16. New Year

417 55 6
                                    

Libur sekolah tersisa 5 hari lagi dan 2 hari ke depan adalah tahun baru. Arza menghembuskan nafas bosan, matanya masih setia memandangi langit-langit kamar. Bukan, ia tidak sedang berada di kamarnya, melainkan kamar Rifda.

Ya, Arza berhasil meminta maaf kepada Rifda. Sesuai dugaan, hanya perlu sogokan beberapa cemilan, coklat dan es krim, Rifda seolah lupa bahwa ia pernah menunggu Arza di taman sampai jam 10 malam.

Mata Arza menatap sekeliling kamar yang didominasi oleh warna merah dan hijau, perpaduan warna yang aneh, seperti sang pemilik. Bukan hanya warna dinding kamar, tapi dekorasi kamar ini juga aneh menurut Arza.

Selimut dan bed cover dengan tema boboiboy, 2 komputer tersusun apik di depan sebelah kanan ranjang, bersisian dengan pintu balkon. Meja belajar yang tidak menyimpan buku sama sekali, rak sepatu yang entah apa gunanya, karena sang pemilik kamar lebih suka menggeletakkan sepatunya sembarangan. 1 buah sepeda bertengger di dinding kamar dekat pintu, 1 buah laptop di samping nakas, 3 buah speaker bluetooth, dan masih banyak hal aneh di kamar ini.

Hanya satu menurut Arza yang masih terbilang wajar, yaitu beberapa foto polaroid dirinya dan Rifda yang tergantung indah di dinding dekat meja belajar, dengan hiasan lampu tumbler berwarna biru.

"Ah sialan!" umpat Rifda saat ia lagi dan lagi terbunuh dalam game. Ia membanting kasar mouse komputernya.

"Words, Rifda." Peringat Arza. Rifda tak mengindahkan sama sekali, ia masih asyik mengumpati orang yang membunuhnya. Arza menatap jengah, Rifda dan Alvian sama saja, selalu mengumpat di manapun dan kapanpun.

"Za! Za!" panggil Rifda tiba-tiba. Arza berdehem sebagai jawaban.

"Tahun baru nanti ke alun-alun yuk!" seru Rifda.

"Gak, rame," tolak Arza tanpa mengalihkan atensinya dari langit-langit kamar.

"Ck, namanya juga tahun baru pasti rame! Ayolah, seru tau," bujuk Rifda.

"Enggak Rifda." Arza masih tetap pada pendiriannya. Bukan apa-apa, ia hanya tidak suka keramaian, ia merasa canggung di dekat banyak orang.

Rifda mempoutkan bibirnya, ia kesal! "Kenapa sih? Giliran ke dufan bareng Inaya oke-oke aja."

Arza menghela nafas. "Oke," putusnya. Ia malas berdebat dengan Rifda.

Rifda yang mendapat persetujuan pun bersorak senang, ia berlari kecil ke arah Arza lalu memeluk erat tubuh sahabatnya itu sebelum-


Brak!

"Aakh!"

Ya, Arza menendangnya sampai terjatuh ke lantai dengan posisi bokong yang lebih dulu mencium lantai. Rifda meringis, mengelus bagian bokongnya yang nyeri dan menatap nyalang Arza yang malah balik menatapnya santai tanpa rasa bersalah. Argh sialan! Tolong ingatkan Rifda untuk melaporkan Arza atas tindakan kekerasan.

Dengan gerakan cepat Rifda naik kembali ke ranjang dan memukuli Arza dengan brutal.

"Kurang ajar! Sialan! Lo pikir gak sakit hah?! Berani-beraninya nendang cewe!" Dan masih banyak kata umpatan lainnya.

Bukannya kesakitan Arza justru tertawa, namun tetap mencoba melindungi diri dengan bantal, walaupun perempuan pukulan Rifda adalah yang paling mengerikan.

Rifda menghentikan aksinya saat dirasa tangannya mulai kebas, pandangan matanya masih setia menatap nyalang Arza.

"Kali ini lo selamat," ucapnya sebelum turun dari ranjang dan pergi ke dapur meninggalkan Arza yang masih tertawa lirih, ia haus, tenaganya terbuang sia-sia karena Arza.


KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang