8

4K 553 28
                                    

Malam semakin larut dan angin berhembus semakin kencang. Di dalam kamar Raja Tiberius sepasang mata keunguan menyorot tajam menatap nyalang sang penguasa yang tengah terlelap pulas di atas ranjang. Adrienne berada di sini, di kamar lelaki yang ingin ia habisi, ia berhasil mengelabui dua orang penjaga kamar Damon dengan mengatakan bahwa Yang Mulia memanggilnya.

Dengan hati-hati Adrienne mengeluarkan belati kecil dari jubah tidurnya. Ia menempatkan belati itu tepat di tengah-tengah leher Damon. Tangannya yang menggenggam belati tersebut gemetaran, nafasnya menjadi tidak beraturan, ada rasa takut yang begitu besar yang membuat Adrienne tidak segera menghabisi musuhnya.

"Lakukan"

Suara itu membuat Adrienne tersentak di tempatnya. Perlahan-lahan mata Damon terbuka, menatap Adrienne dengan intens saat ia berkata, "Lakukan Adrienne, habisi aku"

Adrienne semakin menekan belatinya pada leher Damon guna mengancam lelaki itu agar tidak bergerak, "Kau sudah merenggut banyak hal dariku, aku telah kehilangan segalanya karena dirimu!"

Mata Damon menyorot gadis itu tajam, "Kalau begitu lakukan, habisi saja aku"

Adrienne terdiam, tangannya tak mampu bergerak untuk menggorok leher Damon meski ia sangat ingin melakukannya. Setetes cairan bening jatuh dan mengalir di pipi Adrienne sebagai bentuk ketidakberdayaan, ia merasa kesal dan kecewa kepada dirinya sendiri yang begitu lemah sehingga tidak mampu menghabisi musuh yang bahkan telah menyerahkan diri.

Tawa kecil meluncur dari bibir Damon, "Kau tidak bisa melakukannya"

Ya, lelaki itu benar, Adrienne tidak bisa melakukannya.

Adrienne memekik pelan ketika Damon menggenggam erat pergelangan tangannya lalu tanpa aba-aba menukar posisi mereka. Kini Adrienne layaknya seekor kupu-kupu tak bersayap yang tidak dapat bergerak di bawah tubuh besar Damon yang menghimpitnya.

"Aku membencimu Damon, suatu saat nanti kebencian ini yang akan membakarmu hingga menjadi abu!" desis gadis berambut cokelat itu.

Damon menatap ke dalam lekat manik violet Adrienne yang diselimuti oleh kebencian. Ia tidak peduli sebesar apa dendam yang gadis itu miliki untuknya, Damon pikir ia pantas menerimanya. Tapi yang membuatnya pusing saat ini adalah sosok Adrienne yang begitu cantik dan tidak berdaya di bawah kukungannya. Tubuhnya yang sangat halus di balik sutra yang tipis menggeliat resah menuntut Damon untuk melepaskannya.

Dada Damon bergemuruh dan jantungnya berdebar kencang. Ia semakin mendekatkan wajahnya pada wajah gadis itu lalu berbisik pelan, "Kau sudah membakarku, My Lady....."

Damon menjelajahi wajah Adrienne yang cantik dengan sepasang matanya yang tajam. Demi Tuhan apakah ini bagian dari kutukan Zeus juga, mengapa Adrienne terlihat berbeda di matanya. Ada sesuatu di dalam diri gadis itu yang selalu membuat hasrat Damon menjadi tak terkendali dan menggebu-gebu. Andai saja bukan karena harga diri, Damon pasti sudah meniduri gadis angkuh ini.

"Baru kali ini aku melihat seorang bangsawan menangis saat ingin menyakiti budak" ucap Damon, "Mengapa tanganmu gemetar My Lady? Apakah ayahmu tidak pernah mengajarkan kepadamu bahwa nyawa seorang budak tidaklah berarti?"

"You don't know anything about my father!" desis Adrienne, tajam.

"I know" sela Damon, "I know him better than you"

Adrienne memalingkan wajahnya, enggan menatap Damon yang berusaha membangun koneksi di antara mereka lewat tatapan mata. Adrienne benci mengakui bahwa ia terpengaruh, sepasang mata elang itu membuat jantungnya berdebar dan sekujur tumbuhnya menjadi lumpuh.

