"Namamu Bright kan? Jika benar, nama lengkapmu Bright Vachirawit Chivaaree.."
"Cepat isi formulir ini."
Win melirik sinis. Sejak tadi pertanyaannya terus dialihkan. Padahal ia bertanya dengan baik-baik.
"Kenapa aku tidak asing dengan namamu ya? Apa kita pernah bertemu sebelumnya?"
"Ya, kemarin. Cepat tulis namamu."
"Ck, aku serius."
"Aku juga serius."
Win menahan emosi. Kalau tidak ingat ia sedang berada digedung Club pria ini, ia sudah menghajar pria ini habis-habisan.
"Win Metawin Opas-iamkajorn.. namamu tak asing." Ujar Bright saat membaca nama lengkap yang ditulis Win.
"Kan kan kan? Kita pasti pernah bertemu sebelumnya. Tapi kapan dan dimana?" Win memegang kepalanya seolah-olah berpikir keras.
"Oh, ya, aku ingat."
"Apa???" Win mendekatkan wajahnya dan Bright mengundur.
"Aku ingat Kajor, nama anjingku yang sudah mati dua tahun yang lalu."
Win mengendus kasar. Kenapa pria ini selalu saja sukses memancing emosinya.
"Aku sudah benar-benar serius, kenapa kau daritadi bercanda terus?!"
Bright tersenyum remeh lalu mengelus rambut Win sekilas, "Kau terlalu berpikir dalam. Isi saja formulirnya lalu bayar lebihnya padaku sesuai janjimu kemarin."
Win menatap sinis. Otak pria ini benar-benar hanya terisi dengan uang dan uang.
"Aku yakin kau pasti orang susah."
Bright hanya menoleh sekilas, tak berniat menjawab apapun.
"Dari tingkahmu yang diam seperti ini, jawabanku pasti benar." Ucapnya bangga, seolah-olah berhasil menjawab soal matematika tersulit.
"Kau tinggal dimana?"tanya Win lagi.
"Kenapa? Mau datang?"
"Kalau kau mengijinkan, ya aku mau. Hitung-hitung sekalian aku mencari tahu jawaban dari rasa penasaranku."
"Kalau aku tidak mengijinkan?"
"T-tidak masalah. Aku akan cari tahu sendiri."
Bright tertawa remeh, "Aku bilang aku tidak mengijinkanmu datang ke rumahku, bukan tidak memberitahumu dimana rumahku."
"Jadi kau akan memberitahuku?"
"Tidak." Bright menjawab seiring dengan ekspresinya yang berubah menjadi datar.
"Kau sialan juga ya! Aku benar-benar kesal padamu sekarang!"
"Makanya cepat selesaikan formulir itu dan bayar aku lebihnya. Dengan begitu kau bisa keluar dan bebas." Bright mengambil tasnya untuk dipindahkan ke atas meja tempat Win menulis formulirnya.
"Jangan menggangguku sial."
"Dan apa katamu tadi? Aku bisa bebas? Justru aku sudah mengisi formulir ini untuk masuk clubmu. Tentu saja kita akan semakin bertemu tiap saat! Kau pikir aku senang akan hal itu?" Protesnya sambil memukul-mukul meja. Merasa hidup yang baru dimulainya disekolah baru ini lebih berat dibanding ia disekolah sebelumnya."Pertama-tama, ubah cara bicaramu yang kasar itu. Kedua, kesalahan yang sudah kau perbuat, harus kau tanggung jawab bukan? Cerminkan dirimu lebih baik. Sayang sekali kau punya wajah yang bagus, tapi tidak dengan akhlakmu."
Win terdiam. Entah mengapa ia tidak merasa marah, malah justru...malu.
"Y-ya t-tapi a-aku.."
"Formulirmu ku ambil. Kembalilah sore jam 4 untuk membayar uang sisanya. Jangan lupa pakai ini." Bright menyerahkan satu kantong kresek tak besar yang berisikan baju futsal anak lelaki. Kemudian ia mengambil tasnya dan beranjak meninggalkan Win sendiri.
"Ah sial, dia bahkan tak bicara apapun saat pergi. Apa aku seburuk itu?"
ㅡ
🌞🐰
KAMU SEDANG MEMBACA
Nineteen • [Bright×Win]
Fanfiction[END] - Semua bermula saat Win yang tak sengaja masuk ke gedung Club Sepak Bola.. [Bright×Win] 6#brightwin - 19/08/20 1#clown - 10/02/21 1#raikantopeni - 10/02/21 ©2020