Part 24: Off Road

4.3K 439 88
                                    

"Saski

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Saski."

Garin mengamati gerak yang mungkin tak kunjung datang dari tubuh Saski di atas ranjang. Mata Garin merah habis menangis deras. Perempuan itu tidak bermaksud mencelakai kakak kandungnya, dia berani bersumpah. Keadaan Saski di depannya ini membuat dia merasa bersalah. Kalau saja Saski tak berniat mencampuri urusannya, mungkin akan berbeda, ya?

Tadi dokter bilang, kesempatan Saski untuk siuman akan turun drastis jika sudah lewat dari 4 bulan. Jika sudah lewat 4 bulan dan Saski tak kunjung bangun, maka sadarnya nanti dianggap mukjizat. Garin tak ingin Saski menderita jauh lebih lama karena cidera kepala ini. Dia hanya mengharapkan Saski bangun dan kembali sehat, meskipun nanti ketika kakaknya bangun, dia bisa saja dibenci olehnya.

"Saski bangun dong." Tangannya meraih tangan Saski yang bebas dari infus dan menciumnya. "Saski, aku beneran nggak bisa lepas dari Saga. Aku sayang sama Saga."

Tangis Garin datang lagi, bersahutan dengan mesin penunjang hidup di tubuh kakaknya yang terkulai. Tidak ada Garini serakah di depan Saski yang sedang tak berdaya ini, hanya ada Garini si adik yang rindu kebawelan kakaknya.

"Masa aku nikah tanpa kamu, Saski?" Garin menahan air matanya agar tak jatuh lebih banyak. "Aku takut."

Kalau kakaknya ini bangun, Garin akan meminta maaf dan memberi penjelasan jauh lebih baik dari apa yang terjadi di malam itu. Kearogansiannya dalam mendebat membuat Saski tak berdaya seperti sekarang.

Jujur, Garin tahu pasti, membuat Saga menjamah tubuhnya dan memaksa Saga mengkhianati ranjang pernikahan lelaki itu sendiri adalah kesalahan. Namun sekali terjerumus sumur tua keegoisan itu, dia susah merangkak keluar.

Atau lebih tepatnya, dia menolak merangkak keluar.

Karena ini Saga.

"You know the whole story, Saski. Tentang kenapa kita selalu punya bayangan gelap itu." Garin menarik napas panjang. "Our society are forcing and turning us into this bitch." Garin memaksa senyum. Mengingat hidupnya dan Saski yang terlanjur buruk.

Kepalanya langsung terbang soal Benggala bertahun-tahun lalu. Lelaki itu ia pacari sejak SMA sampai kuliah dulu. Tatkala cinta masih ada di hari-hari mereka, Benggala di mata seorang Garin adalah laki-laki yang berusaha untuk jadi baik. Tapi lelaki itu selalu membuatnya merasa menjalani hidup layaknya perhiasan. Benggala membawanya ke seluruh acara besar keluarganya, membawanya ke depan teman-teman lelaki itu sambil bangga bicara yang intinya selalu sama, "Gue punya cewek secakep ini karena gue Benggala."

Garin bermasalah kalau Benggala membanggakannya di depan banyak orang. Menutupi fakta kalau hubungan mereka nggak baik sama sekali. "I put you into my priority so you have to do the same thing."

Padahal hidup seorang Garin bukan hanya tentang laki-laki bernama Benggala. Benggala punya semua hal, jadi Benggala harus punya Garini Eka Puri juga. Pacaran sehat? Mereka tidak sehat sama sekali. Entah sejak kapan Garin selalu memaksakan tawa di depan lelaki itu. Benggala mungkin masih berpikir bahwa dia bahagia. Tapi nggak, Garin sudah tidak bahagia. Hubungan mulai tidak sehat jika salah satu dari dua orang itu sudah tidak merasa nyaman, kan?

Marrytime ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang