27. Potongan Pilu

545 45 6
                                    

Hai, sorry membuat kalian menunggu sampai 5 hari untuk part ini. Karena di part ini saya butuh riset tentang masalah kedokteran, dan saya meminta bantuan teman yang kebetulan kuliah di jurusan itu. Karena meminta tolong tanpa bayaran, tentu saya harus menunggu dia memiliki waktu luang, dan ya... akhirnya saya membuat kalian menunggu.

Entah kalian ingin tahu atau tidak, tidak masalah 'kan memberi informasi?

Anw
Enjoy your read luv.

°°°

Hari demi hari berlalu setelah pengakuan kacau yang Arza lakukan. Katakanlah Arza berlebihan, karena sejak hari itu ia banyak menghabiskan waktu dengan melamun, merenungi kesalahan dan meratapi penyesalannya. Arza banyak berdiam diri di kamar, ia takut bila keluar dan bertemu Inaya, ia masih tak sanggup jika harus melihat tatapan benci yang adiknya itu berikan. Arza belum siap.

Bahkan saat sekolah Arza berangkat pagi-pagi sekali dan pulang kala hari sudah malam, Arza totalitas dalam menghindari Inaya. Beruntung Ayahnya belum pulang dari luar kota, jika tidak sudah dipastikan mereka akan bertengkar setiap hari.

Layaknya orang putus cinta, Arza menghabiskan harinya dengan bergalau ria. Melamun, tak nafsu makan, tak fokus pada pelajaran dan hal buruk lainnya. Tentu saja hal itu membuat Rifda dan Alvian khawatir, mereka merasa kembali pada masa Arza ditinggal Bunda Ika. Keduanya sudah berulang kali menanyakan penyebabnya. Namun Arza bungkam, ia tak memiliki selera berbicara dengan siapapun.

°°°

Pukul 9.30 pm. Arza baru saja memarkirkan motor di garasi. Sudah menjadi kebiasaan barunya pulang sekolah pergi ke rumah Alvian, lalu saat jam menunjukkan pukul 09 malam maka ia akan pulang. Tak ada yang tahu mengapa Arza menjadi seperti ini, mereka hanya menyimpulkan bahwa Arza kembali bertengkar dengan sang Ayah.

Tante Rizka sebenarnya sudah berulang kali menawarkan Arza untuk menginap sampai keadaan membaik, tapi Arza menolak. Ia tak begitu jahat untuk meninggalkan Inaya sendiri di rumah. Dirinya sangat tahu kalau Inaya adalah gadis penakut, lagipula sendirian di rumah pada malam hari tidaklah aman. Maling bisa saja masuk atau hal kecilnya adalah pemadaman listrik. Kalian tentu ingat tragedi pemadaman listrik beberapa bulan yang lalu. Malam yang merubah Arza menjadi seperti sekarang.

Arza memasuki rumahnya yang sepi. Tidak langsung menuju kamar, Arza membelok langkah menuju dapur, ia butuh air untuk tenggorokannya yang kering. Saat tiba di pintu dapur Arza terpaku sejenak. Inaya ada di sana, mendumal pada lemari makan tinggi yang tak bisa ia gapai, tampaknya gadis itu kesulitan mengambil sesuatu. Ini adalah kali pertama Arza bertemu Inaya sejak hari itu.

Menghela nafas panjang, Arza berjalan menuju kulkas. Mencoba mengabaikan Inaya, dan yang terjadi sesuai dugaan kita bersama, tentu saja ia gagal. Inaya yang belum menyadari kehadiran Arza masih sibuk menggerutu, sulit bagi Arza mengalihkan atensi dari adik tirinya.

Dengan niat membantu, Arza berjalan mendekat dan berdiri tepat di belakang Inaya. Tangannya meraih kotak sereal yang sedari tadi Inaya coba ambil. Inaya yang menyadari ada seseorang di belakangnya, lantas segera berbalik untuk melihat siapa itu. Ia langsung di hadapkan dengan dada bidang pria berbalut baju SMA. Inaya yang pendek membuat ia harus mendongak untuk melihat wajah orang di hadapannya, dan benar saja. Reaksi yang kita semua tahu. Inaya terdiam kaku.

"Nih! Lain kali kalau gak sampai, naik kursi." Arza memberikan kotak serealnya di hadapan Inaya.

Inaya mengedip-ngedipkan matanya. Sadar kalau yang ada di hadapannya saat ini adalah sang Kakak tiri, Inaya buru-buru memalingkan wajah. Tanpa peduli dengan sereal yang sejak tadi ia inginkan, ia melenggang begitu saja meninggalkan Arza.

Arza menghembuskan nafas berat. Inaya berubah dingin sekarang. Meletakkan serealnya sembarangan, Arza segera mengejar Inaya. Di tengah-tengah tangga Arza berhasil mencekal lengan Inaya, membuat si empu tangan berbalik dan menatapnya sengit.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang