Part 36: Risk

7.9K 635 193
                                    

Tatapan Kia berpindah dari selimut yang baru ia lipat ke arah celah bagian bawah pintu setinggi 1 cm, ekspresi Kia berubah kelabu saat melihat kaki seseorang bolak-balik ragu di depan pintu kamarnya, kadang berdiri beberapa saat lalu bolak-balik l...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan Kia berpindah dari selimut yang baru ia lipat ke arah celah bagian bawah pintu setinggi 1 cm, ekspresi Kia berubah kelabu saat melihat kaki seseorang bolak-balik ragu di depan pintu kamarnya, kadang berdiri beberapa saat lalu bolak-balik lagi, setiap pagi dan malam, namun orang itu tak pernah mengetuk pintu pun memanggilnya. Tidak usah ditanya siapa manusia itu, bukan Mbok Sirah atau Bi Yati karena kedua wanita yang ia anggap ibu--atau bahkan neneknya sendiri, pasti langsung masuk kamar tanpa persetujuannya lagi, entah untuk menemaninya atau mengantar makanan. Tersangka utama dengan gerak ragu adalah Sagara Adipati, suaminya. Pemilik langkah kaki menyedihkan itu suaminya.

Sudah dua hari dia nggak melihat wajah suaminya, sejak protesan nyalangnya di kamar dan kegaduhan yang ia lakukan tanpa pikir panjang. Dia Menghindar. Kia terdiam sejenak, meloloskan ribuan pertimbangan dalam kepalanya. Gerimis di luar semakin membuatnya mudah berkonsentrasi, langkah itu berhenti, di depan pintunya lagi, tak bergerak entah karena lelah atau karena bersiap melakukan sesuatu.

Dan ketukan pintu adalah jawabannya. Ketukan yang membuat Kia tersentak, menoleh, Kia menicip debar aneh. Diambilnya piayama lucu dari punggung kursi, ia membalut tubuh setengah telanjangnya dengan piyama ungu yang tadinya mendekam di koper, Kia nggak mau pakai gaun tidur satin yang dingin itu lagi, sudah hilang tujuannya memakai pakaian menggoda.

"Kia."

Tarikan napas singkat namun tak bisa menenangkan gundah dari jantungnya, Kia membuka pintu tepat ketika namanya mengalun kedua kali. Bahkan pintu kamar dari kayu jati terasa berat ditarik kalau nggak ikhlas.

Saga bernapas lega, ia tersenyum getir pada setiap detik matanya menangkap wajah Kia yang baru saja membuka pintu kamar. Setidaknya, Saga harus melihat bahwa istrinya masih hidup setelah berulangkali mencoba mengetuk pintu. Kalau Kia izinkan, Saga akan mencoba berlutut dan minta ampun lagi, namun sayang, sebelum ia bicara kata-kata hangat untuk istrinya, si puan yang gerak tangannya terhenti pada kacak pinggang itu berdeham, lalu bersedekap. "It almost 7am. The government doesn't pay you for coming late."

Kantung mata, brewok usia dua sampai tiga hari, dan wajah pucat, perempuan itu disambut muka berantakan suaminya. Kia menelan liurnya dan berjalan maju, mengancing kancing baju teratas Saga yang entah sengaja dibiarkan terbuka atau memang Saga hanya asal mengancingnya. "Kamu pegawai pemerintah, What makes you look like fucking desperate guy so you can't keep up a decent look and properly? If the answer is me and our fight, you absolutely framing your wife as a villain here." Kia menjauh, suaranya nggak bergetar lagi, dia bisa saja berakting di gedung theater sekarang karena mampu menyembunyikan wajah sedih dengan senyumnya.

"I know you hate me, yes you should, but would you like to accompany me and eat breakfast together? I-" Saga menatap nanar wajah Kia yang sembab, dengan cepolan tak beraturan rambutnya yang diikat ke atas kepala. Sayangnya Kia nggak memberi Saga kesempatan untuk bicara, perempuan itu menggeleng dan berjalan memimpin menuruni tangga.

Kia tertawa kecil. "Right i hate you. But lets go."

Saga menunduk sejenak dan berpikir, lalu menyusul istrinya, meski senang karena Kia mendadak berlagak nggak terjadi apapun di antara mereka, namun ia takut di saat yang bersamaan, kalau ada satu keinginannya terwujud, dia ingin memiliki superpower membaca pikiran, dan satu-satunya tempat dimana ia ingin memproyeksikan kemampuannya itu adalah Kiara, istrinya.

Marrytime ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang