Atha meraih piyama yang berserakan dekat pintu kamar mandi dengan sabar. Dia sudah tahu dengan kebiasaan Dini yang satu itu. Jorok dan selalu asal menyimpan barang.
Tidak berantakan maka itu bukan Dini namanya.
"Dia telanjang di luar kamar mandi?" gumam Atha di sertai senyum samar, dia menyesal keluar kamar.
Seharusnya dia melihat dulu sesuatu yang indah itu. Sesuatu yang dia rindu.
Atha menyimpan piyama bekas Dini ke keranjang cucian yang hampir penuh. Dia harus menyuruh Dini mencuci agar mandiri.
Ceklek!
Atha mendongak, menatap Dini yang dibalut handuk sepaha dengan kepala dililit handuk mini. Matanya membola kaget, lucu.
"Ngapain?!" teriaknya seraya mengeratkan posisi handuk yang melilit di tubuhnya.
Atha hanya tersenyum miring. "Nganuin lo mungkin?" candanya.
Dini sontak memukul perut Atha, membuat Atha memegang perut dengan kaget dan meringis sakit.
***
Atha mengecup pipi Dini. "Jangan nakal, oke? Jangan banyak ngegosip juga sama Intan," diusap kepala Dini sekilas.
Dini menekuk wajahnya risih, sejak kapan Atha perhatian? Dari dulu perasaan Atha cuek-cuek bebek.
"Jangan manyun terus, gue hisep mau?" tantangnya yang malah membuat Dini semakin cemberut.
Dini melepas sabuk pengaman dengan mendengus pelan, dia malas merespon Atha.
"Kayak biasa, istirahat gue jemput."
Dini masih tidak merespon, dia hendak membuka pintu mobil namun Atha tahan.
"Salim dulu yang sopan, lo bentar lagi mau jadi istri gue,"
Dini kembali menekuk wajahnya masam, dia meraih tangan Atha dengan judes.
"Cium, jangan cuma di tempel ke pipi!"
"Lo banyak maunya! Ga tahu dir-"
Atha menarik wajah Dini, mencium bibirnya yang hendak berbicara tidak sopan itu.
"Turun sana." usir Atha acuh tak acuh seraya mematikan mesin mobil, meraih kunci dan mulai turun dari mobil.
Dini yang sudah turun pun bergegas meninggalkan Atha, dia tidak mau di gandeng Atha.
Atha tidak menyerah, dia mengejar langkah pendek Dini lalu dia raih jemari lentik yang lembut itu.
"Ke tangkep! Lo ga bisa jauh dari gue, baby." senyum keren terbit.
Untuk sesaat Dini terpesona namun dengan cepat dia tepis agar tidak terlalu hanyut dan kembali sakit.
***
"Kenapa? Kepedesan?" tanya Atha yang mengundang Intan untuk melirik kedua sejoli di depannya.
Miris...
Dia hanya menjadi nyamuk yang rakus makan. Intan melirik sekitar, dia berharap segera menemukan pendamping.
"Ga terlalu." Dini agak menepis tangan Atha yang menyeka bibirnya.
Atha mengangguk kecil. "Jangan pake tangan, nanti kena kulit muka terus kambuh." Atha menahan tangan Dini yang akan menyeka mulutnya.
Dini menahan nafas saat Atha kembali menyentuh bibirnya, menyeka air bakso agak pedas yang berceceran karena sempat Dini lepeh itu.
"Dasar bayi, kenapa selalu bikin gue khawatir sih, gak dulu, sekarang pun sama." ceplos Atha yang mengundang delikan kesal dari Dini.
"Gue ga butuh-"
"Makan, Andini." Atha memasang wajah serius, dia terlalu malas untuk bertengkar dengan Dini.
***
"A-Atha, lo nga-pain?" Dini kelabakan dengan tidak bisa menjauh lagi karena Atha mengukungnya di atas kasur.
"Maunya apa?" Atha mengecup hidung Dini sekilas dengan jarak tidak lagi Atha buat.
Dini berdebar tak karuan. "Kita ga bisa gini, Atha. Cukup kesalahan dulu kita-"
Atha semakin merapatkan tubuhnya lalu menarik Dini agar masuk ke dalam pelukan.
"Gue kangen lo, Andini!" bisik Atha seraya menempelkan bibirnya ke rahang Dini hingga merambat ke bibir.
Atha mengecupnya, beberapa kali dengan lembut. Tidak ada penolakan dari Dini membuatnya berani untuk lebih jauh lagi.
Atha memasukan sebelah tangannya ke dalam piyama Dini, mengusap perut datar itu dengan terus mengulum bibir Dini tanpa cela.
Atha terlihat kelaparan, tergesa, seolah besok dia tidak bisa lagi karena mungkin Dini akan menolak.
Dini mengerang pelan dalam kuluman Atha.
Atha menarik wajahnya dengan masih mempertahankan jarak yang dekat. Nafasnya sama terengah dengan Dini.
"Ta-tangan," Dini menahan tangan Atha yang akan bergerak itu.
Atha tersenyum tipis yang terlihat manis. "Gue cuma pegang, ga mainin dia!" katanya seraya menarik tangannya untuk keluar dari piyama.
Dini terlihat salah tingkah, masih dengan Atha yang mengukungnya itu. Dini mulai tidak karuan dengan perasaannya.
"Gue ga pernah berubah, Andini." Atha menyorot Dini dengan serius. "Waktu yang gue kasih buat lo jauh dari gue terlalu lama," lanjutnya seraya membelai wajah Dini lembut.
"Bagi lo gue mantan, bagi gue lo tetep Andini, pacar gue!" sambungnya.
Dini tidak berkedip, benang kusut dalam hati dan pikirannya kini semakin kusut.
"Lo lepas gue, satu tahun lalu. Itu tandanya-"
"Emang gue bilang lepas lo? Lo marah-marah minta putus dan minta waktu sendiri. Dan itu udah gue kabulin, kecuali putus. Gue ga iyain waktu itu. Gue ajak lo balikan cuma formalitas, sebenernya kita ga pernah putus." potongnya.
Dini mulai bergelut dengan ingatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Dini (TAMAT)
RomanceDi larang keras menjiplak! Andini Maudy Danta. Saat dia masuk SMA, masa di mana sedang nakal-nakalnya, dia memberikan apapun teruntuk sang pacar. Termasuk keperawanannannya. Namun, tak lama mereka putus. Satu tahun mereka hilang kabar, bahkan dia h...