7. Satu rumah

80.2K 7K 115
                                    

      Dini membawa langkahnya menuju kamar dengan terus menangis, dia tidak mau di satu rumahkan dengan Atha. Yang semakin membuatnya sedih adalah pasti keputusan itu tidak akan bisa di ubah, apalagi ayahnya sudah setuju.

Atha dengan sabar masuk ke kamar Dini, dia akan membantunya untuk bersiap karena hari ini dia akan membawa Dini ke rumahnya yang sudah jadi.

"Isi rumah biar lo yang atur, kasur udah ada." Atha tidak terganggu dengan tangisan Dini yang semakin kencang.

Atha meraih koper, membukanya lalu membuka lemari. "Bra lo mau semua di bawa?" tanyanya acuh.

Sebenarnya Atha hanya ingin Dini marah, menghampirinya, melarangnya membantu dan dia sendiri yang berkemas.

Tapi, Dini tidak menggubrisnya, sibuk dengan tangisannya.

Atha menghela nafas pendek, langkahnya terayun menghampiri Dini yang meringkuk di atas kasur.

Atha merapihkan rok pendek yang di pakai Dini lalu mengusap kepalanya.

"Lo mau gue sebar video—"

"ANCEMAN LO ITU LAGI ITU LAGI, BANGSAT!" bentak Dini dengan suara serak.

Atha mengetatkan rahangnya. "Lo pikir gue ga serius?" tatapannya menajam, padahal Atha sedang ingin berbuat baik hari ini. "Gue punya bukti potongan videonya, lo pikir gue bohong?" Atha mulai fokus pada ponselnya.

Dini menyeka air mata seraya membuat jarak agar Atha tidak terlalu dekat dengannya.

Dini mendadak takut, apa benar video itu masih ada? Dini semakin terisak.

Atha meraih Dini agar kembali mendekat, bahkan kini merapat. "Nih, liat baik-baik." tunjuknya pada ponsel.

Dini berdebar tak karuan, apalagi saat melihat tembok yang memang seperti tembok apartemen Atha dulu.

Atha dalam video itu membalik tubuh Dini hingga berada di atasnya.

Dini mengepalkan jemarinya yang bergetar, mereka terlihat gila layaknya orang yang di mabuk cinta.

Sungguh kesalahan terbesar dalam hidupnya.

Dini menyesal.

Atha mengecup bibir Dini sekilas. "Kita siap-siap, berhenti nangisnya, baby." lagi, di kecup bibir yang tengah di gigit si empunya itu.


***

Atha mengusap perut Dini yang terhalang piyama tidur itu, keduanya berada di atas kasur rumah baru dengan posisi Atha memeluk Dini dari belakang.

Dini menyeka air mata yang sesekali terjatuh itu, dia masih tidak percaya kalau kini dia di paksa mandiri.

Dia masih ingin bermanja pada bunda dan ayahnya.

"Udah lama kita ga gini, baby." bisik Atha seraya mengendus leher Dini yang sensitif.

Atha sangat suka dengan kesensitifan Dini terhadap sentuhannya. Sungguh, Atha rindu semua tentang hal yang di lalukan dia dan Dini di masa lalu.

Dini menggeliat, dia bisa merasakan sesuatu yang di bawah sana. Milik sang mantan.

Atha meraih bahu Dini yang bergetar karena menangis itu, membaliknya agar mereka berhadapan.

"Mau gue sebar? Lo nangis terus, gue bener-bener sebar!" ancamnya dengan hilang kesabaran.

Dini menyeka air matanya dengan kacau. "Gue ada sa-lah apa? Kita udah pu-tus.. A-apa ga bi-sa kita saling me-lupakan?" tanyanya di sela-sela sesegukan.

"Buat apa? Kita cuma terpisah jarak, komunikasi. Beda soal rasa, apa gue salah?"

Dini malah semakin deras menjatuhkan air matanya, semua yang tertata mulai rapih kini kembali berceceran.

"Tidur, besok kita jalan-jalan." Atha memeluk Dini, mengabaikan penolakannya karena pasti kalah.

"Kita pi-sah kamar." Dini berusaha melepas lilitan tangan Atha di pinggangnya dengan sesekali terisak.

"Gue perkosa kalau lo masih gerak di pelukan gue!"

Pernikahan Dini (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang