Jamuan makan dilakukan untuk menyambut kedatangan Naevia. Meski baru beberapa jam saling mengenal tapi Adrienne sudah menyukai Naevia melebihi siapa pun anggota keluarga yang tinggal di istana ini. Ya Naevia memang agak cerewet, akan tetapi semua lelucon dan kalimat yang meluncur dari bibir wanita itu tak pernah gagal membuat Adrienne tertawa. Adrienne merasa memiliki seorang teman yang bisa ia percaya di antara musuh-musuhnya.
Sejak Phaedra membuatnya kecewa Adrienne tidak lagi membagi keluh kesahnya kepada pelayan itu, ia tidak lagi menganggap Phaedra sebagai teman melainkan hanya seorang pelayan. Bahkan Adrienne tidak peduli jika Damon masih menginginkan Phaedra, dia bisa memanggil Phaedra ke kamarnya kapan saja untuk menghabiskan malam bersama sebab Adrienne yakin Phaedra juga menginginkan hal yang sama. Dan satu lagi yang perlu diketahui bahwa Phaedra tetap memiliki hak seperti pelayan-pelayan Tiberius lainnya, dia berhak atas upah yang sepadan dengan kerja kerasnya, dia juga berhak memutuskan untuk berhenti bekerja kapan saja.
Namun Adrienne yakin Phaedra tidak akan pernah berhenti, tidak sebelum ia berhasil mengandung darah daging Damon yang dapat mengangkat derajatnya dan membuatnya menjadi anggota tetap di istana ini. Oh, andai saja bisa Adrienne tidak keberatan bertukar posisi dengan Phaedra. Biar gadis itu tahu betapa tertekan batinnya menjadi istri dari seorang pria yang telah menghabisi keluarganya dan tidak pernah menghargainya.
"My Lady?" suara itu menarik kesadaran Adrienne kembali. Ia menoleh menatap Naevia yang duduk di sebelahnya, "Mengapa kau tidak menghabiskan makananmu?"
"Oh, aku sudah kenyang" jawab Adrienne, seadanya. Dari sudut matanya Adrienne bisa melihat Damon sedang menatapnya tajam, tapi ia mencoba untuk bersikap acuh dan tidak memedulikan lelaki itu.
"Damon, bagaimana jika besok kau menemaniku mengunjungi makam Ayah dan Ibu?" pertanyaan itu meluncur dari bibir Naevia kepada kakaknya.
Hening....
Butuh waktu beberapa detik bagi Damon untuk menjawab pertanyaan Naevia, "Kau bisa pergi bersama dengan yang lain, aku harus berkeliling untuk mengontrol kerajaanku besok"
"Kau akan berkeliling?" tanya Naevia dengan bersemangat. Damon menatap sang adik kemudian mengangguk acuh, "Ya"
"Kalau begitu ajak Adrienne bersamamu, kau juga belum memperkenalkannya secara resmi kepada rakyat-rakyatmu, bukan?"
Tubuh Adrienne menegang kaku. Ia menoleh memandang Naevia dengan kedua bola matanya yang membesar, meminta gadis itu untuk tidak mengusulkan ide yang akan membuatnya berduaan bersama Damon sepanjang hari.
"Tidak." jawab Damon, singkat dan padat. Adrienne menghembuskan nafas lega, sementara itu Naevia memasang wajah cemberutnya.
"Mengapa tidak? Aku pikir ide Naevia sangat bagus" sahut Paman Danae, "Rakyat juga ingin melihat Ratu mereka, Your magesty"
Oh.
Adrienne melirik Damon yang juga meliriknya, jelas mereka berdua sama-sama tidak punya alasan untuk menolak setelah Paman Danae langsung yang meminta. Jadi dengan enggan Damon hanya menganggukkan kepalanya dan kembali menghabiskan makan malamnya dengan pikiran yang mendadak runyam memikirkan ia akan pergi bersama Adrienne berkeliling kerajaan besok pagi.
Ya, ide Naevia adalah ide yang bagus tapi tidak jika sang Adik mengetahui sifat asli istrinya yang keras kepala dan pembangkang, Damon yakin dia dan Adrienne pasti akan bertengkar besok hari sama seperti yang biasa terjadi setiap kali mereka bersama. Ah, membayangkannya saja sudah membuat kepala Damon terasa pusing.
Pagi pun tiba. Damon memegang tali kekang kereta kudanya sambil memandangi Adrienne yang datang bersama Naevia. Wajah sang adik terlihat berseri-seri jauh berbeda dengan wajah istrinya yang senantiasa tertekuk dan tidak menunjukkan keramahan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The King's Hostage (Completed)
RomanceWarning : Adult and explicit sensual content! Setelah seluruh kerajaan berhasil dikuasai oleh Bangsa Tiberius, Adrienne bersembunyi di dalam Kuil Zeus dan hendak menghabisi dirinya sendiri dengan meminum sebotol racun. Tapi takdir tidak membiarkan A...