"Aku pernah kehilangan Adrienne," kalimat itu menggoda Adrienne untuk kembali menatap Damon. "Aku tahu apa yang kau rasakan tapi percayalah....membunuh orang untuk membalaskan dendam tidak akan pernah membuatmu merasa puas, kau justru semakin haus akan darah setelahnya"

Adrienne terdiam. Ia tidak tahu apa yang pernah Damon alami tapi entah mengapa ia bisa merasakannya. Batin lelaki itu menjerit sepanjang malam, mungkin Damon tak bisa melupakan ribuan nyawa yang telah berakhir di pedangnya.

Perlahan tapi pasti, bibir Damon mendekat dan hampir mendarat pada permukaan bibir Adrienne yang terbuka. Di bawah tindihan lelaki itu tubuh Adrienne menegang kaku, dia berperang dengan dirinya sendiri untuk menolak ciuman lelaki itu tapi dia tidak mampu untuk berpaling. Adrienne terkunci, perhatiannya terpaku pada bibir Damon yang menggoda dan hendak mencumbunya.

"Kau...." itu adalah kata terakhir yang keluar dari bibir Adrienne dengan sangat lirih sebelum bibir mereka bertemu. Adrienne melenguh, ada desiran yang menggelitik perutnya saat bibirnya dicumbu dengan sangat intim oleh lelaki itu.

Belati yang sebelumnya Adrienne genggam dengan sangat erat kini terjatuh, menciptakan bunyi nyaring besi yang beradu dengan lantai. Entah setan apa yang telah merasuki Adrienne tapi tanpa ragu dia mulai membalas sapuan lidah Damon, membuka mulutnya lebih lebar dan memberikan akses lebih kepada lelaki itu untuk menjelajahinya lebih dalam.

Keduanya sama-sama terhanyut dan menjadi lupa diri. Tangan halus Adrienne yang sebelumnya ingin menyakiti Damon kini memeluk tubuh kekar itu dengan sangat erat, sementara Damon bergerak perlahan-lahan menggesekkan tubuhnya yang setengah telanjang pada tubuh halus Adrienne yang masih dibalut oleh sutera yang tipis.

Berulang kali Adrienne mendesah di dalam mulut Damon. Tubuh keduanya mulai berpeluh digencar oleh tuntutan gairah yang menggebu-gebu. Damon bersumpah ia sangat ingin menelanjangi gadis itu, ia sangat ingin melesak ke dalam tubuh Adrienne yang lembut, menyatu dan melebur bersama di dalam kenikmatan tapi ia tahu gadis itu tidak akan membiarkannya. Jadi, Damon memutuskan hanya mencium Adrienne, menyesap kuat bibirnya yang manis sampai ia berpuas diri.

"Be-berhenti..." penolakan kecil dengan suara yang terputus-putus sampai di telinga Damon tapi dia menghiraukannya.

Sementara itu, Adrienne yang masih menguasai seperempat dari dirinya yang nyaris hilang kendali mulai menekan dada Damon yang telanjang dengan kedua telapak tangannya. Kulit pria itu terasa licin dan panas di bawah sentuhannya, dadanya yang berdebar dengan sangat kencang membuat Adrienne semakin tidak berdaya. Ia ingin Damon, ia ingin lelaki perkasa itu menggempurnya hingga sekujur tubuhnya memerah dan ia tidak mampu lagi menyuarakan penolakannya. Ia ingin hasrat Damon yang begitu besar membakarnya dan mengantarkannya hingga ia sampai pada puncak kenikmatan.

Tapi Adrienne sadar semua keinginannya itu tidaklah pantas. Ia tidak mungkin bercinta dengan pria yang telah menghabisi keluarganya, ia tidak mungkin mendesah dan mengejar kepuasan bersama Damon sementara Damon telah merenggut banyak hal darinya.

Jadi dengan penuh tekanan Adrienne mendorong dada Damon dan memaksanya untuk berhenti. Nafas Damon memburu saat pagutan bibir mereka terlepas, dada padat lelaki itu bergerak naik-turun dengan tempo yang tidak beraturan, dan pelipisnya berdenyut menahan gairah yang tak terpuaskan.

Keduanya saling menatap ke dalam mata satu sama lain, cukup lama, sampai akhirnya Adrienne membenarkan posisi pakaiannya lalu turun dari ranjang meninggalkan Damon yang berada di ujung tanduk gairah sendirian.

Sungguh, pria yang malang.

- TBC -

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca, sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

The King's Hostage (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang