MARI BUNG REBUT KEMBALI

175 19 4
                                    

HARI OPERASI

Diatas langit Indonesia, 8 jam setelah take-off

Pesawat yang mereka naiki terbang selama 2.5 jam hingga transit di Lanud Hasanuddin, Makassar. Mereka diperintahkan untuk berganti seragam dan perlengkapan di fasilitas hanggar Skadron Udara 33, lalu mereka kembali diperintahkan untuk menaiki pesawat kembali dengan perlengkapan terjun statik.

"Disimulasikan, kelompok separatis bersenjata Gajah Merah, telah melakukan gangguan dan usaha perebutan pangkalan udara depan. Berdasar data intelijen, KSB Gajah Merah telah bekerjasama dengan militer negara Badak, yang sedang berseteru secara politik dengan Indonesia", suara seorang perwira operasi bergema di hanggar besar itu.

"Maka Koopsau III, menugaskan pasukan untuk menguasai kembali pangkalan udara depan tersebut, lalu pastikan bahwa elemen tempur KSB Gajah Merah maupun Badak tidak dapat menggunakan fasilitas pangkalan udara tersebut"

"Tugas kalian, akan dinilai berhasil apabila kalian bisa: satu, menguasai pangkalan udara, dan mempertahankan dari serangan horizontal maupun vertikal. Dua, memastikan asset udara TNI-AU bisa mendarat dengan selamat"

Sebagaimana dalam latihan, ketiga puluh orang yang dipilih terbagi sesuai peran yang mereka dapatkan dalam latihan Bhuwana Pakca kemarin. Tentunya Rama juga akan kembali bertugas sebagai anggota tim Hanlan dibawah komando Andre. Subhan dan Jenny akan bertugas di Tim Matra sebagai anggota Dalpur dan PLLU.

Karbol yang terpilih menjadi elemen pimpinan operasi adalah Andre sebagai komandan tim Hanlan dan Jenny sebagai komandan tim Matra.


Pesawat yang mereka tumpangi kembali mengudara selama hampir 4 jam, hingga ketika lampu merah di dekat pintu belakang pesawat menyala, menjadikan ruangan gelap di perut Hercules itu mendadak menyilaukan, dan Jumpmaster langsung berteriak

"Bersiap!"

"Berbaris!"

"Pasang Kait!"

"Periksa perlengkapan!"

"Laporan persiapan!"

Dan satu demi satu para karbol yang berada dalam barisan siap terjun itu segera meneriakkan kesiapan mereka.

Ketika akhirnya lampu berganti hijau, satu demi satu mereka melompat keluar pesawat. Angin dingin segera menerpa wajah Rama ketika kakinya tidak lagi berpijak di lantai pesawat, dan tiga detik kemudian sebuah hentakan keras membuatnya menengok keatas, untuk memastikan bahwa parasutnya sudah mengembang sempurna. Ia melepaskan ransel yang terikat di selangkangannya, membiarkannya tergantung pada sling yang tertambat di body harness-nya. Senapan serbu SS2-V5 melintang didadanya.


Rama melihat fajar mulai menyingsing jauh di ufuk timur, dari ketinggian 500 kaki saat ini langit timur sudah mulai terlihat berwarna ungu cerah.

Kurang dari semenit kemudian kakinya sudah menjejak tanah, dan sesuai latihan yang pernah dilaluinya, ia segera menggulung parasutnya, lalu melepaskan perlengkapan terjunnya.

Rama segera mengamati lingkungan sekelilingnya. Dari briefing tadi, dan melihat peta skala besar yang ada di ruang briefing, ia tahu saat ini berada di pulau Biak. Namun ia belum pasti, apakah ditugaskan untuk beroperasi di Bandara Frans Kaisiepo, atau di Airstrip Baroku.


Pulau Biak yang dulunya merupakan salah satu pangkalan aju (Forward Base) pada jaman Perang Dunia ke-Dua, sekitar tahun 1943, sempat diperebutkan dengan sengit antara Jepang dan Sekutu pimpinan Jenderal MacArthur. Termasuk sebuah jejak kelam bahwa ditengah pulau itu ada sebuah goa alami dimana didalamnya pernah tewas hampir 3000 orang tentara Jepang akibat bombardir Sekutu. Sebuah lubang besar di langit-langit goa seakan menjadi gambaran betapa dahsyatnya bom yang dijatuhkan Sekutu saat itu.

Sayap Tanah Air - Kepakan PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang