Atha memapah Dini menuju parkiran sekolah, Dini terlihat lesu dan pucat. Atha sungguh cemas, haruskah dia jujur pada keluarga dan membawa Dini ke rumah sakit?
"Buka."
Atha mengerjap. "Ha? Apa yang di buka?" tanyanya bingung.
"Pintu mobilnya!" dengan lemas dan jengkel Dini bersuara.
Atha beroh tanpa suara di sertai kekehan pelan. Pikirannya memang sungguh amazing!
"Jangan marah-marah." bisik Atha seraya memasang sabuk pengaman Dini lalu menutup pintu dan beralih ke pintu sebrang, tempat kemudi.
Dini hanya rebahan, tubuhnya sungguh lemas dan kepalanya terasa pening.
"Mualnya masih?" Atha membelai rambut Dini sebelum memasang sabuk pengaman.
Dini hanya mengangguk dengan mata terpejam.
"Mau ke dokter?"
Dini menggeleng cepat. "Ga! Malu." jawabnya.
"Kenapa malu? Kita periksa biar-"
"Mau pulang!" potong Dini tegas walau lemas dan terlihat tidak ingin di bantah.
"Iya, sayang." Atha mulai menyalakan mobil, tanpa mendebat atau mengganggu Dini lagi dia fokus ke jalanan.
Atha hanya perlu menuruti kemauan Dini agar bayinya juga bahagia. Atha akan mencoba mengubah sifat buruknya agar Dini nyaman di sampingnya.
"Kalau ketahuan gimana?" isak tangis kembali terdengar.
Atha menghela nafas pelan. "Ga akan gimana-gimana, jangan terlalu banyak pikiran, baby. Anak kita sama kamu bisa sakit." ujarnya penuh perhatian.
Dini sontak menghangat, mengusap air matanya dan mencoba percaya pada Atha.
***"Dini kenapa?" Indah yang tiba-tiba datang berkunjung terlihat khawatir saat Dini lunglai di kasur.
Atha yang mengekor di belakang terlihat agak gugup walau tidak ketara. "Lelah, tadi di sekolah olah raga dan Dini pingsan, bunda." jawab Atha.
"Padahal makan lahap, kenapa bisa? Begadang terus kamu di sini ya?" selidik Indah dengan mengusap rambut Dini perhatian.
"Engga, cuma udah harusnya gini, bunda." suara Dini terdengar sedih, terdengar merasa bersalah karena berbohong.
Indah menekuk wajahnya sedih, diliriknya Atha. "Udah di bawa ke dokter? Atau panggil dokter aja." kata Indah yang membuat Dini membolakan matanya.
"Lebay banget, bunda. Aku tidur besok juga sehat." serobot Dini dengan berusaha tidak lemah.
"Yakin? Kamu pucet, sayang." Indah mengusap kening dan pipi Dini yang panas sekilas.
"Yakin, sekarang anak bunda mau tidur dulu. Main ke mallnya lain kali."
"Siapa yang ajak ke mall, bunda cuma bawa makanan, jengukin kamu," kekeh Indah.
Dini menelan ludah. "Oh ki-kirain mau ke mall juga." elaknya dengan sedikit gelagapan.
"Engga, bunda belum di kasih uang jajan sama ayah, nanti udah sembuh baru anter bunda belanja ya?"
Dini mengangguk.
***"Dini kalau sakit pasti pengennya di peluk terus, bunda ga bisa temenin, jadi kamu boleh peluk, asal jangan sampe yang aneh-aneh ya?"
Atha mengangguk, memeluk Indah sekilas sebelum Indah masuk ke dalam mobil.
"Bunda tenang aja, Atha pasti jagain, Dini." yakinnya. "Hati-hati di jalan, bunda." lanjutnya.
Indah mengangguk.
Atha melirik sopir. "Hati-hati di jalannya, mang." sambungnya.
"Iya, den."
Atha menatap kepergian mobil Indah hingga menghilang lalu kembali masuk untuk melihat Dini.
Dini terisak pelan, sebelah tangannya memijat sebelah pelipis.
"Kenapa? Pusingnya makin parah?" tanya Atha khawatir.
"He'em." Dini semakin terisak, dia pasrah saat Atha membawanya ke dalam pelukan.
"Sini dipijitin, jangan nangis biar ga makin pusing." bisik Atha seraya mengecup pipi dan kening Dini.
Dini bagai balita yang tengah nyaman di pelukan ibunya, dia begitu adem, damai dan nyaman.
Keadaan hening berlangsung cukup lama, Dini terlihat tidak bergerak bahkan nafasnya teratur damai.
Atha meliriknya, ternyata Dini tertidur. Atha beralih mengusap perut Dini sekilas dan beralih ke punggung Dini dengan mengecup bibir terbuka sedikit itu sekilas.
Atha menyamankan posisinya dengan mata terpejam, dia pun akan ikut terlelap agar saat bangun nanti bisa lebih segar.
Keduanya damai di dalam mimpi indahnya masing-masing, terlihat serasi, tampan dan cantik.
***Dengan telaten Atha melepas seragam Dini yang belum sempat di ganti, Atha bahkan mengelap tubuh Dini agar bisa melanjutkan tidurnya dengan nyaman.
"Pake bra tidurnya ga?" Atha menyimpan handuk basah hangat itu ke tempatnya.
Dini menggeleng lesu, dia bahkan tidak lagi bersuara saat Atha menggantikannya pakaian.
Atha mencuri kecupan di perut Dini yang agak menonjol itu, di elusnya pelan lalu memasangkan celana panjang piyama Dini.
"Ih!" Dini bersuara dengan agak lemah. "sembarangan!" amuknya tidak bertenaga.
Atha terkekeh. "Aset kamu punya aku." kedipan genit dia lemparkan.
Dini mendengus pelan.
Atha beralih ke pakaian atas Dini, memasangkannya dengan hendak ingin mencuri kecupan namun Dini lebih sigap.
"Fokus!"
"Aku selalu fokus sama kamu." balasnya dengan berhasil mengecup puncak kesukaannya.
Dini tersentak pelan, dengan sisa-sisa tenaga, di pukulnya lengan Atha sekilas.
"Sebelahnya belum, biar ga iri." kekehnya usil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Dini (TAMAT)
RomansaDi larang keras menjiplak! Andini Maudy Danta. Saat dia masuk SMA, masa di mana sedang nakal-nakalnya, dia memberikan apapun teruntuk sang pacar. Termasuk keperawanannannya. Namun, tak lama mereka putus. Satu tahun mereka hilang kabar, bahkan dia h...