21. Dua Bersuka, Duanya Lagi Berduka

515 59 20
                                    

Rifda menatap tepat di mata Arza, menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. "Gue suka sama lo, Danafa Arza." Rifda berucap tanpa ragu.

Arza tercenung. Tak tahu harus bereaksi seperti apa atas pengakuan Rifda. Arza benar-benar bungkam, campur aduk sudah hatinya sekarang. Bingung, Arza tak mengerti apa yang harus dirinya lakukan.

Rifda tersenyum kecut melihat keterdiaman Arza. "Gue tahu, lo cuma nganggap gue sebagai sahabat, gue sangat mengerti. Tapi, satu hal yang harus lo tau, Za. Gak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan, karena salah satunya pasti akan menyimpan rasa."

Rifda menarik nafas dalam-dalam. "Sesuai yang lo bilang, gue hanya mengutarakan perasaan gue, tanpa menuntut lebih, gue cuma mau lo tahu. Terima kasih udah mau mendengarkan pengakuan gue," sambungnya.

Rifda bangkit, meletakkan jaket denim Arza di ayunan yang ia duduki sebelumnya. Rifda masih terdiam, ingin melangkah tapi kakinya seperti mati rasa, hatinya menjerit ingin di sini, di samping Arza. Rifda memandang Arza sekali lagi, Arza yang masih geming. Arza yang seperti ini semakin menyakiti Rifda, Rifda lagi dan lagi hanya bisa tersenyum tipis.

"Dan maaf, setelah ini gue nggak bisa nganggap lo sebagai sahabat gue lagi. Karena sekarang, gue melihat lo sebagai Danafa Arza, laki-laki yang gue cintai." Setelah mengatakan itu, Rifda pergi meninggalkan Arza.

Bersamaan dengan kakinya yang melangkah, air matanya meluruh, membuat malam yang sunyi, menjadi semakin menyedihkan.Tangisnya tak bersuara, tapi sakitnya jangan ditanya. Namun bodohnya, di saat seperti ini Rifda masih berharap Arza mengejarnya, menenangkannya, dan menghapus air matanya. Sekali harapan tetaplah harapan. Karena sekarang Arza tetap geming, tak bergerak atau melangkah, benar-benar membiarkan Rifda pergi.

Arza menatap nanar kepergian Rifda, langkah kaki gadis itu terlihat menyakitkan. Dirinya tak bisa untuk sekedar menahan Rifda, karena ia tahu, Rifda membutuhkan waktu menyendiri. "Sorry, Da."

°°°°

Tiga hari berlalu setelah insiden taman malam itu, dan tiga hari pula tidak ada interaksi antara Arza dan Rifda. Mereka tidak saling menjauh, lebih tepatnya Rifda yang selalu menghindar. Mereka memang tidak bertemu di sekolah, karena sekolah libur, disebabkan anak kelas 12 yang harus menjalani Try out.

Selama tiga hari ini, Rifda tak pernah terlihat bak ditelan bumi. Gorden kamarnya yang tak pernah terbuka, sosial medianya yang selalu offline. Rifda total menghindari Arza. Bahkan saat Arza datang ke rumahnya, Rifda tak pernah membuka pintu kamar. Tante Elsa -Mama Rifda- sempat bertanya-tanya apa yang terjadi, dan Arza selalu mengatakan bahwa hanya masalah kecil.

"Haahh...." Arza menghembuskan nafas berat. Memandang sendu balkon kamar seberang, yang sudah tiga hari tak dikunjungi pemiliknya.

Arza hanya ingin mengatakan tidak masalah atas perasaan Rifda, Arza hanya ingin menghibur Rifda. Arza tidak akan setega itu untuk menyuruh Rifda memendam perasaannya, Arza tidak masalah kalau Rifda kini melihatnya sebagai 'laki-laki yang dicintai', Arza tidak keberatan sama sekali. Rifda tetaplah sahabatnya, terlepas dari perasaan yang Rifda punya. Arza tidak akan menjauhi Rifda hanya karena Rifda menyukainya, Arza tidak sejahat itu.

"Kakak!" Arza terperanjat, hampir saja dia terjun bebas ke bawah, jika tidak berpegang erat pada pembatas balkon. Ouh sial, jika saja jantung Arza buatan cina, sudah dijamin pasti akan copot.

Arza mendelik. "Ketuk pintu!"

Inaya hanya membalas dengan cengiran tanpa dosa. "Maaf, hehe... kakak lagi ngapain?" tanyanya.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang