Arza menatap pantulan dirinya dalam cermin. Kemeja berwarna putih dipadukan dengan jeans hitam dan sepatu sneakers berwarna yang sama dengan jeans-nya. Rambut yang ditata sedemikian rupa menambah kesan tampan pada diri Arza.
Sebenarnya bukan tanpa alasan Arza berpakaian seperti ini, hari ini adalah pesta ulang tahun Alvi. Ya, sepupunya itu memilih merayakan ulang tahunnya yang ke-18. Sepertinya ia juga takut kalau ini bisa jadi ulang tahun terakhirnya.
Arza melirik jam dinding di kamarnya, jarum pendek itu menunjukkan angka 7 sedangkan jarum panjangnya menunjuk angka 4. 7.20 pm. Masih ada waktu 40 menit sampai acara ulang tahun itu dimulai. Jika saja bukan karena tantenya yang meminta Arza datang lebih awal, ia pasti akan berangkat 5 menit sebelum acara dimulai.
Arza mendesah lelah, mengambil paper bag berisi kado untuk Alvian dan melangkah keluar kamar.
"Kak Arza tunggu!" seru Inaya dari anak tangga pertama, ia berdiri di atas dengan kotak kado berukuran sedang. Ia lantas berlari kecil mengikuti Arza yang sudah berjalan tanpa menghiraukannya.
Inaya berhenti tepat di hadapan Arza, membuat Arza mau tak mau menghentikan langkahnya.
"Titip ini, kado untuk kak Alvi," ucap Inaya seraya menyodorkan kotak kado dengan motif benda langit itu.
Ya, Inaya tak diundang. Sebenarnya Alvi sudah membujuk Mamanya untuk mengundang Inaya, tapi Mamanya itu malah mengancam akan membatalkan pesta ulang tahun Alvi.
Arza menatap tanpa ekspresi Inaya yang kini berdiri dengan senyum manis khas-nya. Tangan Arza terulur, berniat menyambut kado titipan Inaya, sebelum-
Kita memiliki Inaya
Hanya Inaya yang disebutkan.
Refleks Arza menarik kembali tangannya. Sudah 2 minggu lamanya ia dihantui oleh ucapan Ayahnya. Sialan. Segera saja Arza pergi meninggalkan Inaya yang kesal. Tapi Inaya tetap mengikuti Arza, bahkan saat Arza menghentikan motornya di depan Rumah Rifda.
Rifda sedikit meringis melihat Inaya yang berlari mengejar Arza. Apa lagi kali ini? Kira-kira itulah yang dipikirkan Rifda saat ini.
Arza turun dari motornya menghampiri Rifda yang masih setia berdiri di depan gerbang rumah gadis itu. Arza sedikit takjub dengan penampilan Rifda malam ini, short dress berwarna biru muda dan sepatu dengan hak kecil berwarna senada. Ah, jangan lupakan jepit rambut bermotif beruang putih terselip rapi di rambutnya.
"Hari ini lo jadi cewe?" ledek Arza. Rifda hanya memutar bola matanya malas. Mereka mengabaikan rengekan Inaya yang sangat berisik.
Inaya yang kesal pun akhirnya berdiri di tengah-tengah Arza dan Rifda, dengan wajah yang ditekuk.
"Kak Arza! Aku cuma mau nitip ini masa gak boleh." Inaya kesal, lagi dan lagi ia diabaikan.
"Gak." Singkat, jelas, padat. Penolakan yang benar-benar tak membuang waktu.
"Kak, ayolah. Aku gak bisa kasih ke kak Alvi di sekolah, nanti aku digosipin lagi," bujuk Inaya. Sebenarnya ia berbicara jujur, ia cukup takut untuk menambah gosip baru tentang dirinya.
Kalian sudah tahu kan apa respon yang Arza berikan? Ya, dia hanya diam! Untuk apa peduli? Toh itu bukan urusannya.
"Kita berangkat sekarang," ucap Arza pada Rifda yang sedari tadi hanya menonton keduanya.
Inaya dengan cepat menghalangi jalan Arza, membuat Arza lagi-lagi kesal karena tingkahnya. "Bisa minggir?" Inaya menggeleng, kemudian menyodorkan kembali kotak kado yang ia bawa. "Kecuali kakak mau ngasihin ini ke kak Alvi."
KAMU SEDANG MEMBACA
KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔
Fiksi RemajaBagaimana jika seorang Danafa Arza yang hidup tanpa kasih sayang sang Ayah, justru jatuh cinta pada adik tirinya sendiri?