Part 12: Untold

5.8K 591 62
                                    

Minoritas manusia di jurusannya telah menyadari hal yang cukup janggal dari pakaian Kia beberapa minggu belakangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Minoritas manusia di jurusannya telah menyadari hal yang cukup janggal dari pakaian Kia beberapa minggu belakangan. Tidak ada lagi Kiara dengan kemeja ketat dan jeans high waist yang selalu dikenakannya, tidak ada lagi Kiara yang mengenakan kemeja crop, dipadankan dengan rok tenis ala korea yang bahkan tidak mencapai lutut. Aneh tapi nyata, Kiara ke kampus minus dengan heels yang selalu melekat di kakinya. Mana ada kitten heel, platform, peeptoe, yang ada hanyalah sepatu Monk, atau flatshoes bergaya balerina atau malah sneakers.

Kiara ingin menutupi perutnya. Maka dari itu, Jumper dan beragam hoodie kini mengambil alih hidupnya, menjadi pilihan paling aman. Jajaran blouse yang tak pernah ia sentuh dan bertengger indah di lemari kebagian melekat di tubuhnya dan menemani Kia berkuliah. Awalnya memang biasa, mungkin seorang Kiara memang kehabisan baju untuk dikenakan, tapi beberapa orang kelewat peka begini, yang membuat Kia kelabakan menjawab tanya.

Namanya Nia, salah satu anggota di UKM keislaman kampusnya. Perempuan yang mendadak menanyakan gaya busana Kia usai mereka selesai mengerjakan tugas Virologi di taman dekat aula. "Yah, kok ngelamun Ki?"

"Eh apa?"

"Sekarang kamu lebih sering pakai blouse, jarang loh kamu gini." Nia tersenyum, senyumnya manis. Kia mungkin akan kesal kalau pertanyaan itu keluar dari mulut oranglain, tapi karena gaya bicara Nia yang santun dan sopan, ditambah dengan kepolosan anak santri itu, membuat Kiara segan.

"Ahahahaha, iya. Lagi bosen sama gaya lamaku." Kia menjawab diiringi dengan gerak cekatannya memasukan berbagai macam alat tulis, buku serta laptop yang ia bawa ke tas. "Oh iya, Ni... nanti aku aja yang buat pptnya ya, besok aku nggak bisa ikut kerja kelompok, mau ke Surabaya."

"He em... kemarin Tika udah bilang sama aku, yakan Tik?" tanya Nia menoleh pada Tika yang berbalas anggukan sederhana. "Rindu Papa Mama ya Ki?"

Kia tersenyum lebar dan mengangguk, mana mungkin ia bicara jujur kalau besok dia lamaran. Acara lamaran sepihak yang akan dilakukan keluarga Saga tanpa memberitahukan Papanya.

"Hati-hati Kiara, salam sama Papa Mama ya!" Nia beranjak dan berdiri terdiam. Kia merangkum wajah Nia dengan hati-hati, sambil ikut berdiri, perempuan itu membenarkan posisi hijab Nia yang agak miring.

"Eh, makasih Kia."

"Sama-sama."

"Kia, mau bareng? aku bawa motor."

Kia menggeleng cepat dan mempersilahkan Nia untuk pulang terlebih dahulu. Hari ini dia pulang menebeng Bica, seperti biasanya. Mobil Bica sudah terparkir elegan di lapangan parkir fakultas Kia. Baru saja masuk, Kia diserbu oleh aroma lavender dari mobil salah satu sahabatnya ini.

"Gara-gara lo muntah di mobil gue kemaren nih, gue ganti pewangi."

Kia tertawa keras mengingat kejadian dua hari lalu, saat ia dengan ketidaksopanannya memuntahkan makan siang di mobil Bica.

Marrytime ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang