Seminggu berlalu—sejak ketidakhadiran Win disekolah yang menjadi tanda tanya terbesar—kini terjawab sudah.
Lelaki itu kini sudah kembali lagi ke kelas yang ia sangat rindukan selama ini.
"Selesai kelas, kita bertemu di rooftop." adalah kalimat satu-satunya yang dilontarkan Bright pada Win setelah lelaki itu muncul dihadapannya saat ini.
Tidak ada pembicaraan apapun antara keduanya, bahkan sampai istirahat makan siang pun keduanya tidak nampak bersama-sama. Hanya ada rentetan pertanyaan dari teman sekelasnya. Tidak lama, hanya sampai mendapat jawaban yang masuk akal saja sudah cukup membuat teman-temannya tidak bertanya lagi.
Seperti ada yang bilang; orang hanya penasaran dengan hidupmu, tapi tidak benar-benar peduli padamu.
Usai pelajaran untuk hari ini. Sesuai yang diminta Bright pada Win, ia pun menuju rooftop.
Dengan hati-hati, Win mendekati Bright yang berada di sudut atap—menikmati setiap semilir angin sepoi-sepoi yang menyejukkan wajah.
"Kemana kau selama seminggu ini?" tanya Bright to the point.
Win belum menjawab, ia lebih memilih menanti Bright untuk membalikkan badan padanya lalu menyambutnya.
Bukankah usahanya selama ini harusnya berbuah hasil yang baik? Meskipun perjalanan yang ia tempuh masih panjang dan penuh semak belukar.
"Bolehkah.."
Bright menunggu lanjutan disana, tapi ia tak mendapat yang ia inginkan. Ia memutuskan untuk berbalik dan Hap!
Win memeluknya.
Seketika jantung Bright berdegup kencang. Ia tidak siap menerima hal semacam ini. Bukan ini yang ingin dilakukannya.
"Maaf tanpa minta ijin terlebih dulu, tapi biarkan kita seperti ini selama beberapa detik. Aku janji aku tidak akan lama."
Pipi Bright bersemu merah. Ia mengalihkan pandangannya namun kedua tangannya menepuk punggung Win.
Entahlah, karena terbawa suasana atau karena rindu, Bright jadi agak sedikit kecewa saat Win melepas pelukkannya.
"Darimana saja kau selama ini?" Bright mengulang pertanyaan yang sama.
Win tersenyum sumringah, "Aku sudah bertemu ayahku."
Bright agak terkejut, namun cepat-cepat ia menetralisir ekspresinya.
"Apakah.." lidahnya terasa kelu saat ingin bertanya, tapi ia penasaran. Ia takut dikecewakan untuk kedua kalinya.
"Aku sudah mengurus semuanya. Aku juga sudah ingat kejadian yang sebenarnya. Sekarang aku lega tidak perlu mencari tahu apapun lagi. Aku sudah punya kau." Lagi, Win tersenyum sumringah.
Bright agak bingung sebetulnya, tapi berita bahagia seperti ini bukankah sudah lama diidamkannya?
"Apa ayahmu tidak melarang kita berdua.."
"Tentu saja tidak." potong Win, "Aku sudah mengatasi hal itu. Jadi berterima kasihlah padaku." Win tersenyum sombong.
Bright akhirnya ikut tersenyum. Ia sangat bahagia sampai tak sadar sudah memeluk Win.
Keduanya tersadar dan melepas pelukkan. Sama-sama tersipu malu, keduanya juga membuang pandangan berlawanan arah.
"Jadi, kita bisa pacaran?" jantung Bright berguncang hebat. Satu pertanyaan yang sudah pernah ia lontarkan sebelumnya, tidak pernah terpikirkan akan segugup dan sekaku sekarang.
"Tentu saja."
"Berarti, aku boleh.."
Chu!
Bright berhasil mencuri bibir Win walaupun singkat.
"Sialan kau Bright! Aku belum mengiyakan!"
"Hehe.."
"Bagaimana kalau sekali lagi, tapi dengan seijinmu.""Tidak akan pernah!"
"Tapi kita berdua kan sudah resmi pacaran, dan aku rindu padamu, apa tidak bisa sedikit saja menyicipnya."
"HEH!" Win memukul pelan tangan Bright. "Bagaimana kalau ada yang dengar?"
"Persetan dengan mereka, aku cuma mau kau."
Lagi, tanpa seijin Win, Bright mencuri ciuman Win seperti sebelumnya. Hanya saja yang sekarang sedikit lebih lama ditambah sedikit lumatan. Ciuman yang dibagi menandakan rindu yang sudah lama ditahan.
Namun rindu itu hanya ada pada satu pihak, pihak lainnya memang rindu, tapi lebih dibaluti kesedihan yang mendalam.
"Aku cinta padamu, Win."
"Aku juga."
——
🌞🐰Stay safeee🌚
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen • [Bright×Win]
Fanfiction[END] - Semua bermula saat Win yang tak sengaja masuk ke gedung Club Sepak Bola.. [Bright×Win] 6#brightwin - 19/08/20 1#clown - 10/02/21 1#raikantopeni - 10/02/21 ©2020