12. Kesalahan Kedua

82.7K 5.2K 107
                                    

      Intan mendial nomor Dini, dengan masih menatap pantulan dirinya di cermin. Sungguh cantik dengan gaun hitam seksi yang melekat pas di tubuh.

"Oey! Udah siap belum? Pestanya mulai jam 8 malem," kata Intan santai.

"Siap, jemput gue."

Dini mematikan sambungan teleponnya sepihak, membuat Intan merasakan keanehan selama 3 hari kebelakang.

Intan mulai gelisah, apa mungkin karena tanda di lehernya saat itu. Intan harus memastikannya nanti, kalau saja tidak lupa.

"Mending cabut." gumamnya lalu berjalan keluar kamar.


***

Dini memakai heels 6 cmnya dengan mengabaikan tatapan Atha yang bagaikan laser itu.

"Gue suruh lo ganti, Andini!" geram Atha dengan sekilas mengusap lengannya yang sudah tidak di gips lagi.

Dini pura-pura tuli, berlalu begitu saja tanpa pamit lebih dahulu pada Atha yang siap meledak.

"ANDINI!" teriak Atha marah.

Atha semakin marah saat Dini sudah masuk ke dalam mobil yang dia tahu kalau itu mobil Intan.

"Awas aja! Gue hukum saat di pesta nanti!" geramnya. "Lagian, apa sih masalahnya! Gue sampe frustasi tetep ga nemu!" amuknya dengan meninju angin.

***

"Gue siapin minuman spesial buat lo, Din." Intan memberikan gelas cantik itu pada Dini.

Dini yang tengah melihat teman-teman seangkatannya berjoget di bawah musik dj pun beralih meraih gelas itu.

"Habisin." lanjut Intan dengan menatap Dini penuh kemesteriusan.

"Ihh! Ini apa?!" Dini meringis saat merasakan panas di tenggorokannya dan pahit? Asam? Kecut? Entahlah rasa apa itu, Dini tidak paham.

Intan hanya tersenyum, meraih ponsel lalu mengetikan sesuatu.

Me.
Siapin kamar, gue bawa mangsa ke sana ga akan lama lagi.

Tak lama, Intan membawa Dini yang sudah mabuk dan kepanasan itu dengan susah payah.

"Lo emang kebanyakan dosa!" ceplos Intan dengan ngegas dan uring-uringan.

"Ee lo batu ya?! Anj*ng! Berat!" teriak Intan dengan nafas terengah.

Dini hanya meracau, cengengesan dan sesekali terisak. Terlihat gila dan acak-acakan.

"Awas aja kalau gagal, gue udah berusaha kayak gini." celoteh Intan dengan masih ngegas. "Sebagai sahabat yang selama ini hasut lo putus gue merasa berdosa, jujur aja. Tapi, kisah lo ga akan asyikan kalau terus bahagia," lanjutnya.


***

"Ahss.." Dini memijat pelipisnya yang mendadak pening, silau matahari membuat Dini tidak bisa untuk tidur lagi.

Dini menoleh pada Atha yang merenung di ujung kasur dengan keadaan polos tanpa pakaian.

Dini sontak melotot saat sadar soal apa yang dia lihat itu. "LO NGAPAIN?!" amuknya histeris.

Atha hanya menoleh sekilas, dia merasa kacau karena melanggar janjinya yang tidak akan menyentuh Dini sebelum statusnya pasti.

"Gue ga tahu, semalem gue mabuk," kata Atha dengan menyugar rambutnya frustasi. Dia mencoba menggali ingatannya tentang semalam.

"Hiks.. Kita—" Dini mengamati tubuhnya sendiri. Dia baru sadar soal itu.

Keadaan di sekitarnya pun kacau, berantakan. Sesadis itukah kegiatan mereka semalam.

Potongan ingatan mulai menghampiri keduanya, perlahan namun pasti, menjadi sebuah film singkat dalam ingatan.

"Kita siap-siap, pulang." Atha berdiri, meraih pakaiannya yang berserakan lalu menuju kamar mandi.

Dini tidak menyahut, dia sibuk menangis. Kesalahan yang terulang kembali.

Keduanya sama-sama kalut, keduanya sampai lupa tentang bahaya dari hubungan intim di luar pernikahan yang bisa saja menumbuhkan jiwa baru di rahim Dini.

Keduanya hanya diam, meratapi apa yang sudah terjadi tanpa berpikir lebih jauh lagi.

Atha dan Dini jelas ingin berubah, melakukan kesalahan jelas tidak akan segampang dulu saat dibodohi oleh cinta.

Pernikahan Dini (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang