6. Curiga

78.3K 6.3K 46
                                    

      Dini berusaha menarik jemarinya yang di genggam Atha. Tatapan siswa di setiap dia melangkah sungguh membuatnya risih.

"Lepas!" Dini terlihat tidak bersahabat.

Jangan lupakan soal pertunangan mereka minggu lalu, Dini jelas masih marah soal itu karena Atha seenak jidat datang ke rumah dan mengikatnya tanpa persetujuan.

"Gue udah bilang, gue ga akan lepas lo!" Atha tersenyum miring, mengeratkan genggamannya.

Dini menelan emosi. "Satu tahun, apa belum cukup buat lo lupain gue? Kenapa lo harus usik gue yang udah lupa sama lo!" geramnya tanpa melihat kondisi sekitar.

"Masih pagi." Atha malas membahas sesuatu yang pasti berakhir menjadi pertengkaran.

Dini memejamkan matanya sekilas."Gue ga mau nikah, kenapa lo—"

"Lo rusak sama gue. Jadi, lo harus nikahnya sama gue." Atha merespon dengan acuh tak acuh.

Dini semakin emosi, membahas itu malah membuat mood semakin buruk.

"Gue ga butuh pertang—"

"Masuk, nanti gue jemput istirahat." potongnya seraya melepaskan genggaman, mengecup pelipisnya lalu berlalu begitu saja.

Dini menggeram marah, ingin rasanya mencabik-cabik muka so keren itu!

***

"Kabar tunangan lo sama Atha udah nyebar kali." kata Cinady— teman Intan beda kelas.

Dini menatap Cinady dengan wajah semakin di tekuk. "Siapa yang mulai sebar beritanya, Cin?" tanyanya lesu.

"Yuda, temen cowok lo." jawab Cinady seraya mengambil cemilan yang sedang Intan makan.

Dini mendengus pelan. "Kenapa harus di sebar sih! Ihh!" jengkelnya.

"Jadi, lo beneran tunangan sama mantan?" Intan terlihat sedih. "Lo ga undang kita? Gue bukan sahabat lo ya, Din?" lanjutnya bete.

Cinady mengusap bahu Intan sekilas. "Ga usah sedih, Dini pasti punya alasan, yakan, Din?" di tatapnya Dini.

Dini mengangguk cepat. "Dia mendadak dateng, bilangnya juga ke bunda bukan sama gue. Pokonya mendadak, bahkan tadinya gue hampir merit." jelasnya.

Cerita pun mengalir, ketiga manusia itu asyik bergosip. Bahkan kini gosip yang mereka bahas sudah ke topik lain.

Di kantin...

Atha menepuk bahu Yuda. "Da, gue ke kelas Dini dulu." pamitnya seraya berdiri.

"Tahu deh yang udah tunangan." ledek Yuda yang mengundang tawa teman lainnya.

"Nempel terus, pelet Dini kenceng." tambah yang lainnya.

Atha mengabaikan celetukan-celetukan teman di sekolah barunya itu.

***

"Ihh! Ga usah cium-cium kening!" amuk Dini dengan samar kedua pipinya merona.

Atha meraih jemari Dini. "Ke kantin, ayo." ajaknya tanpa melirik Cinady dan Intan yang menonton.

"Ga mau! Gue udah makan!" tolak Dini mentah-mentah, bahkan menyentak tangan Atha agar melepaskan genggamannya.

Atha tersenyum miring dengan menatap Dini tajam. "Lo emang mau ya gue sebar soal—"

Dini sontak menutup mulut Atha dengan telapak tangan lalu menyeret Atha cepat keluar kelas.

Intan dan Cinady beradu pandang, mulai mencurigai maksud Atha tadi. Nanti mereka akan mendesak Dini soal itu.

Kalau saja mereka tidak lupa.

"Plis! Kenapa harus terus ganggu?!" jengah Dini saat setelah mereka sampai di samping bangunan kantin yang memang agak sepi.

"Ga ganggu, gue ga bisa ga deket sama lo." Atha menatap Dini lekat, sudah lama dia ingin mencium, berpelukan bahkan tidur bersama tanpa emosi seperti dulu dengan Dini.

Tapi, kini dia harus sabar. Semua salahnya hingga membuat Dini seperti sekarang walau sebenarnya Dini juga salah.

"Lo gila! Gue— ah kita itu udah putus! Lo ga ngigokan ajakin mantan lo nikah bahkan sekarang tunangan?!" amuknya dengan nafas memburu.

Uneg-unegnya mulai keluar.

Mereka sudah sering membahas soal itu selama seminggu ke belakang, rasanya Dini tidak pernah bosan menyinggungnya.

"Kenapa lo terima?"

Dini kicep, emosi pun mulai bangkit semakin menjadi.

"Kalau8 lo tolak, ga masalah kok. Gue tinggal sebar video kita yang—"

BUGH!

Dini membogem pipi kiri Atha dengan keras lalu membawa langkah  meninggalkan tunangannya yang tengah mendesis sakit dan mengusap pipi.

Dini akhirnya bisa merasakan puas walau sedikit setelah membogem mentah pipi dari orang yang mengganggu harinya itu.

Entah bagaimana lagi dia harus mencari cara agar Atha tidak mengguncang lagi kehidupannya.

***

"APA?!" setelahnya Intan terbahak renyah, untung sedang jam kosong. "Lo bogem, Atha?" lanjutnya masih dengan tidak percaya dan diakhiri tawa.

Dini menekuk wajahnya sesaat lalu tersenyum puas. "Gue yakin pasti membiru atau berdarah, biar tahu rasa!" serunya dengan begitu puas.

"Tapi, Din.." Intan menghentikan tawanya, wajahnya mulai serius. "Apa lo ga curiga? Kenapa mendadak Atha bertindak kayak gitu, ngiket lo." lanjutnya.

Dini terdiam, benar juga. Sebenarnya apa yang di rencanakan Atha? Padahal selama setahun mereka tidak berkomunikasi dan tiba-tiba Atha datang ke sekolahnya lalu mengikatnya.

"Gue curiga, lo coba deh selidikin dia, jangan bisanya berantem! Lo harus cari tahu, Din."

Dini mengangguk. "Dia kepergok selingkuh, kita putus terus hilang kabar, tiba-tiba dia pindah terus ganggu gue dan malah iket gue di status yang lebih serius. Lo bener, tan. Gue jadi curiga.." balasnya dengan tatapan menerawang jauh.

"Gue—" Intan menjeda ucapannya. "Kayaknya gue mau E kuadrat deh, Din." lanjutnya dengan melempar cengiran tak berdosa.

"Mau ee nih, anterin." sambungnya yang di balas dengusan oleh Dini. Padahal tadi sedang serius, walau begitu Dini tetap beranjak dan mengantar Intan.

Ee = 💩

Pernikahan Dini (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang