Atha menatap Dini yang terlelap dengan sebelah tangan dililit infusan. Dini kembali dirawat, membuat Atha semakin khawatir.
"Istri om juga parah, sering di rawat kayak istri kamu gini," kata Hardan yang duduk di samping Antonio.
"Semoga ga lama ya, om." harap Atha dengan masih menatap Dini yang terlelap itu.
Antonio hanya berkunjung sebentar, setelah kepergiannya, Atha memutuskan untuk duduk dengan mengerjakan pekerjaan yang bisa dia atasi.
Atha mengamati perkembangan saham dengan serius, otak anak mudanya harus diasah dengan giat agar bisa menjadi pemimpin yang bisa diandalkan.
Atha tidak mau Dini kesusahan ditambah ada anak kembarnya yang berjumlah tiga.
Mengingat itu Atha tersenyum, padahal fokusnya masih pada laptop di depannya.
Atha berharap kalau apa yang dia harapkan bisa dia wujudkan yaitu hidup bersama Dini dan anak-anaknya.
Atha berkutat hingga satu jam lamanya, perlahan dia meregangkan otot lehernya lalu melirik Dini yang masih asyik dalam mimpi.
Atha melihat jam di tangan kirinya. "Udah jam 3 siang." gumamnya lalu mematikan laptop.
Sebelum para orang tua datang, Atha ingin terlelap sebentar di samping Dini.
***"Mau minum," Dini mengusap pipi Atha yang berada di depan wajahnya itu.
Atha yang setengah mengantuk itu hanya mengangguk, beranjak sedikit untuk meraih air putih di nakas.
"Nih " Atha membantu Dini minum, menyimpan kembali gelasnya lalu kembali rebahan.
"Tidur lagi aja " Dini menyamankan posisi di dekapan Atha.
"Kamu juga,"
Dini menggeleng. "Udah kelamaan, pusing nanti." balasnya.
"Yaudah, aku juga engga, temenin kamu aja." Atha mengusap punggung Dini, sesekali mengecup kepalanya.
"Mau jalan-jalan, kapan ya kayak biasa lagi, ga cape-cape," nada suara Dini terdengar mengeluh nan lemas.
"Ga akan lama, kata om Anton, istrinya sama kayak kamu," Atha mencolek hidung Dini sekilas.
Dini menatap Atha, mengusap wajah tampan itu dengan satu tangannya. "Kalo sembuh mau ajak jalan kemana?" tanyanya.
Atha terdiam sejenak, berpikir dulu lalu mengulum senyum. "Yang jelas kita harus panas-panasan tiap malem." bisiknya di depan bibir Dini.
Dini mendengus, menoyor pipi Atha manja. "Masih aja kotor otaknya!" gemasnya.
"Biar lebat bulu aku sayang," kikiknya dengan geli.
Dini memerah. "Bulu apa?!" amuknya salah tingkah.
"Kepala." senyum usil terbit.
"Apasih, kepala bukan bulu, tapi rambut!" dumelnya lucu.
"Kepala yang bawah, cinta,"
Refleks Dini meninju manja perut Atha hingga mengaduh, kenapa juga mereka malah membahas bulu dan rambut? Dasar!
"Bahas jalan-jalan ihh!" Dini merengek lucu.
Atha mengeratkan pelukannya, dia suka kalau Dini manja dan merengek. "Iya, mau kemana, ratuku ini pergi, hm?" di pandangnya Dini mesra.
Dini tersipu. "Apa sih!" cicitnya salah tingkah.
"Cie, deg-degan ya?" Atha mencolek dagu Dini lalu mengusap perutnya nyaman.
"Yaiyalah, kalau berhenti ya—"
"Ya dadah." potong Atha di akhiri kekehan.
Dini ikut terkekeh lalu kembali menekuk wajahnya. "Ih bahas jalan, kenapa masih bahas yang lain sih!" jengkelnya.
***Atha menuntun Dini ke toilet, sesekali mengecup atau mengendus rambutnya.
"Mau sekalian keramas, Din?" Atha menutup pintu, membantu Dini melepas celananya perlahan.
"Engga, masih ga enak," Dini duduk di closet dengan damai.
Atha berdiri mengamati. "Udah keliatan," di usap perut Dini sekilas.
"Jangan gitu, aku susah BABnya. Mereka pemalu, Atha!"
Atha mendengus. "Tai masa iya pemalu, ngaco!" gemasnya lalu mengecup gemas kepala Dini.
"Pokoknya liat sana, jangan natap yang lain."
Atha tersenyum usil. "Natap dia ga boleh?" tunjuknya pada dua tempat yang sensitif.
Dini sontak melotot marah nan lucu, terlihat seperti bocah yang takut mainannya di rebut.
"Iya, maaf. Aku tahu, mereka maunya di sentuh. Mana puas di tatap." celotehnya begitu santai.
Dini mendengus dan mengabaikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Dini (TAMAT)
RomanceDi larang keras menjiplak! Andini Maudy Danta. Saat dia masuk SMA, masa di mana sedang nakal-nakalnya, dia memberikan apapun teruntuk sang pacar. Termasuk keperawanannannya. Namun, tak lama mereka putus. Satu tahun mereka hilang kabar, bahkan dia h...