Part 10: Flipped

5.8K 647 36
                                    

Sabtu, minggu, Senin, selasa, rabu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sabtu, minggu, Senin, selasa, rabu.

Mata Kia melihat kalender meja di nakas putih samping terduduk di ujung ranjang apartemen Bica. Dibilang resah, siapa yang tidak? ia harus menjalani prosedural tes chorionic villus sampling untuk bayi dalam kandungannya besok siang. Kia bahkan masih ingat dengan saran dokter pagi kemarin yang cukup kaget bahwa dia dan Saga--atau lebih tepatnya keluarga Saga, menginginkan prosedural tes ini demi mengetahui kesehatan janin--sekaligus kecocokan DNA bayi yang dikandungnya ini dengan sang ayah. Setiap hari, banyak sumber yang ia kumpulkan untuk memastikan prosedur ini aman untuk dilakukannya, namun, dikuatkan dengan ujaran dokter dan didukung dengan informasi terkait yang bisa ia temukan dengan mudah di internet, prosedur ini mendatangkan banyak resiko berat, yang usia kehamilannya cukup saja dapat memiliki tingkat kerentanan, apalagi dengan umur janin di perut Kia. Masih 9 minggu.

"Kiiiii, ngapain sih?"

Kia menoleh ke sumber suara, Rana sedang bermain denga kucing Kia yang baru diambilnya dari dokter setelah dirawat hampir 2 minggu karena terserang PV, panleu Virus. "Ngapain apa?" tanya Kia.

Bica yang juga memperhatikan Kia yang sedari tadi sibuk dengan kalender, bukannya malah menghafal materi yang katanya akan dipresentasikan besok, sesuai dengan penuturan Kia tadi siang. "Lo ngeliat kalender kayak besok bakal kiamat aja, due date masih lama kali Kiiiii!" Nora tertawa, ia memasukkan satu potong daging rendang yang beli dari rumah makan Padang di dekat apartemen Bica sebelum naik tadi.

"Besok..." Kia bangkit, ia melihat ponsel demi memastikan bahwa Saga belum sampai di parkiran untuk menjemputnya--sesuai janji dia tadi pagi. "Besok gue tes chorionic villus sampling. Buat kesehatan janin gue sih, tapi kayaknya untuk tes DNA juga."

"Ehhhh?" Nora menghentikan makannya, meski tangannya masih kotor, tungkai jenjang Nora berjingkat-jingkat di atas karpet bulu milik Bica demi menghampiri Kia yang mengangguk.

"Iya, tes dna, lebih tepatnya janin di perut gue anaknya Pak Saga."

"Whaaaaat?" Bica langsung browsing terkait tes DNA pada janin dan marah-marah setelah membaca sebagian informasinya. "Sinting, ini Pak Saga yang nyuruh? kan lo udah pastiin nggak ada yang lain selain Pak Saga, Ki? bahkan anak itu bukan punya Deva, kan Ki? Kok dia tega?"

"Mana, Ca, mau liat juga." Rana merengek, Bica melirik sekilas lalu menyerahkan ponselnya. Respon yang sama terjadi dua kali.

"Ih.... kan lu masih hamil muda.... apa nggak bisa nunggu nanti-nanti aja? lagian ngapain mesti tes DNA segala sih? nggak percayaan amat si Sagara Adipati."

"Ayo kita kroyok aja deh Pak Saga!" Nora ikut emosi, walau tak ikut membaca apa yang Bica dan Rana baca. "SInting tuh orang."

"Shut!" Bica menempelkan jari telunjuk di bibirnya. "Dengerin Kia dulu. Jelasin Ki."

"Seminggu yang lalu gue ke rumah ornagtuanya Pak Saga." Kia menggaruk hidungnya yang mendadak gatal.

"Iya, kita udah tau, terus intinya?" Rana tak sabaran dan langsung meminta inti cerita dari Kia.

Marrytime ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang