26. Pengakuan yang Kacau

440 33 6
                                    

Hei, luv. Kita ketemu lagi.

Eum... untuk part Arza menyatakan cinta kemarin, akan banyak perubahan di sini, karena yang kemarin saya buat untuk semacam spoiler untuk kalian. :)

Ah, ini juga semi 🔞
Pastikan kalian baca setelah berbuka puasa, ya!

Enjoy your read🖤

°°°°

"Kakak kenapa senyum-senyum kayak gitu?" Bukannya mendapat jawaban, Arza justru menepuk-nepuk sisi ranjang kosong di sampingnya, meminta Inaya untuk duduk. Walau bingung Inaya tetap menurut, mendudukkan diri di samping Arza.

Tanpa pemberitahuan, Arza berbaring dengan paha Inaya sebagai bantalan. Sepersekian detik mereka saling menatap, sampai Inaya memutuskan kontak mata lebih dulu.

"Kak, ngapain sih?" Bangun ih, berat," protes Inaya.

Tak mengindahkan protesan Inaya, Arza justru memejamkan mata, beberapa kali menggeser kepala mencari posisi nyaman di pangkuan Inaya. "Ssttt... sebentar aja," ucap Arza.

Inaya mendengus. Arza ini seenaknya saja, tak sadarkah dia kalau kepalanya sangat berat. Namun, Inaya tetap membiarkan Arza menumpang pada pahanya tanpa protes. Satu tangannya terangkat untuk mengelus rambut hitam Arza. Mereka tampak seperti sepasang kekasih.

10 menit berlalu tanpa obrolan, masih dengan posisi yang sama, keduanya tak ada yang bersuara. Arza menutup mata, menikmati belaian lembut Inaya di kepalanya, dan Inaya masih asik mengelus rambut Arza. Tak berhenti walau pahanya sudah terasa kebas.

Inaya menurunkan pandangan menatap Arza yang tengah terpejam, ia tahu Arza belum terlelap. Dengan ide jahilnya Inaya mencubit hidung Arza, membuat laki-laki itu sulit bernafas. Arza yang merasa pasokan udaranya sudah habis, segera menyingkirkan lengan Inaya. Ia bangkit terduduk dengan nafas tersengal-sengal. Inaya tak kuasa menahan tawanya, melihat bagaimana wajah Arza yang memerah dan mulutnya mangap-mangap mengais udara. Kapan lagi melihat Arza yang lucu seperti ini.

"Oh... udah mulai jahil ya." Arza lantas menerjang tubuh Inaya, menggelitiki gadis itu sampai ia berkali-kali memohon ampun.

"Ahahaha... ha-ud-ah... ud-ah haha.. ka-k." Arza justru semakin gencar menggelitiki Inaya.

Inaya bangkit dari duduknya, berniat ingin kabur. Namun, kakinya yang lemas karena banyak tertawa membuat ia terjatuh dan tanpa sengaja menarik bahu Arza, sehingga keduanya jatuh di ranjang dengan posisi Arza berada di atas Inaya. Beruntung Arza menggunakan kedua tangannya sebagai tumpuan, jadi ia tak langsung menindih Inaya.

Mata keduanya bertemu. Manik hitam Arza bersitatap dengan manik hazel Inaya. Tatapan yang terkunci cukup lama dengan posisi yang sama. Entah setan darimana yang merasuki Arza. Ia memajukan kepalanya, membuat jarak antara ia dan Inaya semakin tipis nyaris tidak ada. Bahkan mereka bisa saling merasakan terpaan nafas masing-masing.

Pandangan Arza teralih pada bibir plum Inaya. Pikiran yang tak fokus membuat Arza semakin mendekatkan wajahnya, hingga akhirnya bibirnya membelai lembut bibir Inaya. Dari yang hanya menyatukan bibir, Arza mulai berubah melumat bibir Inaya. Pelan dan dalam. Ia bahkan memiringkan kepalanya untuk semakin memperdalam ciuman mereka.

Inaya melotot kaget. Otaknya masih belum mencerna dengan baik kejadian apa yang saat ini terjadi. Untuk beberapa menit ke depan Inaya membiarkan bibirnya dilahap habis, tanpa respon dan tanpa perlawanan. Pikirannya blank, tubuhnya mendadak tak bisa digerakkan. Hingga lumatan yang Arza beri berubah menjadi kasar dan panas. Inaya tersadar.

Kali ini afeksi yang Arza berikan tak wajar. Berbeda dengan kecupan ringan tadi siang, yang mereka lakukan sekarang ada kesalahan. Arza kakaknya, mereka keluarga. Dengan kesadaran yang telah kembali, Inaya mendorong Arza sekuat yang ia bisa. Cukup sulit karena tenaganya yang tak sebanding. Inaya terus mendorong bahu Arza dengan putus asa, air mata sudah berkumpul di pelupuk matanya.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang