25. Akhir?

448 39 6
                                    


Selama ini tak pernah ada hal yang sangat mempengaruhi Arza kecuali kematian sang Bunda. Bahkan bayangan dipukuli Ayah atau ingatan saat ia diejek semasa sekolah dasar, semua hal itu tak ada yang bisa mempengaruhinya sama sekali. Namun, sekarang ada satu hal yang mengganggu pikirannya, membuatnya sangat frustasi. Tentu saja kalian tahu apa itu, yang pasti tentang Inaya.

Belakangan ini semua hal tentang Inaya selalu mengganggunya, semuanya memenuhi kepala Arza, memecah menjadi perasaan tak tertentu, khawatir, takut, senang, bimbang dan semua pertanyaan tak terjawab yang timbul. Dari sekian banyak wanita, kenapa harus Inaya? Kenapa harus Inaya yang berhasil meluluhkan hatinya? Kenapa harus Inaya yang menjadi adik tirinya? Kenapa Inaya yang menjadi anak dari selingkuhan Ayahnya?

Arza tak mengerti, ini semua terlalu sulit untuk dirinya terima. Sejak awal kedatangan Inaya, Arza membencinya, mengabaikannya dan tak membiarkan gadis itu untuk sekedar berbicara padanya. Namun, hanya karena satu insiden tak disengaja, Arza jatuh pada tatapan teduh Inaya, Arza tertarik oleh senyum indah bibir tipis itu dan Arza menyukai bagaimana tingkah Inaya padanya.

Perasaan yang ia anggap sepele justru berbuah, menumbuhkan perasaan lain yang lebih kuat, tapi lagi dan lagi saat dirinya sudah yakin, seseorang mengatakan bahwa perasaannya salah. Arza salah paham atas apa yang ia rasakan. Jadi, sebenarnya bagaimana? Mana yang salah dan mana yang benar? Tak bisakah seseorang memberitahunya? Arza kehilangan arah sekarang.

Arza menghela nafas panjang, dengan lesu ia menyeret kakinya menuju rumah. Om dan tantenya sudah pulang semalam, jadi Arza memutuskan untuk kembali ke rumah walaupun terdapat beberapa paksaan untuk Arza tetap tinggal, dengan beralasan bahwa masuk sekolah tinggal 2 hari lagi, mau tidak mau tante Rizka menyetujui Arza untuk pulang.

Arza memasuki rumah masih dengan kepala yang tertunduk, suara tawa menggelegar masuk ke indra pendengarannya. Arza mengernyit, ia merasa asing dengan tawa ini. Cepat-cepat Arza mendongakkan kepala, melihat sumber tawa itu bermula. Kening Arza semakin mengerut bingung kala melihat seorang gadis duduk bersila dengan setoples keripik dipangkuannya. Pandangan gadis itu fokus terhadap televisi yang menampilkan kartun, masih tak menyadari kehadiran Arza.

Siapa itu? Arza merasa pernah melihatnya, tapi entahlah, ia tak begitu ingat. Dengan langkah pelan Arza menuju tempat gadis asing itu. Penasaran siapa dan bagaimana dia bisa berada di rumahnya.

"Lo siapa?" tanya Arza.

Gadis yang tak diketahui namanya itu terkejut, terlebih saat ia tahu orang yang berbicara adalah Arza. Buru-buru ia berdiri, bertingkah sesopan mungkin. "H-halo Ka-kak A-arza." Gadis itu tergagap.

Arza menatap heran, gadis ini mengenalnya? "Lo kenal gue?" Masih dengan menunduk gadis itu mengangguk, tanda ia mengenal Arza.

"Lo siapa?" Arza mengulangi pertanyaan pertamanya.

"A-aku-"

"Dia teman aku." Suara dari arah tangga mengalihkan atensi keduanya. Terlihat Inaya berdiri di sana dengan satu tangan memegang novel.

"Ini Desi teman aku. Aku yang minta dia menginap beberapa hari, soalnya Mama dan Papa ada urusan di luar kota dan pergi tadi pagi." Inaya menjelaskan, kini sudah berada di samping Arza.

Arza mengangguk mengerti, dilihatnya Desi yang berdiri dengan canggung. "Sekarang ada gue, dia gak perlu di sini lagi kan?"

Desi dan Inaya sama-sama mengernyit tak mengerti.

"Dia di sini untuk nemenin lo, kan? Sekarang ada gue, jadi dia udah gak dibutuhkan," terang Arza.

"M-maksudnya K-kak?" Desi berujar gagap, jujur di saat seperti ini otaknya tak bisa menerima kalimat sesederhana bagaimanapun.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang