Atha melirik Dini yang tengah mempermasalahkan adegan satu film itu sekilas. Dua perempuan yang sering ngegas itu sama-sama keras kepala.
"Din," Atha memutuskan memisahkan keduanya yang seperti akan adu jambak itu.
"APA?!" sewot Dini tanpa sadar.
Atha menghela nafas sabar. "Ayo, kita pergi." ajaknya.
Dini mengerjap. "Kemana?" tanyanya.
"Temenin ambil baju olah raga di loker."
Intan menggeleng samar. "Manja banget lo, Tha." ceplosnya.
Dini mendengus. "Males, lagi ngobrol sama Intan, ambil sendiri aja." balasnya.
"Ga bisa, anak aku takut kenapa-kenapa, kalian kayak mau adu jambak gitu." terangnya dengan fokus ke ponsel.
"Lebay!" kompak Dini dan Intan.
Atha berdecak. "Ayo, nurut dong, baby." fokus Atha bukan lagi pada ponsel.
***
Dini menatap loker Atha yang berantakan dan penuh dengan coklat itu, apa Atha punya pekerjaan sampingan jualan coklat?
"Bikin penuh aja." dumel Atha jengkel.
"Dari siapa?" tanya Dini dengan menatap Atha yang uring-uringan.
"Orang ga di kenal." Atha membalas acuh membuat Dini penasaran dan meraih satu coklat itu.
Atha tidak menahan, dia membebaskan Dini untuk tahu jalan hidupnya yang di usik perempuan tak tahu malu.
"Penggemar, orang yang suka kamu banyak ternyata." Dini terlihat cuek namun sebenarnya panas hati.
Dini mulai bisa lagi cemburu apalagi hormon kehamilan ikut andil kini.
Atha mengusap kepala belakang Dini dengan mengulum senyum. "Secinta itu kamu sekarang sama aku, hm? Udah bisa cemburu." godanya seraya mencolek dagu dan hidung.
"Cepet ganti seragamnya, aku duluan." Dini tidak membalas, wajahnya terlihat datar.
Atha malah terkekeh dengan cengar-cengir tidak jelas. "Iyah, tunggu di depan, anter aku ke lapangan." balasnya.
***
"Jagain trio, jangan sampe mereka capek." bisik Atha sebelum masuk ke lapangan.
Dini mengangguk di sertai senyum tipis lalu berlalu ke kelasnya.
Intan sudah ada di dalam kelas dengan mulut sibuk mengunyah sedangkan sebelah tangan sibuk menyalin PR.
"Ihh bau apa sih?" Dini merasa mual saat baru duduk di samping sebrang Intan.
Intan menatap Dini yang terlihat ingin muntah itu, apa mungkin Dini ga suka bau cemilannya?
"Gue abisin, tahan, bun." kata Intan dengan tergesa menghabiskan cemilan lalu membuang bekasnya jauh-jauh.
Dini sudah lemas di atas meja, bukan karena bau itu tapi mendadak kembali lemas.
"Karena gue tadi ya?" Intan khawatir dan kembali merasa bersalah.
Cinady datang dengan beberapa box makanan. "Hai, cewek-cewek darting (darah tinggi) biar ga marah-marah, nih gue bawa—"
"Sorry, Cin. Gue ga suka baunya." Dini beranjak. "gue pamit ke UKS, izinin ya." lanjutnya.
***
"Dini." Atha yang tadinya bersiap ingin olah raga pun jadi urung saat Intan mengabari kalau Dini di UKS.
Dini yang hampir terlelap kembali membuka matanya, menoleh dan menatap Atha yang berjalan mendekat.
"Kenapa? Lemes lagi?" bisik Atha seraya mengusap perut Dini.
Dini hanya mengangguk, banyak mencium yang bau dan juga banyak jalan membuatnya lemas.
"Pusing ga?" Atha duduk di pinggiran kasur pasien itu, meraih jemari Dini dengan di hadiahi kecupan.
Dini menggeleng. "Lemes aja sama mual." akunya lesu.
"Udah di makan obatnya?"
Dini mengangguk dengan mata kembali terpejam, dia ngantuk apalagi saat Atha mengusap jemari dan perutnya sesekali.
"Yaudah, tidur aja biar aku jagain." Atha mengecup kening Dini lalu beralih meraih kursi.
***
"Kerja?" Dini muncul dengan piyama berwarna manis, rasanya Atha ingin mengigitnya.
Atha meraih pinggang Dini, menariknya lembut agar duduk di sampingnya.
"Cek semua perkembangan bisnis, mau makan?" Atha membelai pipi Dini lalu bibirnya yang pucat.
"Engga, mual." balas Dini lalu bersandar di bahu Atha.
"Panggil dokter lagi ya? Kamu jangan sampe kekurangan cairan." Atha sibuk bermain ponsel, memanggil dokter langganan Dini untuk memperiksanya.
Atha menyimpan semua pekerjaannya lalu beralih mengusap perut Dini.
"Bayi-bayi, sehat ya, jangan bikin mama kalian sakit."
Dini menghangat, apalagi saat Atha mengecup perutnya.
Atha beralih mengecup bibir Dini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Dini (TAMAT)
RomanceDi larang keras menjiplak! Andini Maudy Danta. Saat dia masuk SMA, masa di mana sedang nakal-nakalnya, dia memberikan apapun teruntuk sang pacar. Termasuk keperawanannannya. Namun, tak lama mereka putus. Satu tahun mereka hilang kabar, bahkan dia h...