Part 9: Unclear

5.9K 685 43
                                    

Saga menelungkupkan tangan di wajahnya, lalu tangan itu kembali menampung air dari keran wastafel Terminal 2 Bandara Seokarno Hatta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saga menelungkupkan tangan di wajahnya, lalu tangan itu kembali menampung air dari keran wastafel Terminal 2 Bandara Seokarno Hatta. Toilet ramai  dipadati berjubel makhluk bernyawa yang dinamakan manusia secara bergantian melaksanakan kegiatan biologis mereka. Aroma khas urea dan saudara-saudaranya dari urin tuannya tak lantas membuat Saga terganggu. Lumayan lama Saga memandangi cermin yang menampilkan wajah tidak beraturannya, kumis yang mulai tumbuh tipis tak terawat, lingkaran hitam yang terlihat jelas seperti panda. Meski tidak terlalu loyo-loyo amat, namun Saga tak menyangkal bahwa dia lebih mirip mayat hidup ketimbang manusia sehat.

Obsidiannya melirik sekilas jam tangan berwarna cokelat yang melingkar di tangan kirinya, pukul sembilan lebih lima belas menit. Saga merengut heran karena seharusnya sekarang, di Cengkareng, sudah tampak sore sebelum tersadar satu hal dan tertawa kecil, benar, jam ini telah rusak pasca dirinya kalut kemarin malam dan membanting hadiah--pemberian Garin di ulangtahunnya ke dua puluh tujuh, di dalam kamar hotel yang tentu saja kejadiannya terjadi pasca bertemu perempuan itu sore harinya.

Berjalan lamban, Lelaki itu menggeret koper 14 inch dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya mengangkat panggilan dari seseorang yang ia sebut Mama.

"Halo Ma?" Beruntung ketika sampai di bagian depan terminal, supir taksi dengan tubuh tambun sigap membantu dirinya untuk membawa barang-barang ketika ia hanya mengkode dengan satu jentikan telunjuk. "Iya, Saga baru landing, i am totally dizzy."

"Pulang ke rumah?" Saga mengerutkan kening mendengar ajakan ibunya di seberang sana. "Lagi kenapa Ma?"

"Is it good or bad?"

Semakin malas saja Saga mendengar penuturan ibunya yang tidak jelas, acara makan malam di rumah kedua orangtuanya malam ini, bukan dalam rangka apa-apa, ini murni karena ibunya masak banyak? mengherankan.

"Ma..." Saga meneguk liurnya dan memejamkan mata, ketika nama Garin disebut sang ibu. "Please dont...."

Tak ingin berlama-lama karena ibunya terus memberondong banyak pertanyaan soal hubungan dia dan Garin, Saga yang menyerah dengan keadaan hanya sanggup berpamitan kepada sang ibu dengan alasan lelah.

Jujur saja, Saga masih kepayahan menyusun emosinya. "Saga tutup ya Ma, bye..."

Sudut bibir Saga terangkat sedikit, ia mengerti sekarang. Ibunya sengaja ingin dia menjelaskan banyak hal dengan alibi undangan makan malam itu, dan tentu saja Saga keberatan menceritakan buruknya akhir kisah Garin dengan dia. Cepat-cepat ia merogoh saku celananya dan menghubungi sang ibu dengan pesan singkat.

To: Mama

Ma, i'm not going. Kerjaan Saga numpuk ternyata.

Sedikit berbohong atas nama pekerjaan mungkin akan melindunginya dari tuntutan penjelasan untuk keluarganya. Dan kini, Saga  butuh sesuatu untuk mengalihkan pikirannya. Sekotak rokok dari kantung jas yang ia kenakan adalah pilihan terakhir.

Marrytime ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang