17. Sorry

433 56 5
                                    

"Lo masih marah?"

"Da, maafin gue ya?"

"Da, ayolah. Gue minta maaf?"

"Da, please."

Itulah beberapa kalimat permohonan maaf yang Arza lontarkan sejak beberapa menit yang lalu. Sedangkan Rifda masih setia menyembunyikan wajahnya di kedua tangan yang terlipat apik di atas meja. Ya, mereka berada di sekolah, tepatnya hari pertama sekolah di semester 2.

Sebenarnya sejak malam tahun baru itu, keesokkan harinya Arza datang meminta maaf kepada Rifda, tapi gadis itu sepertinya sangat marah sehingga mengunci pintu kamarnya dan tak mau bertemu Arza, bahkan ia memblokir kontak Arza.

Pagi ini pun Rifda berangkat pagi-pagi sekali, walaupun saat sampai sekolah ia tetap akan bertemu dengan Arza, karena mereka yang memang teman sebangku.

Rifda masih setia bergeming membiarkan Arza yang terus-terusan merengek.

"Da, ayolah jangan kayak anak kecil."

Apa katanya? Anak kecil? Anak kecil mana yang mau menunggu sampai 5 jam sendirian?

Melihat tak ada respon yang diberikan sahabatnya, Arza menghela nafas kasar. Ia tahu ia salah, tapi Rifda tak seharusnya mendiamkannya sampai berhari-hari.

"Da, please, kita bukan baru temenan satu dua hari sampai masalah kayak gini lo marah berhari-hari."

Rifda mendongak, ia mulai merasa permintaan maaf Arza berubah seolah memojokkannya. Ditatapnya mata cokelat Arza yang juga sedang menatapnya dengan tatapan memelas.

"Jelasin. Kenapa lo gak datang padahal lo udah janji, jelasin sekarang!" Walaupun ia sudah tahu dari Alvian alasan mengapa Arza tak datang, tetap saja ia harus mendengar langsung dari sahabatnya ini.

"Gue ketiduran." Bohong. Jelas sekali Arza berbohong.

Rifda tersenyum sinis mendengar jawaban Arza. Apa ini? Dia bahkan tidak gugup sama sekali, seolah jawaban bohong barusan sudah direncanakan.

"Oke," balas Rifda. Sungguh, ia tak tahu harus menjawab apa, sedikit menyakitkan mengetahui fakta bahwa Arza lebih memilih berbohong daripada mengatakan yang sejujurnya, padahal jika ia jujur Rifda tak masalah sama sekali.

"Gue gak bohong, Da. Gue datang ke alun-alun sebelum tepat tahun baru, tapi lo gak ada di sana," ucap Arza berusaha meyakinkan Rifda.

"Gue bahkan masih ada di sana dua jam setelah tahun baru, Za. Kalau bukan Karena Alvian, gue mungkin gak akan pulang sebelum pagi hari." batin Rifda.

Ah, berbicara tentang Alvian, Rifda jadi mengingat bagaimana laki-laki itu menyeretnya pulang. Padahal beberapa jam sebelumnya ia mengatakan akan pulang, tapi siapa yang tahu kalau ternyata Alvian meninggalkan acara keluarganya, dan lebih memilih menemani Rifda sampai jam 2 dini hari.

"Pulang! Ini udah jam dua, Da! Jalanan udah sepi, Arza gak akan dateng!" Dengan begitu Alvian langsung menarik Rifda menuju mobilnya.

"Iya, gue percaya," ucap Rifda pada akhirnya.

"Lo maafin gue?" tanya Arza memastikan.

"Belum." Bahu Arza melemas, ayolah, bagaimana lagi ia harus membujuk Rifda?

"Yah, kok gitu? Ayolah, lo gak kasihan sama gue?" rengek Arza.

"Lo juga gak kasihan sama gue? Nunggu sampai lima jam, Za!" Tentu saja Rifda hanya bisa mengutarakannya dalam hati.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang