16. Pingsan.

64.8K 4.7K 18
                                    

     Indah melirik Dini dengan heran. "Sarapan apa makan siang? Lahap banget," kekehnya.

Dini sontak menelan kunyahan terakhirnya dengan gugup, apa dia ketahuan sedang hamil?

"Bagus, ga usah diet-diet lagi. Kamu montok, lucu," puji Indah seraya mengusap kepala Dini.

Dini tersenyum cerah, ternyata bundanya tidak curiga ke arah lain. Sungguh lega yang berakhir sedih. Dia terpaksa berbohong.

"Nanti malem tidur lagi di sini? Atha belum pulang?"

Dini melirik Indah sekilas. "Katanya jemput sekarang, nanti tidur di rumah kayak biasa," jawabnya.

Indah mangut-mangut kemudian melirik Antonio yang baru turun.

Dini juga menoleh, menyambut kecupan di kening dari ayahnya dengan hangat.

"Pagi bidadari-bidadari, ayah." ucapnya sambil memeluk Indah dan mengecupnya kilat.


***

Dini melangkah santai keluar pekarangan rumah, di depan gerbang sudah ada mobil Atha yang menunggu.

Atha tidak bisa masuk karena sebentar lagi keduanya akan telat sekolah kalau pamitan dulu.

"Pagi, baby." sambutnya saat Dini sudah masuk dan duduk di joknya, dikecup kening Dini dan perutnya.

"Pagi." sapa balik Dini dengan senyum cerah, pipinya mengembang cantik.

"Gemes," ucap Atha seraya mencubit manja pipi yang mulus nan berisi itu. Atha semakin semangat membuat Dini bahagia.

"Ayo, nanti telat!" kata Dini saat melihat Atha hanya sibuk memandangnya.

"Iya." Atha pun mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, tidak berani ngebut. Bahkan sangat hati-hati.

"Rasanya masih ga percaya," celetuk Dini seraya mengusap perutnya yang membaik, tidak semual kemarin-kemarin.

"Soal?" Atha menyahut dengan masih menatap jalanan yang cukup macet.

"Kamu yang katanya mantan, ternyata calon suami sama ayah dari bayi ini," kekeh Dini dengan manisnya.

Atha sontak mengembangkan senyuman.

"Aku pikir kita beneran jadi mantan, musuhan juga," lagi, Dini mengulum senyum dan terkekeh. "Eh malah tunangan, balikan dan bentar lagi mau nikah,"

Atha menjilat bibirnya dengan semakin mengembangkan senyum, mood Dini pagi hari ini sungguh baik, Atha jadi terbawa positif.

"Aku sih dari dulu udah yakin, kamu emang pas jadi istri dan ibu dari anak-anak aku,"

Apa sih? Kan jadinya Dini merasa terbang, jantungnya menjadi berdebar semakin aktif.

Dini mengulum senyum tersipu nan manis, kalau saja Atha melihat, mungkin Atha akan membawanya ke rumah dan menyerangnya di sana.

Ga deng, kan Atha mau berubah.


***

"Intan! Di mana, Dini?" Atha terlihat kelabakan, nafasnya memburu dengan keringat menghiasi pelipisnya.

"Masih di bantu perawat buat sadar, dia pingsan pas lagi pemanasan," jelas Intan sama khawatirnya.

"Dini udah sadar, neng." kata perawat pada Intan.

Intan dan Atha sontak berjalan menghampiri Dini yang rebahan di kasur pasien.

Intan menutup tirai, takutnya ada yang melihat kemesraan dua manusia yang sebentar lagi akan menikah itu.

"Kamu kenapa keras kepala?! Kamu ga mikirin dia?!" diusapnya perut Dini sekilas.

Dini terisak pelan, pening di kepala dan rasa mual mulai menghantuinya ditambah Atha malah memarahinya.

"Din, apakan gue bilang! Jangan ikutan olah raga!" Intan ikut memarahi.

Sahabat Dini itu sudah tahu semuanya, tentang kehamilan Dini pun tahu. Bahkan dia kini merasa bersalah karena mungkin saja itu benih hasil dari kerja keras Intan dan Yuda saat menjebak keduanya di pesta.

"Kalian keluar! Hiks." Dini memunggungi keduanya dengan memijat pelipisnya pelan, marah ceritanya.

Kemarahan Intan dan Atha sontak menguap.

"Pusing?" tanya Atha dengan suara melembut.

Atha membalik Dini, duduk di samping kepalanya dan memijatnya lembut.

Sesekali Atha menyeka air mata Dini, mengecupnya tanpa menghiraukan Intan yang mengamati keduanya.

"Gara-gara gue sama Yuda, kalian harus nanggung semuanya," Intan kembali sedih.

Atha dan Dini menatap Intan yang menunduk menyesal.

"Lo ga salah, justru tanpa lo gue ga akan bisa deket Dini lagi dan iket dia," kata Atha tulus dan menghargai perjuangan Intan dalam menyatukannya walau mengambil jalan tak baik.

Walau sebenarnya tanpa bantuan Intan pun dia akan tetap bersama Dini, tapi tak apa, dia tetap berterima kasih dengan usahanya dan Yuda.

"Kenapa sedih?" Dini mendudukan tubuhnya, meminta Intan mendekat dan memeluknya.

"Maafin gue, Din hiks.."

Keduanya berpelukan, Atha hanya diam dengan sesekali mengusap punggung Dini.

Pernikahan Dini (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang