Satu minggu kemudian.
Tak terasa perjalanan panjang mereka sebagai murid kelas 11 akan segera berakhir. Karena terhitung sudah tiga hari ujian akhir semester dilewati dengan lancar.
Tapi bukan berarti ada yang secara seratus persen melewatinya dengan baik. Ada yang kelihatannya santai, namun sebenarnya mereka deg-degan dan was-was. Takut jika ada pelajaran yang mereka lewatkan, atau tidak dipelajari dengan benar, yang kemudian keluar menjadi kumpulan soal di kertas ujian.
Tak terkecuali Bright. Sebut saja ia lihai dalam bidang olahraga dan sejenisnya. Atau lihai dalam melontarkan kata-kata manis untuk pacarnya. Atau selalu rajin mengikuti proses pembelajaran dan belum pernah membolos sekali pun. Ia tetaplah ia, yang selalu mendengarkan keterangan guru dikelas, tapi tidak pernah benar-benar diresapi otaknya.
Pun kalau sudah belajar, semua itu akan menjadi sia-sia disaat ia menghadapi yang namanya ujian.
Tapi kenapa ia masih bisa naik kelas? Tentu saja poin-poin diatas sebelumnya menjadi penolong dikala nilainya yang tak seberapa. Sangat kontras dengan Win.
Lelaki keturunan China alias pacarnya itu, lebih unggul dalam bidang apapun. Akademik mantap, non akademik mantap, semakin membuat lelaki itu sempurna untuk dijadikan idola para gadis-gadis diluar sana.
Ah tapi kalau boleh mengoreksi, sebenarnya ia payah dalam urusan cinta.
Sebelum menjalin hubungan dengan Bright, ia sudah berkali-kali ditolak orang-orang yang ia sukai. Alasannya sederhana, ia terlalu lebay dengan memberikan perhatian berlebih.
Kata beberapa gadis, 'wajah tampan, dompet tebal, otak bagus belum tentu menjadi tolak ukur pasangan jika seseorang terlihat atau bertindak lebay.'
Intinya, mereka tidak suka dengan ke'lebay'an yang Win tujukan untuk mereka.
Padahal itu cara Win mempresentasikan rasa pedulinya kepada orang-orang yang disayanginya. Dan Bright menerima itu semua, meskipun di awal, ia sama halnya dengan gadis-gadis lain yang menolak Win mentah-mentah. Yang membedakan permasalahannya adalah, keduanya bergender serupa.
Tapi yang namanya Win, ia tidak akan menyerah sampai mendapatkan apa yang ia inginkan. Ada sesuatu dalam diri Bright yang menarik perhatiannya. Sehingga ia memilih untuk terus berjuang mendapatkan hati Bright sampai akhirnya lelaki tsundere itu luluh dan mau menjalin hubungan lebih bersamanya.
Kalau diingat-ingat masa-masa itu, rasanya Win ingin menangis. Susah payah dilewatinya rintangan demi rintangan, tapi pada akhirnya mereka tidak bersama.
Egoiskah kalau ia meminta Bright untuk lari bersamanya?
"Aku tidak menyangka kalau ujian hari ketiga ini lebih berat dari dua hari sebelumnya."
Bright mengangguk-angguk, setuju dengan ucapan Racha.
"Tau begitu, aku buat contekan dulu."
Plakk
Love menjitak kepala Racha, sambil melotot ia mulai menceramahi gadis itu.
Bright dan Win yang melihatnya hanya bisa tertawa miris tanpa membantu gadis itu sama sekali.
"Bagaimana dengan ujianmu? Apa semuanya lancar." giliran Bright bertanya pada Win.
"Lancar lancar saja. Aku dan Love sudah mempelajari soal-soal itu sebelumnya."
"Ya, aku lupa kalian pintar." puji Bright yang terdengar seperti iri(?).
Love yang tadinya masih menceramahi Racha, kini menaruh atensi pada Bright seraya menepuk-nepuk pundak Win, seolah menyalurkan rasa bangga atas usaha keduanya.
"Makanya belajar." ejeknya sambil menjulurkan lidah.
Baik Bright dan Racha, keduanya sama-sama merotasikan mata. Seperti sudah biasa dengan sikap sombong Love.
"Libur nanti, kalian akan kemana?" pertanyaan Win sukses menarik perhatian ketiganya.
"Entahlah. Tapi biasanya aku cuma dirumah membaca novel."
Racha meringis, "Apa tidak ada agenda lain yang bisa kau lakukan selain membaca?"
"Tidak ada."
Lagi, Racha menggelengkan kepala. Membaca isi chat ketua club musik mereka saja cukup membuatnya malas, apalagi membaca buku tebal yang isinya klise dan mudah ditebak endingnya.
Itu baru novel, belum buku pelajaran. Memikirkannya saja membuat ia bergidik ngeri.
"Kalau kau, apa yang akan kau lakukan dilibur panjang?" pertanyaan Win, Love lontarkan pada Racha.
"Aku tidak tau apa yang akan aku lakukan nantinya. Tapi dilihat dari agenda kemarin-kemarin, sepertinya aku akan latihan musik dan jalan-jalan ke beberapa tempat."
"Membosankan." cibir Love.
Racha yang mendengarnya, tak terima, "Setidaknya itu lebih baik daripada menghabiskan waktu dikamar dengan buku-buku tebal itu."
Love hanya terkekeh, tidak berniat membalas. Kemudian atensinya beralih pada Bright.
"Apa?"
"Haruskah aku bertanya hal yang sama berulang kali?"
Bright menghela napasnya. Sebenarnya ia tidak berniat ikut nimbrung dengan rencana kegiatan mereka saat libur panjang nanti. Toh, yang selalu dilakukannya tetap sama; jalan-jalan bersama Win.
Tapi karena terus menerus dipaksa, mau tak mau ia harus menceritakannya. Namun sebelum itu terjadi, rupanya Win sudah mengambil alih pembicaraannya lebih dulu.
"Bagaimana kalau kita berempat berkemah dekat pantai?"
Dan disambut antusias kedua gadis didepannya. Terkecuali Bright, yang hanya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen • [Bright×Win]
Fanfiction[END] - Semua bermula saat Win yang tak sengaja masuk ke gedung Club Sepak Bola.. [Bright×Win] 6#brightwin - 19/08/20 1#clown - 10/02/21 1#raikantopeni - 10/02/21 ©2020