Sebelum benar-benar bisa dikatakan sebagai anggota resmi dari Club Musik, ada satu hal lagi yang perlu dilakukan para pemula sebagai tiket utama agar bisa diterima diclub itu.
Yakni, menunjukkan talenta dasar yang para pemula ketahui dari alat musik pilihan mereka.
Sederhananya, jika kau pilih gitar, berapa kunci nada yang bisa kau mainkan. Begitu juga dengan alat musik lainnya.
Dan sayangnya, Win sama sekali tidak tahu kunci nada dari alat musik apapun. Ia tidak pernah bermain musik sebelumnya, sebab ia tidak pernah kepikiran akan masuk Club Musik itu.
"Racha, kau tahu cara bermain alat musik?"
Racha mengangguk kuat, "Tentu saja! Aku sangat bisa gitar dan piano. Ah, drum juga, tapi belum lama ini baru belajar."
"Bagaimana dengan Bright?" tanya Win lagi.
"Ah kau tidak perlu tanya kalau dia. Dia itu serba bisa semuanya. Bahkan dia juga bisa harmonika, kalau kau minta ia memainkannya." Sinis Racha berpura-pura sambil menyenggol tangan Bright.
Yang disenggol menoleh dan menatap keduanya dengan alis terangkat sebelah. "Apa?"
Keduanya menggeleng secara bersamaan. Kemudian Racha memikirkan sesuatu, seraya ia menyipitkan matanya pada Win cukup lama.
"Jangan bilang kau tidak tahu bermain alat musik!"
Win segera menutup mulut Racha rapat-rapat sambil melirik area sekitar. Untunglah banyak yang fokus dengan pilihan alat musik mereka masing-masing.
"Jangan keras-keras, Racha!" Jeda Win kemudian melepas tangannya dari mulut Racha.
"Iya, aku tidak tahu bermain alat musik. Bahkan aku bisa disini karena paksaan seseorang." Ujarnya sambil melirik orang yang dimaksud- Bright.
"Apa?" Bright bertanya lagi, daritadi dirinya terus yang dipojokkan.
"Bukan apa-apa."
"Oi, kalau kau tidak tahu bermain alat musik, kau tidak bisa diterima diclub ini."
"Tepat sekali! Tidak apa, setidaknya aku sudah pernah kesini." Ujarnya berbanding terbalik dengan ekspresinya yang sangat bahagia.
Tak lama kemudian ketua Min berdiri kembali ditempatnya, lalu mengumumkan sesuatu.
"Berhubung hari ini ada banyak kegiatan dari senior Club Musik, jadi tes kalian akan diundurkan jadi minggu depan." Ucapnya.
"Untuk itu, pakai kesempatan ini sebaik mungkin untuk kalian berlatih alat musik bagi yang tidak tahu cara memainkannya, dan pilih satu lagu untuk dinyanyikan nanti." Lanjutnya lagi yang malah mendapat keluhan dari anggota baru.
Salah seorang mengangkat tangannya dan bertanya, "Bukankah tes kami hanya memainkan kunci nada saja? Mengapa harus ada menyanyi juga?"
Pertanyaannya disetujui banyak orang. Memang semuanya bingung dan bertanya-tanya dengan tes yang tiba-tiba berubah.
"Justru itu, karena tesnya diundurkan sampai minggu depan, pakai kesempatan hari ini, besok dan seterusnya untuk berlatih. Karena hari yang ditentukan untuk tes terlalu jauh, aku tidak punya pilihan lain selain memberi kalian tes yang sebenarnya cukup mudah bagi kalian, dibandingkan dengan para senior yang pernah ikut tes ditahun-tahun sebelumnya. Jadi jangan mengeluh dan berusahalah jika ingin masuk club ini." Usai berkata demikian, ketua Min keluar dari ruangan tersebut diikuti dengan beberapa pengurus yang ada.
Sisanya dalam ruangan- para anggota-anggota baru, termasuk Racha, mulai membubarkan diri satu persatu sambil masih terus mengeluh tentang tes minggu depan.
"Bagus, bagus sekali! Sudah tidak tahu bermain alat musik, sekarang disuruh menyanyi. Apa tidak ada yang lebih susah lagi dari ini?" Gerutu Win sambil meremas rambutnya frustasi.
"Tapi tidak apa, kalau aku gagal, aku tidak perlu masuk club ini kan.." lanjutnya lagi sambil tersenyum senang.
"Aku akan mengajarimu cara memainkannya, karena aku yang mengajakmu masuk club ini."
Win menoleh takut, ia lupa lelaki itu masih ada disini.
"Tidak terima kasih. Aku akan coba belajar sendiri. Kalau aku berhasil, berarti aku sedang beruntung, tapi kalau aku gagal, aku sedang beruntung juga." Ujarnya masih terus tersenyum senang.
Bright memukul kepala Win dengan kertas, "Kau tetap lolos."
"Ish, kenapa kau bisa yakin?"
"Karena aku tetap mengajarimu."
Win merotasikan matanya, "Tidak perlu-"
"Sudah, ikuti aku."
Win melototi Bright dari belakang, "Heh kemana?!"
"Ikuti saja." ujar Bright misterius.
Win terpaksa mengikutinya dengan langkah malas. Sungguh kalau bisa kabur, ia sudah kabur sekarang. Tapi entah mengapa ia tidak bisa melakukannya. Rasanya seperti ia tidak bisa menolak lelaki itu.
"Bright, apa kau orang yang seperti ini ya?"
"Orang seperti apa maksudmu?"
Win mempercepat langkahnya sehingga mereka berjalan bersama-sama.
"Seperti suka memerintah orang. Bahkan orang itu tidak bisa membantahmu."
"Maksudmu, orang itu adalah kau sendiri?"
"Menurutmu?" Win menoleh sinis, tapi Bright terus terkekeh, seolah-olah ia orang yang gampang diperintah.
"Sejujurnya, aku tidak suka memerintah orang lain. Karena aku tahu bagaimana rasanya diperintah. Tapi, aku suka memerintahmu, karena aku senang."
"Senang katamu? Kau pikir aku ini bonekamu apa?"
Ayo putar lagu Kekeyi - Aku bukan boneka~
.g
Bright berhenti kemudian menoleh pada Win, "Maksudku bukan seperti itu, hanya saja..aku tidak bisa melihatmu jauh-jauh dariku."
Win terpatung. Ia menatap Bright intens sebelum akhirnya memikirkan sesuatu yang rasanya familiar diingatannya.
Pikirannya terus berputar, seolah memaksanya mengingat sesuatu yang seharusnya ia tidak boleh ingat.
Sampai akhirnya ia tidak mampu lagi berpikir, kepala menjadi pening dan akhirnya ia terjatuh pingsan.
"Win!"
Bright yang terkejut segera membantu mengangkat lelaki itu dan membawanya ke ruang UKS.
Sambil terus bersusah payah membawa lelaki itu, Bright mendial nomor seseorang dan menyuruhnya datang ke tempatnya saat itu juga.
ㅡㅡ
🌞🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen • [Bright×Win]
Fanfiction[END] - Semua bermula saat Win yang tak sengaja masuk ke gedung Club Sepak Bola.. [Bright×Win] 6#brightwin - 19/08/20 1#clown - 10/02/21 1#raikantopeni - 10/02/21 ©2020