tangga bisa saya selesaikan.”
Mikaya tersenyum kikuk. Agak kaget sebetulnya dengan kedatangan tiga orang wanita tersebut. “Saya Mikaya. Sebentar ya.” Mikaya tiba-tiba menarik tangan Jeffriyan masuk ke dalam, membawanya ke dekat tangga menuju lantai dua yang sepi. “Mas lo ngapain sih?”
Kening Jeffriyan mengerut bingung. “Lho emang aku ngapain?”
“Itu bawa pengasuh banyak banget. Gue cuma butuh satu Mas.”
“Anak kita dua Mikaya.”
Mikaya berdecak. Ucapan Jeffriyan tak salah. “Oke dua pengasuh masih gue terima. Tapi kenapa tiga?”
“Aku 'kan udah jelasin tadi. Dua pengasuh buat Sina sama Saki, dan satunya buat bantu kamu beres-beres rumah atau masak. Mikaya, kerjaan di kantor itu bukan kerjaan sebentar, apalagi posisi kamu sebagai ketua mengharuskan kamu kerja lebih ekstra dibanding karyawan lain. Kamu juga kadang dituntut keluar kota. Kalau gak ada yang bantu kamu beresin rumah, kamu bakal kewalahan sendiri, ujung-ujungnya kamu bakal kecapean dan sakit. Emang kamu mau liat anak-anak sedih karena Mommynya sakit?” Mikaya diam tak bisa menjawab. Lagi-lagi perkataan Jeffriyan membuatnya kalah telak. “Gak usah khawatir, aku yang bakal bayar gaji mereka.”
“Gak Mas, biar gue aja.”
“Aku. Aku yang bawa mereka ke sini.”
“Gue aja.”
“Aku.”
“Mas...”
“Kay...”
Mikaya menghela napas panjang. “Bagi dua atau lo bawa mereka lagi.”
Jeffriyan tersenyum. “Yaudah, tapi aku 99% nya.” Belum sempat Mikaya protes lagi, Jeffriyan lebih dulu keluar, meminta para pengasuh anak-anaknya agar masuk ke dalam rumah. Jeffriyan memperkenalkan ketiganya pada Sina dan Saki yang sedang sarapan. Sina dan Saki kelihatan senang dengan kehadiran Dayu, Siti, dan Cici.
“Mommy, boleh Sina ajak Mbak Dayu, Mbak Siti, sama Mbak Cici makan bareng?” tanya Sina.
“Boleh dong,” sahut Mikaya tanpa ragu. Dia tidak mempermasalahkan ketiga pekerja di rumahnya makan bersama dengannya atau anak-anaknya di meja makan. Mikaya tak mau menjadi tuan rumah serakah. Di sisi lain Mikayapun ingin mengajarkan pada putra putrinya agar tak membeda-bedakan orang berdasarkan status sosial maupun pekerjaan. “Ayo Mbak kita sarapan bareng. Tapi maaf, saya cuma buat roti bakar karena gak sempet masak. Kalau Mbak mau sarapan yang lain gak apa-apa, order aja, nanti biar tagihannya saya yang bayar.”
KAMU SEDANG MEMBACA
TARUHAN
Fanfiction[17+]Bagi Mikaya, Jeffriyan adalah kesalahannya. Dan bagi Jeffriyan, Mikaya hanya sebatas wanita taruhannya.