Bab 36

771 87 26
                                    

Malam ini Jae Hoon pergi menonton film di bioskop bersama Juri.

"Apa kau suka filmnya?" tanya Jae Hoon.

"Ya. Itu film yang bagus, tuan Lee." jawab Juri dengan wajah berseri-seri.

"Ayolah, kenapa kau memanggilku dengan sebutan itu bahkan ketika sedang berada di luar kantor? Apa sangat sulit memanggilku dengan 'Jae Hoon' saja?"

Juri tidak menjawab, dia hanya tersipu.

"Aku anggap senyumanmu adalah tanda setuju. Mulai sekarang jangan panggil aku 'tuan' lagi saat di luar kantor. Tapi sebenarnya di dalam kantor pun tidak masalah. Aku tidak suka dengan hal-hal yang terlalu formal. Jadi bagaimana, apa kau sutuju?"

"Baiklah, tuan.. Maksudku Jae Hoon-shi." ucap Juri malu-malu.

"Nah, begitu kan lebih baik!" pria itu tersenyum senang.

Seharusnya mereka pergi makan malam setelahnya jika saja salah satu teman Jae hoon yang merupakan pemilik bar ternama di kota Seoul tidak meneleponnya secara tiba-tiba.

Ia memberitahu bahwa Tae young tengah mabuk berat di tempatnya dan meminta Jae hoon untuk segera menjemputnya.

Setelah meminta maaf dan meminta ijin kepada Juri dengan segera pria itu bergegas pergi.

.
.
.
.
.
.

Jae Hoon membopong Tae Young ke kamarnya.

"Berengsek! Kenapa kau selalu begini saat patah hati, huh? Merepotkanku saja!"

Jae Hoon menjatuhkan Tae young ke tempat tidurnya sedikit kasar.

"Hyung..... "

"Hmmm... " Jae hoon bergumam dengan malas.

Ia sudah memperkirakan apa yang akan terjadi selanjutnya. Setelah ini ia harus mendengarkan ocehan pria itu. Lebih tepatnya curhatan hatinya.

"Kenapa aku menjalani hidup seperti ini, hyung? Setiap kali aku mencintai seseorang, dia pasti meninggalkanku. Tidak ada seorangpun yang ingin tinggal bersamaku. Apa kau tahu, hari di saat ibuku hendak meninggalkan rumah kami, aku memeluknya dengan erat dan berkata 'omma, jangan pergi. Jangan tinggalkan aku' aku terus menangis dan memohon, tapi dia sama sekali tidak bergeming. Lalu si jalang Song Hwa, aku sudah memberikan semua untuknya, tapi dia juga berkhianat. Dan sekarang Moon young."

Pria itu menangis tersedu saat menyebut nama wanita itu.

"Aku sangat mencintainya, hyung. Aku belum pernah merasakan perasaan sedalam ini kepada siapapun. Tapi dia juga tidak ingin mempertahanku. Seolah aku ini sampah, mereka membuangku begitu saja."

"Tae Young, keadaan yang membuat Moon young melakukan ini. Aku yakin dia juga mencintaimu. Berikan lebih banyak waktu untuknya, dia hanya sedang terluka."

"Tidak. Dia tidak pernah mencintaiku. Jika dia mencintaiku, dia akan mempertahankanku. Tapi dia melepasku seolah aku tidak berharga."

Jae Hoon menghela nafas. Sungguh ia tidak bisa memberikan nasehat apapun pada orang yang sedang mabuk. Meninggalkannya sendiri pun ia tak tega. Karena di saat-saat seperti ini Tae Young sangat membutuhkan seseorang di sampingnya. Jadi seperti biasa, Jae hoon memutuskan untuk mendengarkan segala isi hati dari pria itu.

"Mungkin seharusnya aku tidak pernah jatuh cinta lagi, hyung. Seperti katamu, aku memang bodoh!"

Tae Young memukul-mukul kepalanya dengan kedua tangannya.

Jae hoon yang melihat itu, segera menahan tangan pria itu agar berhenti menyakiti dirinya sendiri.

"Mencintai seseorang itu bukan kebodohan, Tae Young-ah."

A Pledge to The God (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang