Seminggu berlalu..
Seminggu itu juga mereka habiskan waktu untuk menjelajah tempat yang pernah mereka kunjungi sebelumnya.
Saatnya kembali ke realita kehidupan sekolah.
Akibat dari keseringan bolos ekstrakurikuler, keduanya diberi hukuman yang pantas menurut Tira.
"..dan Bright, kau akan jadi pelatih sementara selama sebulan." Ujar Tira pada Bright usai memberi hukuman pada Win.
"Aku tidak mau. Apalagi selama sebulan lamanya, aku tidak bisa. Padahal kami bolos hanya seminggu tapi hukumanmu berlebihan."
"Itu sudah cukup adil bagiku. Aku tahu kau bisa bermain beragam alat musik, jadi jangan banyak protes."
"Tapi tidak adil bagi kami." Bright tetap protes.
Tira menoleh ke arah Win, laki-laki itu hanya diam menatap keduanya secara bergantian.
"Kau keberatan dengan hukuman yang kuberi, Win?"
Win menggeleng cepat dan Tira anggap itu sebagai jawaban.
"Kurasa kau sendiri yang merasa tak adil disini." Kemudian ia menatap Bright kembali.
Bright ingin protes pada Win namun ia tahu sesuatu seperti ini seharusnya tidak perlu ia sanggah lagi. Toh, yang penting Win-nya tidak masalah.
"Haaa..baiklah." pasrah Bright.
"Baguslah." Tira berlalu sambil tersenyum remeh pada Bright, "dasar bucin.."
Bright membalik badan ingin protes pada gadis itu namun ia ditahan oleh suara Win.
"Aku harus pergi ke gudang, tak apa kau kutinggal disini kan?"
"Aku ikut."
Win menggeleng, "Tidak bisa. Kita punya tugas masing-masing yang harus dikerjakan. Dan tugasmu sekarang adalah mengajar anggota yang lainnya."
"Tapi aku tidak mau melakukannya jika tidak ada kau."
Win merotasi matanya, "Jangan lagi..." Ia kesal jika Bright suka bersikap seenaknya.
"Lakukan hukumanmu, aku pun begitu, lalu kita bertemu lagi pada jam istirahat. Deal?"
Bright tampak menimbang-nimbang, namun tangan Win dengan sigap mengambil tangannya dan menjabat secara sepihak.
"Oke, deal. Aku pergi duluan." Sesuai perkataannya, Win pergi meninggalkan Bright yang tak mampu berkata-kata.
"Wahhh wahhh, apa ini? Bos besar baru kelihatan~" Racha meledek kala ia masuk ke ruangan pelatihan dan ada Bright disana -dengan tatapan terpaksa, melakukan hukuman yang sesuai diberikan Tira padanya.
Lelaki itu nampak berdiri memegang stik drum cadangan untuk diajarkan pada salah seorang anggota yang berada pada posisi pemain drum yang seharusnya.
"Kau mau kepalamu bocor?" ancam Bright dengan suara yang dibuat sangat datar.
"Awww, menyeramkan sekali~ aku hampir tidak merasa takut~ Hahahahahahahahahaha!!!" Lagi, Racha meledek.
Bright hanya merotasikan matanya kemudian lanjut mengajari anggota tersebut.
"Ada apa kawan? Kau tampak bahagia dengan posisimu.."
"Bahagia matamu." Bright menampik ucapan Racha yang justru mengundang gelak tawa dari gadis itu.
"Tapi serius, aku seperti melihat dirimu di masa lalu." Ujar gadis itu di sela tawanya.
"Kau yang dingin, pendiam, kaku, malas melakukan apapun- kecuali terpaksa, dan datar. Wah aku hafal!" Ujarnya bangga sambil menepuk punggung Bright.
"Berhenti menggangguku dan pergi lakukan hal lain sana."
"Kan, lihat kan, aku benar!"
Bright menghembus napas kasar. Adu bicara dengan Racha disaat moodnya sedang tidak bagus merupakan hal yang salah.
"Tapi ngomong-ngomong, Win dimana? Tidak biasanya aku lihat dua sejoli seperti kalian berpisah begitu lama..OH AKU TAHU KENAPA KAU BISA BERSIKAP DINGIN BEGINI, KARENA TIDAK ADA WIN DISAMPINGMU IYAKAN?!"
Bright benar-benar ingin membocori kepala Racha saat ini juga.
Racha berlari keluar setelah melihat tatapan Bright yang begitu ganas. Gadis itu tidak bercanda, Bright terlihat menakutkan dimatanya. Ia harus menjauh dari lelaki itu sementara waktu.
Latihan drum selama satu jam selesai. Sekarang lanjut ke latihan gitar- satu jam lagi..
Ah sial, Bright hanya ingin bertemu Win secepatnya.
Oh ya soal Win, apa yang lelaki itu lakukan sekarang? Kenapa lama sekali bebersih setengah ruang dari gudang? Ia kan bisa lanjut pulang sekolah nanti, atau besok pun tidak masalah.
Bright frustasi. Ia benci segala pertanyaan mengerumuni isi pikirannya.
Ia terlalu khawatir.
"Kita jadi latihan gitarnya, kak?" Tiba-tiba seorang gadis datang dan bertanya padanya.
Bright berbalik dan melihat gadis itu sesaat, kemudian sefruit ide muncul dikepalanya.
"Kau mau tidak.."
Ia sudah sampai digudang. Namun atensinya tak menangkap sosok apapun yang ada didalam sana.
Apapun yang ada didalam gudang semuanya cukup rapi dan bersih. Jadi tidak ada alasan untuk Win kembali membersihkan gudang itu.
Berarti kemungkinan Win menyelesaikan bebersihannya sejak sejam yang lalu. Yang artinya setelah ia selesai memberi latihan drum pada anggota.
Dilihat dari suasana gudang yang cukup dingin dan gagang pintu dengan suhu yang sama, bisa menjadi kemungkinan yang tepat atas perkiraan Bright.
Ia ingin mencari Win lagi ditempat lain, tapi ia tahu sekarang bukanlah waktu yang tepat. Atau bahkan waktunya habis?
Bright harus kembali ke ruang pelatihan sekarang. Ia tahu gadis yang akan diajarkan latihan gitar olehnya akan segera kembali.
Ia berlari secepat mungkin sebelum gadis itu mendahuluinya. Karena jika terlewat sedikit saja, maka Tira akan memberi hukuman tambahan padanya.
Sampai didepan pintu, ia tidak langsung masuk. Ia menetralkan napasnya terlebih dulu supaya tetap cool saat berhadapan dengan anggota lainnya.
Setelah masuk, ia mendapati gadis yang akan dilatihnya sedang bersama seseorang yang sangat dikenalnya.
Bahkan lelaki itu mengajarkan gadis pelatihannya beberapa nada yang sebenarnya terdengar sedikit fals ditelinganya.
"Win? Sejak kapan kau.."
"Orang macam apa kau yang tega meninggalkan seorang gadis berlatih sendirian."
ㅡㅡ
🌞🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen • [Bright×Win]
Fanfic[END] - Semua bermula saat Win yang tak sengaja masuk ke gedung Club Sepak Bola.. [Bright×Win] 6#brightwin - 19/08/20 1#clown - 10/02/21 1#raikantopeni - 10/02/21 ©2020